• Berita Terkini

    Senin, 31 Agustus 2015

    Dolar Menguat, Permintaan Kedelai Masih Stabil

    MUHAMMAD HADIYAN
    KAJEN - Meskipun nilai tukar mata uang dolar Amerika terhadap rupiah terus naik hingga menyentuh angka di atas Rp 14.000 per dolar, namun lonjakan harga kedelai impor masih terbilang stabil. Di pasaran Kabupaten Pekalongan, harga kedelai masih berkisar 7.150 per kilogram, atau naik Rp 350 dari harga sebelumnya Rp 6.800. Sejauh ini, permintaan kedelai di Kota Santri pun masih stabil.

    Salah seorang penjual kedelai di Pasar Kajen Kabupaten Pekalongan, Abdurrahman (41) mengatakan, harga kedelai relatif stabil. Hal ini dikarenakan stok kedelai cukup melimpah. Sehingga, pasokan dari agen ke gudang kedelai miliknya masih aman.

    "Setiap minggu saya mendapatkan pasokan kedelai Impor Amerika dari Semarang. Pasokan per minggunya relatif aman, yakni 8,5 ton setiap tujuh hari sekali," jelas Abdurrahman ketika ditemui Radar Pekalongan, kemarin.

    Selain itu, sambung dia, permintaan konsumen terhadap kedelai impor juga stabil. Setiap harinya, rata-rata 1 ton kedelai terjual. "Kebanyakan yang beli produsen tempe dan tahu. Selain itu, sekarang yang paling ramai itu pembuat susu kedelai. Sebab, susu kedelai masih pas dengan cuaca panas saat ini. Sedangkan penjual tempe relatif menurun, lantaran daya beli masyarakat terhadap gorengan atau mendoan (olahan tempe, red) tampaknya menurun. Rata-rata, disini 1 ton kedelai impor terjual setiap harinya," jelasnya.

    "Disini, ada kedelai impor dari Amerika, Argentina dan Brazil. Yang paling laris ya yang dari Amerik. Kalau dari China nggak ada, karena meskipun kualitasnya baik, namun harganya mahal," terangnya.

    Sementara, permasalahan yang dihadapi produsen tempe di Kabupaten Pekalongan tidak hanya kenaikan harga kedelai impor saja, namun juga bahan-bahan produksi lainnya, seperti ragi dan plastik pembungkus tempe. Biaya produksi yang kian tinggi ini membuat omzet produsen tempe mengalami penurunan hingga 50 persen.

    Seperti yang dialami seorang produsen tempe di Dukuh Bandungan Wetan, Kelurahan Kajen, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, Rohmanah (45). Ia mengaku, kenaikan ini membuat omzetnya anjlok hingga 50 persen. Hal ini disebabkan, harga kedelai impor naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 7.300 per kilogram.

    Tidak hanya kedelai saja, ia menjelaskan, bahan baku lainnya, seperti harga ragi yang sebelumnya Rp 7 ribu, kini naik menjadi Rp 11 ribu per bungkus. Begitu pula dengan plastik yang menjadi pembungkus tempe, yang tadinya hanya Rp 26 ribu jadi naik Rp 30 ribu per kilogram.

    "Jika bahan bakunya naik, tentu biaya produksinya juga jadi naik. Sementara, daya beli masyarakat saat ini semakin lemah, sehingga kami sulit menaikan harga jual tempe," jelas Rohmanah, kepada Radar Pekalongan, kemarin.

    Kendati semua harga bahan produksi naik, namun diakui, barang-barang yang dibutuhkan untuk pembuatan tempe tersebut masih mudah dicari di pasaran. "Sampai sekarang, bahan baku masih mudah dicari. Hanya saja, permasalahannya pada harga jual yang susah dinaikan," terangnya.

    "Sebagai pengusaha tempe, tentu kami ingin harga naik untuk mengimbangi biaya produksi. Tapi, kalau kita naikkan harga tempe, kami susah menjualnya mas. Sebab, daya beli masyarakat lemah untuk menerima kenaikkan harga tempe. Harga tempe masih tetap dengan ” ungkap perempuan yang sudah memulai usaha tempe bersama suaminya sejak 20 tahun lalu itu. (yan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top