JAKARTA – Dalam tiga hari terakhir, kawasan cincin api pasifik (pacific ring of fire) terekam aktif dengan serangkaian gempa dan aktivitas vulkanis. Dampaknya, sejumlah negara yang berada di lempeng Pasifik merasakan gempa dalam waktu hampir bersamaan. Tidak terkecuali Indonesia, di mana dalam dua hari terakhir sejumlah gempa terjadi di Barat Daya Jawa dan Barat Sumatera.
Cincin api pasifik merupakan daerah seismik paling aktif di dunia. Bentuknya seperti tapal kuda, dan memanjang 40.000 kilometer mengelilingi samudera pasifik. Cincin api itu melintasi lebih dari 15 negara dan meliputi 452 gunung api. Tidak heran, berdasarkan statistik, 90 persen gempa di dunia terjadi di area tersebut.
Khusus Indonesia, hampir seluruhwilayahnya berada diatas zona patahan cincin api pasifik. Tercatat empat gempa besar dan dua letusan gunung berapi terjadi sejak Selasa (23/1/2018) hingga kemarin (24/1). Selasa dinihari pukul 00.31 waktu Alaska, gempa berkekuatan 7.9 skala richter terjadi di 175 km tenggara pulau Kodiak. Gempa ini menyebarkan kepanikan di Kodiak dan kota Anchorage, Amerika Serikat (AS). Alarm tsunami berbunyi di sepanjang pantai barat AS.
Sehari sebelumnya, gunung api Mayon di Pulau Luzon Filipina meletus dan memancarkan abu dan awan panas. Mengiringi aktivitas gunung Agung di Bali dan Gunung Sinabung di Sumatera Utara.
Menyusul kemudian letusan Gunung Api Kusatsu-Shirane di Prefektur Gunma, Jepang pada Selasa pukul 10.00 waktu setempat. Satu orang tewas dan 11 lainnya terluka.
Tiga jam setelah Kusatsu meletus, giliran indonesia yang diguncang oleh gempa berkekuatan 6,1 SR di lepas pantai selatan Jawa bagian barat. 81 Km di barat daya Kabupaten Lebak, Banten. Gempa ini juga menggoyang bangunan-bangunan tinggi di ibukota Jakarta dan menimbulkan kepanikan. Ratusan bangunan rusak sepanjang Banten dan Bogor dan beberapa orang terluka.
Badan kebencanaan PBB United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) pun langsung mengeluarkan peringatan. Dalam pengumuman yang disiarkan via Twitter pada selasa pagi waktu AS, UNISDR menyebut bahwa cincin api pasifik sedang aktif.
Gempa masih terus berlanjut hingga rabu (24/1). Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan setidaknya dua gempa besar. Satu terjadi sekitar pukul 08.49 WIB, satu lagi terjadi 13.32 WIB.
Meskipun tidak sekuat gempa pertama, kedua gempa juga terasa sampai Jakarta. Terutama bagi penghuni gedung-gedung tinggi. Gempa pertama pada pukul 8 pagi terekam berkekuatan 4.2 Skala Richter (SR), dengan episentrum di 67 km barat daya Kabupaten Lebak, Banten. Dengan kedalaman 67 km.
Berdasarkan sebaran guncangan (shakemap), gempa terasa dengan skala III-IV modified mercalli intensity (MMI) di beberapa kecamatan pesisir di lebak seperti Bayah, Panggarangan, dan Malingping.
Sementara gempa pada pukul 13.00 siang harinya, berkekuatan 5,0 SR dengan episentrum di 72 km barat daya Lebak dengan kedalaman 44 km.
Shakemap menunjukkan getaran skala II hingga III MMI terasa di daerah Cimandiri, Panggarangan-Lebak, Cikande-Serang, Ujung Genteng, Curug, Kembar, Kota Sukabumi, Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Sementara Bogor, Cianjur dan Depok merasakan guncangan dengan skala II MMI.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengatakan bahwa kedua gempa tersebut merupakan gempa susulan (aftershock) dari gempa sebelumnya (23/1). Daryono menjelaskan, kedua gempa termasuk dalam klasifikasi gempabumi berkedalaman dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempang Eurasia. “Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi tidak berpotensi tsunami,” katanya.
Hingga hari rabu, kata Daryono, BMKG telah mencatat 46 kali gempabumi susulan. Menurut Daryono sulit untuk memastikan apakah ada keterkaitan antara berbagai event vulkanis maupun tektonis yang terjadi 3 hari terakhir. “Gempa bumi itu sangat tinggi ketidakpastiannya,” ujarnya.
Bagaimanapun, ada teori seperti dynamic stress. Bahwa satu pergerakan di lempeng tektonik mampu memicu pergerakan di wilayah lempeng tektonik yang lain. Meskipun jaraknya berjauhan. “Tapi tetap saja, sulit dibuktikan,” katanya.
