KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Seluruh warga masyarakat Kebumen kini tengah menunggu ujung kasus dugaan suap ijon proyek dana pendidikan pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kebumen yang menyeret Ketua Komisi A DPRD Kebumen Yudi Trihartanto dan Sigit Widodo PNS di Dinas Pendidikan Pemuda Olahraga sebagai tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tanpa mendahului proses yang masih berjalan, pengamat kebijakan sekaligus anggota Anggota Dewan Pembina Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kabupaten Kebumen, Achmad Marzoeki berpendapat, Sigit Widodo bisa menjadi salah satu kunci terkuaknya kasus ini.
Menurut pria yang akrab disapa Kang Juki itu, proyek ijon bukanlah sesuatu yang mustahil untuk terjadi dengan melibatkan setidaknya lima pihak, empat institusi Pemda dan rekanan yang berkepentingan dengan pemasaran produknya. Achmad Marzoeki lantas menyebut Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Badan Anggaran (Banggar) DPRD, SKPD pemilik kegiatan dan Unit Layanan Pengadaan (ULP).
"Di luar institusi seperti KPK, sulit untuk membuktikan di antara kelima pihak tersebut terjadi persekongkolan. Ibarat bau tidak terlihat wujudnya, tapi terasa adanya," ujarnya.
Inisiatif persekongkolan, katanya, bisa datang dari siapa saja, yang pasti pada awalnya mesti ada pembicaraan antara rekanan dengan SKPD pemilik kegiatan. "Bagi rekanan yang sudah berpengalaman bisa jadi sudah “memiliki orang” pada keempat institusi Pemda atau mediatornya, sehingga proses kesepakatan bisa lebih cepat dijalin," ujarnya.
Jika benar terjadi persekongkolan, Kang Juki mengingatkan, tidak berarti semua orang dalam keempat institusi Pemda terlibat. Bisa ada yang terlibat dan memegang peran kunci di masing-masing institusinya, atau ada orang kuat yang bisa mempengaruhi pemegang peran kunci keeempat institusi tersebut.
"Inti dari semua penyebabnya adalah adanya seorang atau lebih yang bertindak melebihi kewenangannya tanpa ada yang mampu memantau dan mencegahnya. Istilah sederhananya, meski tidak tepat benar artinya, ada mafia APBD, yang bisa mengatur suatu kegiatan supaya bisa dimasukkan dalam APBD sehingga produk barang/jasa rekanan tertentu laku dibeli dengan dana APBD," katanya.
Merujuk pernyataan Laode M Syarif, kata Kang Juki, maka pusaran kasus ini akan berpusat pada figur Sekda, mengingat sesuai PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Sekda merupakan kordinator pengelolaan keuangan daerah (Pasal 5 ayat 4), yang tugasnya antara lain memimpin tim anggaran pemerintah daerah (Pasal 6 ayat 2). Sehingga kasus ini memberikan dua kemungkinan posisi Sekda yang sama-sama pahit,
"Kemungkinan terburuknya terlibat, kemungkinan terbaiknya lalai dengan tugas dan wewenangnya, karena tidak mengetahui atau tidak mampu mencegah keterlibatan stafnya. Tak hanya berhenti di Sekda, bisa juga kemudian kasus ini ternyata melibatkan Bupati maupun Wakil Bupati," ujar dia.
Nah, dari uraian itu Kang Juki meyakini Sigit Widodo memiliki banyak informasi yang mungkin berguna bagi KPK untuk menelusuri kasus ini. Oleh sebab itu, Kang Juki menghimbau agar Sigit Widodo mau menjadi saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011. "Itu juga berlaku sama bagi tersangka YTH (Yudi Tri Tartanto,red)," katanya.
Justice collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
"Pilihan menjadi justice collabolator bukan hanya akan membantu diri sendiri agar meringankan hukuman, tapi sekaligus membantu Pemkab Kebumen mewujudkan pemerintahan yang bersih. Resikonya tentu akan dibenci pelaku utama yang merasa “dikhianati," katanya.
Sementara itu, hingga Jumat kemarin, KPK telah melakukan pemeriskaan terhadap setidaknya 10 saksi atas kasus ini. Dari jumlah itu diperiksa di tempat terpisah. Seperti Dian Lestari, Adi Pandoyo, Salim dan Suhartono di Jakarta. Sementara, Petruk Basikun Mualim, Yasinta, Arif Budiman, Imam Satibi, dan Cipto Waluyo di Purworejo. Sedangkan Hartoyo yang diduga otak dari kasus ini setelah menjalani dua kali pemeriksaan di Jakarta akhirnya ditahan pada Jumat malam tadi (21/10/2016). (cah)
Tanpa mendahului proses yang masih berjalan, pengamat kebijakan sekaligus anggota Anggota Dewan Pembina Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kabupaten Kebumen, Achmad Marzoeki berpendapat, Sigit Widodo bisa menjadi salah satu kunci terkuaknya kasus ini.
