fotos saefur/ekspres |
Hal itu dikatakan Probo saat dihadirkan sebagai saksi dalam perkara Adi Pandoyo yang digelar Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (11/7/2017.).
Saat itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, mencecar Probo terkait uang panas yang diterimanya melalui terdakwa terkait pansus OPD dan fee proyek bersumber dana APBD I atau Banprov.
Kepada JPU, Probo mengakui menerima Rp 50 juta terkait Pansus Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Uang itu diterima Probo dari tangan anggota DPRD Kebumen, lainnya, Halimah Nurhayati. Kepada Majelis hakim, Probo mengakui, uang tersebut di luar honor resminya sebagai ketua Pansus OPD atau dulu diseb SOTK.
Dari Rp 50 juta, Probo lantas membagikan kepada anggota Pansus sejumlah 23 orang. Untuk dirinya sendiri, Probo mengambil Rp 2,7 juta sementara sisanya dibagikan kepada anggota Pansus. "Uang itu sudah saya kembalikan kepada KPK," kata Probo kepada JPU Fitroh Roh Cahyanto dan Hendra BS Putra.
Bila mengakui soal Rp 50 juta terkait Pansus OPD, lain halnya soal Rp 100 juta yang terkait fee proyek bersumber Bansos Provinsi. Cerita soal bansos ini, dikatakan Probo, berawal saat dia melakukan rintisan proyek Desember 2015, atau saat Kebumen dipimpin Pj Arief Irwanto.
Rintisan proyek tersebut, baru terealisasi saat Mohammad Yahya Fuad terpilih sebagai Bupati. Namun, dari empat item yang diperjuangkan, Probo hanya mendapatkan dua item. Probo lantas meminta agar jatahnya itu dikerjakan Hojin Ansori, pengusaha yang juga timses Bupati Kebumen HM Yahya Fuad.
Namun, permintaan Probo tak mendapat respon dari Hojin, mengingat situasi saat itu tengah gaduh akibat persaingan mendapat proyek diantara rekanan. Hojin lantas menyuruh seorangn wanita untuk mengantarkan amplop diduga uang yang kemudian ditolak Probo.
Hingga kemudian, Adi Pandoyo menengahi dengan memberikan uang Rp 100 juta kepada Probo Indartono. Nah, saat itulah Politisi PDI P itu menyangkal menerima uang Rp 100 juta dari Sekda. "Tidak (saya tidak menerima Rp 100 juta dari Sekda)," ujar Politisi yang sudah menjadi anggota dewan sejak tahun 1999 tersebut.
Selain Probo, ada dua anggota DPRD lain yang dihadirkan pada persidangan kemarin. Mereka adalah Jenu Arifiadi dan Marifun Arif. Soal adanya aliran uang diamini Marifun dan Jenu Arifiadi. Mereka mengakui, uang tersebut terkait proses penetapan APBD dan fee proyek dalam program bersumber pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD, baik untuk anggaran bersumber APBD I, II dan APBN.
Marifun mengakui belum menerima uang fee proyek pokir karena saat tengah proses pembahasan, dia tengah sakit. Meski kemudian, Marifun mengaku memeroleh uang Rp 3 juta dari Halimah dan Wakil Ketua DPRD Kebumen, Miftahul Ulum sebesar 5 juta terkait Penetapan APBD dan Pansus SOTK RSUD Prembun. "Selain karena ada perintah mengembalikan dan atas inisiatif saya sendiri, uang (sebesar Rp 8 juta) saya kembalikan," katanya.
Adi Pandoyo, saat dimintai tanggapan, tetap bersikukuh memberikan uang Rp 100 juta kepada Probo Indartono. Adapun Rp 40 juta kepada Marifun, diberikan karena saat pembahasan Pansus belum ada aturan yang mengatur hal tersebut. Hingga akhir persidangan, Probo mengaku hanya menerima Rp 50 juta bukan Rp 100 juta seperti dikatakan Adi Pandoyo dan juga diyakini KPK.
Sementara, Jenu Arifiadi membenarkan pokok-pokok pikiran (pokir) yang ada di Kebumen merupakan inisiatif anggota DPRD. Untuk nominalnya, dibahas unsur pimpinan dewan dan eksekutif. Pokir sudah ada di APBD 2016 dan berlanjut di APBD Perubahan 2016. Di APBD 2016, pokir untuk setiap anggota DPRD Kebumen Rp 600 juta. Sementara di APBD Perubahan 2016, Rp 150 juta peranggota. "Untuk pimpinan saya tidak tahu," katanya.
Jenu juga mengakui, pokir itu tak semata untuk program pembangunan di masyarakat. Para wakil rakyat memiliki motif fee proyek dalam pelaksanaan Pokir di masing-masing SKPD atau Dinas itu. Jenu sendiri mengaku menerima uang Rp 15 juta dari Wijil Triatmojo dan Miftahul Ulum. Uang tersebut sudah dikembalikan Jenu ke KPK.
Selain ketiga Anggota DPRD itu, 9 saksi dihadirkan dalam persidangan kemarin. Mereka adalah Wakil Bupati Kebumen KH Yazid Mahfudz beserta sejumlah pengusaha rekanan di Kebumen antara lain Budi Suryanto, Sulchan, Ainun, Mukhson, Farid Maruf, Mujihartono alias Ebung, Abdul Karnain dan Damar.
Adi didakwakan menerima gratifikasi senilai Rp 3,75 miliar terkait pengelolaan dana pada program APBD P 2016 bersumber APBN, APBD I dan APBD II. (cah)