KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Belasan Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Tata Ruang Kebumen, mendatangi Gedung DPRD untuk beraudiensi dengan anggota dewan. Dalam Audiensi itu, Aliansi berharap agar masyarakat dilibatkan dalam pembahasan revisi Perda Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Perubahan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kebumen harus dilakukan secara partisipastif dan terbuka serta mengutamakan Kelestarian Lingkungan. Dalam audiensi rombongan diterima oleh Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo, didampingi wakilnya Miftahul Ulum. Turut hadir pula dari eksekutif Kepala BPPPD Djoenaedi Fatchurohman, Bagian Hukum Setda, Kabid Cipta Karya DPU PR, dan Satpol PP Kebumen, Selasa (7/11/2017).
Divisi Lingkungan LBH Semarang Ivan Wagner menyampaikan, daerah yang memiliki kawasan karst berkewajiban untuk menjaganya berdasarkan lingkungan hidup. Sesuai dengan catatan yang ada adanya Kawasan Karst Gombong setidaknya berpengaruh terhadap kehidupan 82.692 jiwa yang bergantung pada zona inti, atau setara dengan 8,27 persen dari jumlah penduduk Kebumen.
Selain itu terdapat pula 1.142.000 jiwa dalam zona perikarst Gombong yang terdapat di 33 kecamatan pada empat kabupaten. “Yang selama ini keliru yakni mengorbankan asset lindung untuk kepentingan yang hanya berfungsi ekonomi semata. Padahal jumlah ekonomi yang diterima tidak sebanding dengan dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat,” tuturnya.
Regulasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kebumen lewat Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 saat ini berlaku untuk tahun 2011-2031. Dengan demikian maka regulasi tersebut sudah memerlukan peninjauan ulang bahkan perubahan. Untuk itu dalam penyusunan RTRW harus independen, objektif dan partisipatif. Sebab RTRW dalam penyusunannya juga diwajibkan adanya partisipasi masyarakat. “Jangan sampai, tanpa sepengetahuan masyarakat tiba-tiba Perda RTRW sudah di revisi,” tutur Ketua Perpag Lapiyo.
Ivan Wagner kembali melajutkan, melihat pentingnya kawasan tersebut, terdapat tiga hal yang harus dicermati. Pertama Karst Gombong bernilai ketika funginya terlindungi. Kedua selama ini Karst Gombong dalam pusaran regulasi belum berpihak pada perlindungan. Sedangkan yang ketiga adanya ketidakpastian perlindungan karst dan ketidakpastian bafi berbagai lini kehidupan. “Bahkan Luasan KBAK Gombong telah mengalami penyempitan seluas 9,05 kilometer persegi,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Ivan Wagner juga memberikan Opsi Kebijakan bagi pemerintah Kabupaten Kebumen diantaranya, kajian lingkungan hidup strategis yang independen, objektif dan partisipatif. Revisi Perda RTRW yang adil dan partisipatif dan peninjauan ulang penetapan kawasan benteng alam karst.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo mengaku sepakat akan adanya usulan masyarakat Perpag untuk mengembalikan fungsi kawasan karst Gombong. Kendati demikian, pemkab tidak bisa serta merta melarang tambang di kawasan karst. Sebab urusan pertambangan menjadi kewenangan penuh pemerintah provinsi. Sedangkan saat ini, Perda dimaksud sedang dalam peninjauan apakah akan revisi atau tidak. "Nanti pasti pada masanya. Jika sudah waktunya masyarakat pasti dilibatkan dalam pembahasan revisi Perda," paparnya.
Kawasan Karst telah berkurang 8,05 kilometer persegi yakni dari 48.94 kilometer menjadi 40.89 kilometer. Adapun pengurangan kawasan tersebut tertuang dalam Perda RTRW Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 pada Pasal 26. Perubahan tersebut berdasarkan keputusan Bupati Nomor 660.1/038/KEP/2016. (mam)
Perubahan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kebumen harus dilakukan secara partisipastif dan terbuka serta mengutamakan Kelestarian Lingkungan. Dalam audiensi rombongan diterima oleh Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo, didampingi wakilnya Miftahul Ulum. Turut hadir pula dari eksekutif Kepala BPPPD Djoenaedi Fatchurohman, Bagian Hukum Setda, Kabid Cipta Karya DPU PR, dan Satpol PP Kebumen, Selasa (7/11/2017).
Divisi Lingkungan LBH Semarang Ivan Wagner menyampaikan, daerah yang memiliki kawasan karst berkewajiban untuk menjaganya berdasarkan lingkungan hidup. Sesuai dengan catatan yang ada adanya Kawasan Karst Gombong setidaknya berpengaruh terhadap kehidupan 82.692 jiwa yang bergantung pada zona inti, atau setara dengan 8,27 persen dari jumlah penduduk Kebumen.
Selain itu terdapat pula 1.142.000 jiwa dalam zona perikarst Gombong yang terdapat di 33 kecamatan pada empat kabupaten. “Yang selama ini keliru yakni mengorbankan asset lindung untuk kepentingan yang hanya berfungsi ekonomi semata. Padahal jumlah ekonomi yang diterima tidak sebanding dengan dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat,” tuturnya.
Regulasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kebumen lewat Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 saat ini berlaku untuk tahun 2011-2031. Dengan demikian maka regulasi tersebut sudah memerlukan peninjauan ulang bahkan perubahan. Untuk itu dalam penyusunan RTRW harus independen, objektif dan partisipatif. Sebab RTRW dalam penyusunannya juga diwajibkan adanya partisipasi masyarakat. “Jangan sampai, tanpa sepengetahuan masyarakat tiba-tiba Perda RTRW sudah di revisi,” tutur Ketua Perpag Lapiyo.
Ivan Wagner kembali melajutkan, melihat pentingnya kawasan tersebut, terdapat tiga hal yang harus dicermati. Pertama Karst Gombong bernilai ketika funginya terlindungi. Kedua selama ini Karst Gombong dalam pusaran regulasi belum berpihak pada perlindungan. Sedangkan yang ketiga adanya ketidakpastian perlindungan karst dan ketidakpastian bafi berbagai lini kehidupan. “Bahkan Luasan KBAK Gombong telah mengalami penyempitan seluas 9,05 kilometer persegi,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Ivan Wagner juga memberikan Opsi Kebijakan bagi pemerintah Kabupaten Kebumen diantaranya, kajian lingkungan hidup strategis yang independen, objektif dan partisipatif. Revisi Perda RTRW yang adil dan partisipatif dan peninjauan ulang penetapan kawasan benteng alam karst.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo mengaku sepakat akan adanya usulan masyarakat Perpag untuk mengembalikan fungsi kawasan karst Gombong. Kendati demikian, pemkab tidak bisa serta merta melarang tambang di kawasan karst. Sebab urusan pertambangan menjadi kewenangan penuh pemerintah provinsi. Sedangkan saat ini, Perda dimaksud sedang dalam peninjauan apakah akan revisi atau tidak. "Nanti pasti pada masanya. Jika sudah waktunya masyarakat pasti dilibatkan dalam pembahasan revisi Perda," paparnya.
Kawasan Karst telah berkurang 8,05 kilometer persegi yakni dari 48.94 kilometer menjadi 40.89 kilometer. Adapun pengurangan kawasan tersebut tertuang dalam Perda RTRW Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 pada Pasal 26. Perubahan tersebut berdasarkan keputusan Bupati Nomor 660.1/038/KEP/2016. (mam)