KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Sudah lebih dari tiga bulan para nelayan di Desa Tanggulangin Kecamatan Klirong tidak melaut. Cuaca ekstrim, ditandai dengan angin laut kencang dan ombak yang besar serta sepinya hasil tangkapan menjadi faktor para nelayan gagal berlayar.
“Musim paceklik terjadi pada awal Maret. Angin dan ombak besar lautan besar. Kalau nekat melaut, taruhannya nyawa, sedangkan perlindungan bagi nelayan tidak ada,” kata Sodiran (45) salah satu nelayan yang di temui di area Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanggulangin kepada kebumenekspres.com Jumat (10/7/2015).
Selain menanggung resiko yang besar, tetap nekat melaut juga rugi sebab hasil tangkapan sedang sepi. Sebab, biaya melaut untuk sekali berangkat butuh sekitar Rp 200 ribu untuk bahan bakar perahu dan logistik di perairan. "Kalau tidak dapat ikan jelas rugi,” imbuhnya.
Banyaknya nelayan yang tak melaut membuat aktvitas TPI sepi. Perahu-perahu nelayan itupun teronggok di pinggiran muara sungai Luk Ulo yang menghadap ke laut Hindia. Sementara para nelayan memilih menambang pasir untuk sekedar mendapat penghasilan.
Sementara itu Ketua Pokdakan Karya Mina Sejahtera Sarikun mengatakan, tidak adanya nelayan yang meluat membuat TPI menjadi sepi. Untuk kebutuhan ikan untuk bahan baku nugget, ia terpaksa beli di TPI Logending, itupun dengan harga mahal ikan terngiri saja Rp 45 ribu perkilo, padahal biasanya hanya Rp 20 ribu.
Menurunnya, penyebab langkanya ikan disebabkan olah musim. Pada saat ini selain cuaca ekstrim, juga memang sedang tidak musim ikan. Padahal hari kebutuhan hari raya tinggal menghitung hari. “Ya kita hanya bisa mengandalkan hidup dari alam, ketika alam sedang tidak bersahabat yang dapat kita lakukan hanya bersabar,” ucapnya. (mam)
“Musim paceklik terjadi pada awal Maret. Angin dan ombak besar lautan besar. Kalau nekat melaut, taruhannya nyawa, sedangkan perlindungan bagi nelayan tidak ada,” kata Sodiran (45) salah satu nelayan yang di temui di area Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanggulangin kepada kebumenekspres.com Jumat (10/7/2015).
Selain menanggung resiko yang besar, tetap nekat melaut juga rugi sebab hasil tangkapan sedang sepi. Sebab, biaya melaut untuk sekali berangkat butuh sekitar Rp 200 ribu untuk bahan bakar perahu dan logistik di perairan. "Kalau tidak dapat ikan jelas rugi,” imbuhnya.
Banyaknya nelayan yang tak melaut membuat aktvitas TPI sepi. Perahu-perahu nelayan itupun teronggok di pinggiran muara sungai Luk Ulo yang menghadap ke laut Hindia. Sementara para nelayan memilih menambang pasir untuk sekedar mendapat penghasilan.
Sementara itu Ketua Pokdakan Karya Mina Sejahtera Sarikun mengatakan, tidak adanya nelayan yang meluat membuat TPI menjadi sepi. Untuk kebutuhan ikan untuk bahan baku nugget, ia terpaksa beli di TPI Logending, itupun dengan harga mahal ikan terngiri saja Rp 45 ribu perkilo, padahal biasanya hanya Rp 20 ribu.
Menurunnya, penyebab langkanya ikan disebabkan olah musim. Pada saat ini selain cuaca ekstrim, juga memang sedang tidak musim ikan. Padahal hari kebutuhan hari raya tinggal menghitung hari. “Ya kita hanya bisa mengandalkan hidup dari alam, ketika alam sedang tidak bersahabat yang dapat kita lakukan hanya bersabar,” ucapnya. (mam)