Peneliti Gempa Bumi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dani Hilman Natawijaya mengatakan rentetan peristiwa tektonik dan vulkanik yang terjadi memang satu hal yang biasa. “Cincin api pasifik memang aktif terus. Nggak pernah nggak aktif,” katanya.
Serentetan gempa yang dialami Jawa dan Banten tiga hari terakhir juga bukan fenomena yang aneh menurut Dani. Sejak ratusan tahun lalu rentetan gempa sudah sering terjadi. “Indonesia kan memang negara gempa, jadi kita harus terbiasa,” ujarnya.
Dani mengatakan, peningkatan kewaspadaan harus terus dilakukan. Masih belum bisa diprediksi apakah wilayah lain akan menyusul dengan aktifnya cincin api pasifik ini.
Masyarakat pulau Jawa khususnya harus lebih ekstra waspada. Karena menurut Dani wilayah selatan jawa menyimpan potensi gempa raksasa (sunda megathrust). “Perlu waspada untuk megathrust di selatan jawa dan di Mentawai,” katanya.
Senada, Pakar Gunung Api Surono menjelaskan bahwa antara gempa dan letusan gunung api di sejumlah negara tidak secara langsung berkaitan. ’’Ya pas kebetulan sama-sama (terjadi) saja,’’ terangnya saat dikonfirmasi semalam. Kondisi tersebut memang biasa terjadi di daerah yang rawan gempa.
Karena itu, dia tidak heran ketika di Indonesia sering terjadi gempa. Termasuk gempa Selasa lalu yang kemudian disusul gempa berikutnya kemarin. ’’Memang sesar barusan bergerak tidak seimbang, dan menuju keseimbangan baru. Ya perlu gempa-gempa lagi,’’ lanjutnya. Kondisi itu wajar terjadi. Termasuk ketika di Sumatera terjadi gempa setelah Banten, itu karena Sumatera memang rawan gempa, bukan karena rembetan gempa Banten.
Dia mengingatkan, ada hal yang lebih penting dari aktivitas kegempaan, yakni kesiapan masyarakat. ’’Masyarakatnya siap saja, tahu bahwa daerahnya rawan gempa,’’ tutur mantan kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) itu.
Kesiapan masyarakat yang dimaksud adalah tahu apa yang harus dilakukan ketika gempa terjadi. Misalnya ketika di dalam gedung, harus segera keluar mencari lokasi terbuka. ’’Gempa tidak bisa dicegah dan tidak bisa diramal kapan terjadinya. Siang, malam, kalau mau terjadi ya terjadi saja,’’ tambahnya. Yang penting masyarakat siap. (tau/byu)
Cincin api pasifik merupakan daerah seismik paling aktif di dunia. Bentuknya seperti tapal kuda, dan memanjang 40.000 kilometer mengelilingi samudera pasifik. Cincin api itu melintasi lebih dari 15 negara dan meliputi 452 gunung api. Tidak heran, berdasarkan statistik, 90 persen gempa di dunia terjadi di area tersebut.
Khusus Indonesia, hampir seluruhwilayahnya berada diatas zona patahan cincin api pasifik. Tercatat empat gempa besar dan dua letusan gunung berapi terjadi sejak Selasa (23/1/2018) hingga kemarin (24/1). Selasa dinihari pukul 00.31 waktu Alaska, gempa berkekuatan 7.9 skala richter terjadi di 175 km tenggara pulau Kodiak. Gempa ini menyebarkan kepanikan di Kodiak dan kota Anchorage, Amerika Serikat (AS). Alarm tsunami berbunyi di sepanjang pantai barat AS.
Sehari sebelumnya, gunung api Mayon di Pulau Luzon Filipina meletus dan memancarkan abu dan awan panas. Mengiringi aktivitas gunung Agung di Bali dan Gunung Sinabung di Sumatera Utara.
Menyusul kemudian letusan Gunung Api Kusatsu-Shirane di Prefektur Gunma, Jepang pada Selasa pukul 10.00 waktu setempat. Satu orang tewas dan 11 lainnya terluka.
Tiga jam setelah Kusatsu meletus, giliran indonesia yang diguncang oleh gempa berkekuatan 6,1 SR di lepas pantai selatan Jawa bagian barat. 81 Km di barat daya Kabupaten Lebak, Banten. Gempa ini juga menggoyang bangunan-bangunan tinggi di ibukota Jakarta dan menimbulkan kepanikan. Ratusan bangunan rusak sepanjang Banten dan Bogor dan beberapa orang terluka.
Badan kebencanaan PBB United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) pun langsung mengeluarkan peringatan. Dalam pengumuman yang disiarkan via Twitter pada selasa pagi waktu AS, UNISDR menyebut bahwa cincin api pasifik sedang aktif.
