ILUSTRASI |
Pelanggaran ini diduga terjadi dalam memutuskan perkara Nomor 36/Pdt.G/2014/PN Wng dengan tergugat Suratno dan Sulistyaningsih serta penggugat Yustinus Suroso. Padahal sebelumnya PN Wonogiri melalui putusan Nomor 04/Pdt.G/2014/PN.Wng telah memutuskan menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara.
''Sudah diputuskan gugatan ditolak tiba-tiba diajukan kembali gugatan baru Nomor 36 tadi dan salah satu hakim yang menyidangkan kasus ini berinisial HK adalah ketua majelis pada sidang putusan Nomor 04. Bagaimana bisa perkara sama, obyek gugatan dan dalil serta para pihak sama diadili dua kali, ini ada pelanggaran hukum yang terjadi,'' papar Yosep Parera, kuasa hukum tergugat di Semarang, ketika ditemui di Rinjani View Hotel oleh Wartawan Selasa (16/6).
Dalam gugatan yang kedua tersebut diberikan putusan perdamaian antara para pihak dan meminta tergugat membayar pelunasan utang Rp 5,2 miliar yang jika tidak dilakukan maka tiga sertifikat tanah yang dijaminkan akan dibalik nama atasnama penggugat. Padahal nilai jual tanah tersebut lebih dari Rp 25 miliar. Selain itu putusan perdamaian juga dibuat tanpa adanya persetujuan tergugat karena tidak pernah hadir sama sekali dalam sidang atau mediasi.
Yoseph menambahkan, pelaporan ini bertujuan untuk memberikan rambu-rambu kepada semua hakim di daerah supaya mengecek dengan pasti sebelum mengambil keputusan terhadap suatu perkara. Untuk itu, pihaknya meminta KY memanggil ketiga hakim dan menyidangkannya serta memberikan sanksi yang berat jika terbukti ada pelanggaran disana. Selain itu, dirinya juga meminta supaya mahkamah agung menerima upaya peninjauan kembali atas kasus tersebut.
Suratno selaku tergugat mengaku terkejut saat menerima putusan perdamaian dua pekan silam padahal sebelumnya diputuskan menang tetapi kembali digugat dalam perkara sama.
''Berawal dari meminjam uang dan kami sudah mengangsur dengan bunga tapi dianggap tidak memenuhi seperti yang disyaratkan. Hasilnya menang tapi kenapa bisa ada perdamaian sementara kita berdua tidak pernah diundang ke pengadilan dan tidak pernah memberi kesaksian. Ada ketidakadilan sehingga kami melalui kuasa hukum mengambil langkah untuk melaporkannya,'' tutur Suratno.
Terpisah, Asisten Penghubung KY Jawa Tengah Muhammad Farhan mengatakan, pihak-pihak yang merasa dirugikan atas dugaan pelanggaran kode etik hakim bisa melaporkannya. Farhan berpendapat, jika memang perkara yang disidangkan Nebis in Idem dianggap cacat hukum. Namun KY Jateng belum menerima laporan sehingga pihaknya masih akan mengkaji kembali.
''Bisa ke KY pusat atau melaporkannya ke penghubung KY Jateng dan kami siap untuk menindaklanjutinya,'' tutur Farhan.
Berdasarkan penelusuran, ketiga hakim yang memutus perkara kedua yang sama ini dipimpin Saptono Setiawan didampingi Hera Kartiningsih yang juga menjadi Ketua majelis pada sidang gugatan pertama, serta Siwi Rumbar Wigati. (enk)