sudarno ahmad/ekspres |
Kepala Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) Melati Jakarta, Pujianto, mengatakan penyandang disabilitas memiliki kesamaan hak dan kesempatan untuk mewujudkan kehidupannya yang sejahtera,mandiri dan tanpa diskriminasi.
"Salah satu hak penyandang disabilitas adalah kesejahteraan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial dan perlindungan sosial," kata Pujianto, pada acara pembukaan kegiatan pejangkauan (Outreach) PSBRW Melati bagi penyandang disabilitas rungu wicara di Hotel Candisari Karanganyar.
Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas rungu dan wicara dalam upaya pemenuhan hak-haknya dengan cara proaktif mendatangi sasaran, sumber masalah dan sumber pelayanan sosial.
Pujianto menjelaskan, PSBRW Melati Jakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial RI yang melayani Indonesia bagian barat. Sedangkan untuk Indonesia tengah di Kota Kendari dan Indonesia Timur di Kupang.
Peserta penjangkauan dan pelatihan akan mengikuti berbagai kegiatan. Diantaranya, materi motivasi, ketrampilan komunikasi, ketrampilan memproduksi dan menjual serta pemberian modal.
Sebelum pelatihan, seluruh peserta dites audiometri. Hasilnya semua peserta penyandang gangguan pendengaran berat. Selain gangguan pendengaran berat, kesulitan bertambah dengan adanya 5 peserta yang tidak bisa berkomunikasi karena tidak pernah sekolah sehingga tidak bisa menulis dan tidak bisa bahasa isyarat.
Menurutnya, pemilihan Kebumen sebagai lokasi penjangkauan di Indonesia barat sudah melalui berbagai skrening. Salah satunya adalah jumlah penyandang dan keaktifan Dinas Sosial dan PPKB Kebumen dalam memfasilitasi penyandang tuli dan tuna rungu.
Kepala Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Kebumen, dr Budi Satrio, menyampaikan semua orang hidup membutuhkan uang atau penghasilan, tidak terkecuali para Tuli dan Tuna wicara. Untuk itu penyandang tuli dan wicara harus bisa mandiri mendapatkan penghasilan.
"Ada empat sumber penghasilan yang bisa didapat. Yaitu pemberian dari orang lain, menjadi pegawai, memproduksi, dan menjual (barang maupun jasa)," kata Budi Satrio, saat menjadi narasumber pada acara tersebut.
Lebih jauh, Budi Satrio, memaparkan bahwa para tuli dan tuna wicara, harus fokus menentukan jenis usaha atau perdagangan apa yang akan dipilih. Memiliki mimpi besar menjadi kaya atau sukses adalah awal langkah dari seorang pengusaha.
"Selain mimpi, harus diikuti kerja keras, tidak boleh putus asa dan doa. Laksnakan shalat 5 waktu, malam dan shalat dhuha," tegasnya.
Dalam kesempatan berdialog antara peserta dengan Kepala Dinsos dan Kepala PSBRW Melati, ada beberapa yang memiliki ketrampilan dalam bidang tata boga. Sehingga merencanakan akan menggunakan dana bantuan untuk membeli alat membuat kue kering. Kemudian, juga ada satu orang yang memiliki ketrampilan melukis wajah, sehingga secara spontan Kadinsos pesan satu lukisan untuk hadiah Kepala PSBRW Melati.
Budi Satrio berharap, acara seperti ini dapat digelar rutin setiap tahun, jika diperlukan Kebumen siap dengan dana sharing. "APBD Kebumen mampu melaksanakan kegiatan serupa. Penyandang tuli dan tuna rungu rawan dengan masalah ekonomi dan kesejahteraan, karena akses ke informasi belum terbuka dengan sempurna," imbuhnya.
Ia mengungkapkan, untuk menyelenggarakan acara serupa, Kebumen terkendala tenaga pelatih, terutama penterjemah. Meski sudah ada pelatihan untuk menambah tenaga penterjemah bahasa isyarat Bisindo. Tetapi ketrampilannya masih harus ditingkatkan, karena kekurangan jam terbang. Sementara pada kesempatan tersebut, PSBRW Melati membawa penterjemah yang setiap hari menjadi penterjemah berita di stasiun televisi Jakarta.(ori)