• Berita Terkini

    Minggu, 17 Mei 2015

    Sosok Purnomo Singgih Rela Tingggalkan Hidup Mapan demi dampingi Petani

    KARANGANYAR - Tumpukan pupuk kandang tertata rapi di rumah Ir Purnomo Singgih (41) di Rt 01/02 Desa Panjatan, Karanganyar. Di sisi lain, sampah menumpuk siap diolah menjadi pupuk organik.

                Momo, sapaan akrab Purnomo Singgih, mungkin sedikit dari generasi muda Kebumen yang mau turun ke desa menekuni pertanian. Pria lulusan manajemen industri UII Jogjakarta tahun 1991 ini rela meninggalkan kehidupannya yang sudah cukup mapan sebagi seorang design interior kapal. Sebagai gantinya, suami Mugiyanti ini memilih pulang ke kampung halamannya belepotan lumpur menjadi petani.

                Setelah sempat melanglang Indonesia sekitar sepuluh tahun, Purnomo pulang ke rumah tahun 2006. Ayahnya,  L Purwosumarto sakit dan membutuhkan perawatannya. Selain Purnomo, saudaranya yang lain telah berpencar-pencar diluar kota. Momo sendiri merupakan anak keenam dari delapan bersaudara. Sakitnya sang ayah ini juga membuat sawah milik keluarga itu tidak terurus. Hingga akhirnya, Purnomo memutuskan mengurus sawah puluah hektar tersebut.

                Turunnya produktivitas padi milik keluarganya, membuat Momo beralih ke pertanian organik, yang tidak menggunakan pupuk kimia. Meski, tidak bisa dilakukan sekaligus. “Pemakaian pupuk kimia dikurangi sedikit demi sedikit dari 50-30-20 persen,”katanya. Hingga akhirnya, di tahun 2007, Momo tidak lagi menggunakan pupuk buatan pabrik. Kini, Momo dapat memanen lebih banyak dari umumnya petani di daerah Kebumen. Sebagai perbandingan, dia dapat memperoleh panen 13-14 kuintal GKP per 100 ubin dengan system pertanian organik. Belum lagi, harga berasnya juga lebih mahal. Jika beras petani lain harganya Rp 4500 perkgnya, beras organiknya mencapai Rp 7000-8000. “Lagipula beras organik rasanya lebih enak dan bisa tahan tidak basi selama 2 hari,”katanya tanpa bermaksud berpromosi.

                Penggunaan pupuk organik juga dinilai lebih murah. Sebab, bahan yang dibutuhkan sebagai pupuk sudah tersedia di sekitar rumah. Pemupukannya pun cukup dilakukan sekali dalam setahun. “Pemupukan hanya dilakukan pada saat musim kemarau sebanyak 250 kg-300 kg pupuk organik perseratus ubin. (Pemupukan )Itu sudah mencukupi untuk masa tanam dalam setahun,”jelasnya.

                Purnomo menggunakan kotoran ternak dan sampah untuk diolah menjadi pupuk organik padat. "Kedua bahan itu dicampur di satu tempat, didiamkan seminggu sudah bisa dipergunakan sebagai pupuk,"terang Purnomo. Selain organik padat, Momo juga membuat organik cair dari bahan-bahan yang mudah dijumpai. Bisa dibuat dari kencing sapi, gadung dan lain sebagainya. "Fungsinya, selain sebagai pupuk juga bisa sebagi pengusir hama,"katanya

                Buah ketekunan Purnomo tidak sia-sia. Tidak tanggung-tanggung, Menteri Pertanian RI memberinya predikat sebagai petani berprestasi. Rumahnya di Karanganyar juga menjadi jujugan berbagai pihak yang ingin belajar tentang pertanian organik. Sertifikat beras organik pun telah didapat dari Unsoed Purwokerto.

                Kepada petani di Kebumen Purnomo menghimbau agar para petani kembali menggunakan bahan-bahan yang tersedia di lingkungan sekitar."Saya ingin memotivasi petani di Kebumen agar kembali menggunakan bahan-bahan yang sudah disediakan oalh alam. Yang jelas sehat, aman dan lebih bagus hasilnya daripada pemakaian pupuk kimia,"ucapnya.(cah)

    Sumber : Kebumen Ekspres


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top