Gempa masih terus berlanjut hingga rabu (24/1). Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan setidaknya dua gempa besar. Satu terjadi sekitar pukul 08.49 WIB, satu lagi terjadi 13.32 WIB.
Meskipun tidak sekuat gempa pertama, kedua gempa juga terasa sampai Jakarta. Terutama bagi penghuni gedung-gedung tinggi. Gempa pertama pada pukul 8 pagi terekam berkekuatan 4.2 Skala Richter (SR), dengan episentrum di 67 km barat daya Kabupaten Lebak, Banten. Dengan kedalaman 67 km.
Berdasarkan sebaran guncangan (shakemap), gempa terasa dengan skala III-IV modified mercalli intensity (MMI) di beberapa kecamatan pesisir di lebak seperti Bayah, Panggarangan, dan Malingping.
Sementara gempa pada pukul 13.00 siang harinya, berkekuatan 5,0 SR dengan episentrum di 72 km barat daya Lebak dengan kedalaman 44 km.
Shakemap menunjukkan getaran skala II hingga III MMI terasa di daerah Cimandiri, Panggarangan-Lebak, Cikande-Serang, Ujung Genteng, Curug, Kembar, Kota Sukabumi, Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Sementara Bogor, Cianjur dan Depok merasakan guncangan dengan skala II MMI.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengatakan bahwa kedua gempa tersebut merupakan gempa susulan (aftershock) dari gempa sebelumnya (23/1). Daryono menjelaskan, kedua gempa termasuk dalam klasifikasi gempabumi berkedalaman dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempang Eurasia. “Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi tidak berpotensi tsunami,” katanya.
Hingga hari rabu, kata Daryono, BMKG telah mencatat 46 kali gempabumi susulan. Menurut Daryono sulit untuk memastikan apakah ada keterkaitan antara berbagai event vulkanis maupun tektonis yang terjadi 3 hari terakhir. “Gempa bumi itu sangat tinggi ketidakpastiannya,” ujarnya.
Bagaimanapun, ada teori seperti dynamic stress. Bahwa satu pergerakan di lempeng tektonik mampu memicu pergerakan di wilayah lempeng tektonik yang lain. Meskipun jaraknya berjauhan. “Tapi tetap saja, sulit dibuktikan,” katanya.
Peneliti Gempa Bumi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dani Hilman Natawijaya mengatakan rentetan peristiwa tektonik dan vulkanik yang terjadi memang satu hal yang biasa. “Cincin api pasifik memang aktif terus. Nggak pernah nggak aktif,” katanya.
Serentetan gempa yang dialami Jawa dan Banten tiga hari terakhir juga bukan fenomena yang aneh menurut Dani. Sejak ratusan tahun lalu rentetan gempa sudah sering terjadi. “Indonesia kan memang negara gempa, jadi kita harus terbiasa,” ujarnya.
Dani mengatakan, peningkatan kewaspadaan harus terus dilakukan. Masih belum bisa diprediksi apakah wilayah lain akan menyusul dengan aktifnya cincin api pasifik ini.
Masyarakat pulau Jawa khususnya harus lebih ekstra waspada. Karena menurut Dani wilayah selatan jawa menyimpan potensi gempa raksasa (sunda megathrust). “Perlu waspada untuk megathrust di selatan jawa dan di Mentawai,” katanya.
Senada, Pakar Gunung Api Surono menjelaskan bahwa antara gempa dan letusan gunung api di sejumlah negara tidak secara langsung berkaitan. ’’Ya pas kebetulan sama-sama (terjadi) saja,’’ terangnya saat dikonfirmasi semalam. Kondisi tersebut memang biasa terjadi di daerah yang rawan gempa.
Karena itu, dia tidak heran ketika di Indonesia sering terjadi gempa. Termasuk gempa Selasa lalu yang kemudian disusul gempa berikutnya kemarin. ’’Memang sesar barusan bergerak tidak seimbang, dan menuju keseimbangan baru. Ya perlu gempa-gempa lagi,’’ lanjutnya. Kondisi itu wajar terjadi. Termasuk ketika di Sumatera terjadi gempa setelah Banten, itu karena Sumatera memang rawan gempa, bukan karena rembetan gempa Banten.
Dia mengingatkan, ada hal yang lebih penting dari aktivitas kegempaan, yakni kesiapan masyarakat. ’’Masyarakatnya siap saja, tahu bahwa daerahnya rawan gempa,’’ tutur mantan kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) itu.
Kesiapan masyarakat yang dimaksud adalah tahu apa yang harus dilakukan ketika gempa terjadi. Misalnya ketika di dalam gedung, harus segera keluar mencari lokasi terbuka. ’’Gempa tidak bisa dicegah dan tidak bisa diramal kapan terjadinya. Siang, malam, kalau mau terjadi ya terjadi saja,’’ tambahnya. Yang penting masyarakat siap. (tau/byu)