Menurut pria yang akrab disapa Kang Juki itu, proyek ijon bukanlah sesuatu yang mustahil untuk terjadi dengan melibatkan setidaknya lima pihak, empat institusi Pemda dan rekanan yang berkepentingan dengan pemasaran produknya. Achmad Marzoeki lantas menyebut Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Badan Anggaran (Banggar) DPRD, SKPD pemilik kegiatan dan Unit Layanan Pengadaan (ULP).
"Di luar institusi seperti KPK, sulit untuk membuktikan di antara kelima pihak tersebut terjadi persekongkolan. Ibarat bau tidak terlihat wujudnya, tapi terasa adanya," ujarnya.
Inisiatif persekongkolan, katanya, bisa datang dari siapa saja, yang pasti pada awalnya mesti ada pembicaraan antara rekanan dengan SKPD pemilik kegiatan. "Bagi rekanan yang sudah berpengalaman bisa jadi sudah “memiliki orang” pada keempat institusi Pemda atau mediatornya, sehingga proses kesepakatan bisa lebih cepat dijalin," ujarnya.
Jika benar terjadi persekongkolan, Kang Juki mengingatkan, tidak berarti semua orang dalam keempat institusi Pemda terlibat. Bisa ada yang terlibat dan memegang peran kunci di masing-masing institusinya, atau ada orang kuat yang bisa mempengaruhi pemegang peran kunci keeempat institusi tersebut.
"Inti dari semua penyebabnya adalah adanya seorang atau lebih yang bertindak melebihi kewenangannya tanpa ada yang mampu memantau dan mencegahnya. Istilah sederhananya, meski tidak tepat benar artinya, ada mafia APBD, yang bisa mengatur suatu kegiatan supaya bisa dimasukkan dalam APBD sehingga produk barang/jasa rekanan tertentu laku dibeli dengan dana APBD," katanya.
Merujuk pernyataan Laode M Syarif, kata Kang Juki, maka pusaran kasus ini akan berpusat pada figur Sekda, mengingat sesuai PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Sekda merupakan kordinator pengelolaan keuangan daerah (Pasal 5 ayat 4), yang tugasnya antara lain memimpin tim anggaran pemerintah daerah (Pasal 6 ayat 2). Sehingga kasus ini memberikan dua kemungkinan posisi Sekda yang sama-sama pahit,
"Kemungkinan terburuknya terlibat, kemungkinan terbaiknya lalai dengan tugas dan wewenangnya, karena tidak mengetahui atau tidak mampu mencegah keterlibatan stafnya. Tak hanya berhenti di Sekda, bisa juga kemudian kasus ini ternyata melibatkan Bupati maupun Wakil Bupati," ujar dia.
Nah, dari uraian itu Kang Juki meyakini Sigit Widodo memiliki banyak informasi yang mungkin berguna bagi KPK untuk menelusuri kasus ini. Oleh sebab itu, Kang Juki menghimbau agar Sigit Widodo mau menjadi saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011. "Itu juga berlaku sama bagi tersangka YTH (Yudi Tri Tartanto,red)," katanya.
Justice collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
"Pilihan menjadi justice collabolator bukan hanya akan membantu diri sendiri agar meringankan hukuman, tapi sekaligus membantu Pemkab Kebumen mewujudkan pemerintahan yang bersih. Resikonya tentu akan dibenci pelaku utama yang merasa “dikhianati," katanya.
Sementara itu, hingga Jumat kemarin, KPK telah melakukan pemeriskaan terhadap setidaknya 10 saksi atas kasus ini. Dari jumlah itu diperiksa di tempat terpisah. Seperti Dian Lestari, Adi Pandoyo, Salim dan Suhartono di Jakarta. Sementara, Petruk Basikun Mualim, Yasinta, Arif Budiman, Imam Satibi, dan Cipto Waluyo di Purworejo. Sedangkan Hartoyo yang diduga otak dari kasus ini setelah menjalani dua kali pemeriksaan di Jakarta akhirnya ditahan pada Jumat malam tadi (21/10/2016). (cah)