NURUL HUDANA FOR EKSPRES |
KEBUMEN - Jajaran Polres Kebumen tinggal selangkah lagi mengungkap kasus dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas luar daerah dan reses anggota DPRD Kabupaten Kebumen tahun anggaran 2013 sebesar Rp 5,8 miliar.
Namun penyidik Satreskrim terkendala dengan tak kunjung hadirnya saksi ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Padahal kehadiran saksi ahli dari BPK sangat dibutuhkan untuk melakukan cross cek data antara temuan penyidik dengan hasil audit menyeluruh BPK. Selain itu, saksi ahli dari BPK juga diperlukan untuk menentukan ada tidaknya kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
"Kita sudah dua kali melayangkan surat permohonan audit investigasi kepada BPK RI Perwakilan Jateng, namun hingga kini belum ada respon sama sekali," ujar Kapolres Kebumen AKP Faizal SIK MH didampingi Wakapolres Kompol Parasian Herman Gultom serta Kasatreskrim AKP Willy Budiyanto SH MH di gedung Satreskrim, Kamis (11/6/2015) siang.
Kapolres menuturkan, surat pertama permohonan audit kepada BPK Perwakilan Jateng dikirim Polres Kebumen pada 9 April 2015. Karena tak kunjung ada balasan, Polres kembali mengirimkan surat tertanggal 19 Mei 2015. Namun hingga hampir satu bulan, lagi-lagi belum ada respon dari BPK.
Padahal, lanjut Kapolres, jika bukti materiil laporan hasil pemeriksaan menyeluruh sudah didapatkan, penyidik Satreskrim bisa menaikkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan sekaligus menetapkan tersangka."Kita sebenarnya sudah mengantongi calon tersangka dalam kasus ini, tapi bukti formilnya belum lengkap jadi belum bisa kita publish ke masyarakat," tandasnya yang kemarin juga didampingi Kasubag Humas AKP Wasidi.
Disinggung ada tidaknya anggota dewan yang akan menjadi tersangka, Kapolres hanya tersenyum saja. "Tunggu BPK-nya datang dulu lah, nanti akan ketahuan siapa tersangkanya. Bisa anggota (DPRD) bisa juga unsur Setwan. Makanya BPK-nya cepet datang dong," tandas Kapolres sembari mengatakan jika pihaknya akan meminta bantuan Polda Jateng jika nantinya saksi ahli BPK tak kunjung mau datang.
Pada kesempatan itu, Kapolres juga membantah jika pihaknya disebut tidak serius menangani kasus dugaan korupsi berjemaah yang melibatkan anggota DPRD Kebumen periode 2009-2014.
Sejak kasus ini mencuat pada September 2014 silam, pihaknya sudah memeriksa 75 saksi secara marathon selama sembilan bulan. Dari 75 saksi tersebut, 52 saksi diantaranya adalah anggota DPRD karena ada dua anggota dewan yang berstatus Pergantian Antar Waktu (PAW). Sementara sisanya adalah pegawai Sekretariat DPRD Kebumen dan pegawai di instansi terkait lainnya.
Kasatreskrim Willy menjelaskan, kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang mengadu langsung maupun pengaduan via sms.
Dari laporan itu, petugas pun melakukan penyelidikan. Termasuk menelaah Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) RI.
Secara garis besar, untuk perjalanan dinas fiktif, total kerugiaan mencapai Rp 5,8 yang berasal dari penyelewengan pos kegiatan peningkatan kapasitas pimpinan dan anggota DPRD sebesar Rp 5,635 miliar dan pos kegiatan pembahasan raperda senilai Rp 201,850 juta.
Adapun modus yang dilakukan salah satunya dengan memalsukan kuintansi dan billing hotel. Dalam laporan, para wakil rakyat ini ngaku nginep di hotel, tapi setelah dicrosschek ternyata tidak. Tapi kemudian mereka membuat kuitansi palsu untuk bukti pelaksanaan kegiatan.
"Kita sudah cek semua hotel yang disebut di laporan untuk menginap, mulai dari hotel di Tegal, Semarang, Pekalongan dan Salatiga. Namun semua pengelola hotel itu membantah pernah mengeluarkan kuintasi untuk DPRD Kebumen. Artinya, mereka memang tidak pernah menginap di hotel tersebut tapi menggunakan kuintasi hotel dengan cara dipalsu," beber Willy.
Dari hasil pemeriksaan saksi, untuk perjalanan luar kota, anggota dewan ternyata berangkat pagi pulang sore, tapi dalam laporannya mengaku menginap di hotel.
Modus lainnya adalah me-markup jumlah anggota dewan yang berangkat. Misanya, meski yang melakukan perjalanan dinas cuma enam anggota dewan, namun dalam laporan disebutkan ada 12 anggota yang berangkat. Otomatis, anggaran perjalanan dinas pun menjadi membengkak. Karena selama perjalanan dinas, anggota dewan juga mendapat uang saku harian."Untuk perjalanan dinas fiktif ini, kami menyita sejumlah barang bukti seperti kuintansi dan stempel palsu. Ada juga belasan odner SPJ tentang administrasi pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas keluar daerah DPRD Kebumen," imbuhnya.
Ditambahkan Willy, selain perjalanan dinas fiktif, pihaknya juga mengusut kegiatan reses fiktif anggota dewan.
Kejanggalan terlihat dari kesamaan foto dokumentasi reses sejumlah anggota dewan. Padahal diketahui mereka berasal dari partai maupun dapil yang berbeda. Selain itu ada pula laporan yang tidak menyajikan bukti foto dokumentasi reses padahal dalam laporan timbul biaya dokumentasi. (has)