
Alasannya, jumlah dan waktu pembayarannya sudah ditentukan terlebih dulu oleh sekolah saat dalam tahap akhir proses penerimaan siswa baru. Ketua Tim Komisi Ombudsman Nasional Perwakilan Jogjakarta, Joko Susilo mengatakan, kesimpulan itu baru awal atas dasar laporan orang tua siswa. Yaitu saat meminta dan menetapkan sumbangan itu terkesan sepihak.
“Sumbangan itu sudah ditentukan terlebih dahulu dan seolah ada pemaksaan kepada orang tua siswa. Meski begitu, keterangan ini baru dari pihak orang tua. Kami akan cek silang dengan pihak sekolah dan Dindik (Dinas Pendidikan) secepatnya,” tegasnya, kemarin.
Ia mengemukakan, sebenarnya, pungutan di tingkat SMA sederajat diperbolehkan sesuai PP Nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan. Namun besaran dan cara menentukannya harus ditentukan secara bersama oleh sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa melalui rapat pleno.
Regulasi lain yang mengatur juga ada. Seperti PP Nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang menjadi turunan dalam petunjuk teknis penerimaan peserta didik baru (PPDB). Kemudian sesuai Perda Purbalingga Nomor 10 tahun 2011 yang menyebutkan besaran dan mekanisme bantuan pendidikan harus ditentukan secara bersama, tidak boleh sepihak dari sekolah.
Bupati Purbalingga Drs Sukento Rido Marhaendrianto MM kembali menegaskan, penarikan sumbangan tersebut dilarang. Pihaknya juga sudah melarang SMAN 1 Purbalingga untuk meneruskan penarikan sumbangan orang tua siswa. “Kepala Dindik sudah saya perintahkan untuk mencabut penarikan sumbangan di SMAN 1 Purbalingga,” Selasa (7/7) kemarin(amr)