
Seperti yang terlihat Radarmas disalah satu SLTA di Majenang. Peserta diwajibkan menggenakan topi besar dari kertas dan memakai tas dari karung. Di sekolah lain, siswa memakai kerangjang sampah berbahan plastik untuk wadah alat tulis.
MOS tahun ini yang bertepatan dengan ibadah puasa, memaksa panitia memangkas jam kegiatan. Peserta ditargetkan sudah pulang kerumah masing-masing pukul 13.00. Kegiatan peserta juga lebih banyak di dalam ruang dan minim kegiatan fisik di luar kelas. Tujuannya agar kondisi anak tetap terjaga baik.
"Lebih banyak didalam ruang agar kondisi anak terjaga," ujar Waki Kepala Bidang Kesiswaan SMA N Majenang, Dede Ruslan, Kamis (9/7) kemarin.
Pemateri MOS, katanya diminta menyelipkan materi mengenai pengetahuan agama. Misalnya disiplih, ketertiban, pendidikan dari pandangan agama. Hal ini untuk memperkuat pemahaman siswa tentang agama.
"Materi tetap sama. Hanya diselipkan argumentasi dari sisi agama," ujarnya.
Hal serupa juga diterapkan di SMK Diponegoro. Materi kegiatan lebih banyak pada penekanan pendidikan mental dan karakter siswa. Termasuk melibatkan orang tua pada hari pertama MOS. Siswa juga diantar jemput oleh orang tua masing-masing.
"Hari pertama MOS orang tua dilibatkan. Tadi ikut upacara," ujar Kepala SMK Diponegoro, Turkim.
Dia menjelaskan, pelibatan ini sesuai dengan petunjuk kala dirinya mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) di Jakarta, beberapa waktu lalu. Salah satu pemateri, Dirjen Pembinaan SMK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan meminta agar SMK melibatkan orang tua untuk mendukung program budaya dan karakter siswa.
"Ada petunjuk dari dirjen P SMK," katanya. (har)