• Berita Terkini

    Senin, 29 Juni 2015

    Kemarau Semakin Terasa Dekat

    Kemarau Semakin Terasa Dekat
    ISTIMEWA
    JAKARTA-Bulan September menjadi puncak kemarau di Indonesia. Namun, efeknya sudah mulai terasa sejak saat ini. Musim ini menyebabkan kesulitan dalam pemadaman titik api yang semakin meningkat di Riau dan kekeringan di berbagai daerah.

          "Memang terjadi peningkatan karhutla, ini sudah ditangani oleh Posko Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, jumlah hotspot terjadi penurunan dibandingkan tahun lalu," jelas Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Nur Marispatin kemaren kepada Jawa Pos melalui saluran telepon. Pada periode 1 Januari-27 Juni 2014, tahun 2014 jumlah hotspot sebanyak 8902 titik. Sedangkan, tahun 2015 turun drastis di angka 2835 titik.

          Terbatasnya curah hujan dan keadaan atmosfer di musim kemarau menyebabkan pemadamannya pun terhambat. Pada hari Minggu (28/6/2015) satelit Modis memantau 207 titik api di Sumatera. Riau menduduki peringkat teratas dengan 71 titik dan 142 hektare luas lahan yang terbakar.

          "Sudah ada gabungan dari Manggala Agni, BPBD, TNI, Polri, dan relawan yang terbagi dalam empat tim," jelas Nur. Namun, ini masih belum signifikan karena penanganannya masih melalui operasi darat dan sulitnya sumber air. "Kita juga melakukan penebaran garam dan water boombing bersama BPPT dan perusahaan swasta," tambahnya. Sehingga sekitar 69 hektare telah berhasil dipadamkan.

          "Penanganannya lebih di jalur darat. Kita kesulitan dalam membuat hujan buatan melalui jalur udara. Musim kemarau membuat jarang adanya awan yang berpotensial," jelas Kepala Pusat Statistik Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho kepada Jawa Pos melalui saluran telepon.

          Idealnya hujan buatan dilakukan 3-4 kali per hari untuk penanganan kebakaran di Riau. "Namun dalam seminggu, baru bisa dilakukan 4 kali. Tidak adanya awan yang layak untuk disemai dengan bahan NaCl," jelasnya. Untuk saat ini, stok bahan NaCl masih aman hingga puncak kemarau di bulan September.

          BNPB menyebutkan bahwa jumlah titik ini akan terus meningkat hingga Oktober mendatang. "Penyebab karhutla ini bukan hanya karena musim kemarau tapi juga karena disengaja dibakar untuk pembersihan dan pembukaan lahan. Antisipasinya perlu adanya pengawasan supaya oknum-oknum tidak membakar," jelasnya.

          Tak hanya itu, minimnya curah hujan ini juga memberilan dampak kekeringan di Indonesia. BNPB melansir data bahwa rata-rata curah hujan antara 50-100 mm per bulan. Untuk wilayah Jawa, Bali, Papua bagian selatan, Maluku bagian Selatan dan sebagian Sulawesi bagian selatan kondisinya kering dengan curah hujan kurang dari 100 mm.

          "Bahkan ada yang memiliki curah hujan kurang dari 50 mm untuk wilayah Jawa Timur, Bali, NTT dan NTB memiliki," jelas Sutopo. Dia pun menyebutkan ada beberapa daerah yang telah mengalami kekeringan. Yakni, Purbalingga, Gunungkidul, Wonogiri, Tuban, Bojonegoro, Boyolali, Lombok Utara dan NTT.

          "Untuk kekeringan di daerah sudah kami koordinasikan dengan  Pemerintah Daerah, Kementrian Pekerjaan Umum dan lainnya untuk bantuan air bersih ke wilayah tersebut," pungkas Nur Marispatin.(lus/jpnn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top