• Berita Terkini

    Selasa, 04 Agustus 2015

    Gus Mus Turun Gunung, Polemik Soal Pemilihan Rais Am Terurai

    GALIH COKRO/JAWAPOS
    JAKARTA - Kerumitan di Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama, di Jombang, kemarin (3/8), mulai terurai. Rais Am Syuriah PB NU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang akhirnya turun gunung ke arena muktamar mampu mencairkan kebekuan dua kubu. Yaitu, penolak dan pendukung sistem pemilihan rais am syuriah dengan musyawarah mufakat lewat ahlul halli wal aqdi.

    Pidato Gus Mus dihadapan muktamirin sebelum pembahasan Pleno I Tata Tertib (Tatib) dilanjutkan itulah, yang meluluhkan dua kubu untuk sama-sama menerima solusi jalan tengah. Tausyiah yang disampaikan dengan nada haru itu seperti membius ribuan muktamirin yang hadir di ruang sidang pleno.

    Tidak ada lagi wajah-wajah tegang, seperti pemandangan ketika sidang Pleno Tatib pada malam sebelumnya. Hampir semuanya, bahkan, tampak ikut larut dalam keharuan saat mendengarkan kata demi kata yang disampaikan kiai asal Rembang, Jawa Tengah tersebut.

    Selain acara pembukaan, Gus Mus memang tidak pernah terlihat sama sekali di arena muktamar. Baik di alun-alun sebagai tempat pleno, maupun di empat pondok pesantren yang dijadikan lokasi rapat komisi sekaligus tempat menginap para muktamirin. � Meski yang bersangkutan, dari informasi yang dihimpun, tetap berada di Jombang.
    Ketika saya ikuti persidangan-persidangan yang sudah lalu, saya menangis, "kata Gus Mus, mengawali tausyiahnya di hadapan muktamirin. Dia menyatakan, kesedihan itu muncul karena NU yang selama ini dicitrakan sebagai organisasi keagamaan yang menjadi panutan terkait akhlakul karimah-nya. Tak jarang, NU bahkan ikut mengkritik praktik-praktik tak terpuji dari pihak lain.

    Ternyata, (proses persidangan muktamar) digambarkan di media massa begitu buruknya. Saya malu kepada Allah, saya malu pada KH Hasyim Asy�arie, KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, dan para pendahulu kita,� tutur Gus Mus, sambil menahan isak.
    Dengan situasi tersebut, dia mengajak, agar muktamirin kembali berada pada garis organisasi yang mengedepankan akhlakul karimah. "Mohon dengarkan saya, dengan hormat, kalau perlu saya mencium kaki-kaki anda semua, saya cium kaki-kaki anda semua, agar mengikuti akhlakuk karimah, "kata Gus Mus, kembali terisak.

    Berikutnya, kiai yang juga dikenal sebagai budayawan itu lalu menceritakan, kalau sebagai rais am, dirinya telah mengumpulkan sejumlah kiai sepuh untuk diajak bersama-sama mencari solusi atas kebuntuan persidangan di muktamar. Pertemuan itu dilakukan Senin (3/8) siang, di Pendopo Kabupaten Jombang.

    Pertemuan itu lah yang memunculkan solusi jalan tengah terkait mekanisme pemilihan rais am syuriah. Bagwa, di satu sisi, model ahlul halli wal aqdi yang berisi sembilai alim ulama pilihan, disepakati belum akan diterapkan di muktamar kali ini. Namun, di sisi lain, cara pemilihan dengan musyawarah mufakat tetap akan dikedepankan. Pemungutan suara hanya merupakan jalan paling akhir.
    Di akhir tausyiah-nya, Gus Mus menutup dengan menyampaikan permintaan maaf atas munculnya sejumlah persoalan teknis saat registrasi peserta. Dia juga memintakan maaf panitia muktamar bagian pendaftaran yang dianggap telah mengecewakan sejumlah peserta."Mohon keikhlasan, maafkanlah mereka (panitia), maafkanlah saya, itu kesalahan saya sebagai penanggungjawab. Mudah-mudahan anda sudi membuka hati, memafkan saya,� "pungkas Gus Mus.

    Setelah menyampaikan tausyiah tersebut, Gus Mus meninggalkan panggung dan berjalan keluar arena persidangan. Berikutnya, pimpinan sidang, Slamet Effendy Yusuf, langsung mengambil alih dengan menawarkan persetujuan pada para muktamirin. "Apakah tawaran (kiai sepuh) bisa untuk pengganti Pasal 19?" tanya Slamet Effendy. "Bisa"� seru muktamirin kompak.

    Sontak, ketua PB NU yang telah memimpin alotnya perjalanan sidang Pleno Tatib sejak awal, itu bertakbir. Dan, dengan suara menahan tangis pula, dia menyambungnya dengan ucapan shalawat atas Nabi Muhammad SAW. Saat itu lah, tangis beberapa muktamirin ikut pecah. Sambil menangis, mereka berdiri dan saling berangkulan.
    Setelah pidato KH Mustofa Bisri, perdebatan soal AHWA mereda. Sebab, semua hal yang menyangkut pemilihan Rais Aam Syuriah PB NU nantinya akan diserahkan kepada forum rais syuriah. Forum itu terdiri dari rais syuriah seluruh cabang, wilayah, PBNU, dan kiai-kiai sepuh baik yang ada distruktural maupun tidak.
    Langkah itu sebagai bentuk instropeksi seluruh muktamirin yang merasa malu dengan kegaduhan saat sidang tata tertib sehari sebelumnya. "Terus terang kami malu. Sebab, ini merupakan muktamar para ulama. Karena itu, soal mekanisme pemilihan rais aam yang sebelum diperdebatkan diserahkan ke forum rais syuriah," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, kemarin.
    Forum tersebut dibentuk kemarin pagi setelah munculnya kegaduhan pada sidang malam sebelumnya. PBNU bersama mustasyar, rais syuriah, dan kiai-kiai sepuh berkumpul.
    Para kiai sepuh yang turut berdiskusi antara lain KH Anwar Mansyur dan KH Makhtum (Cirebon). Mereka berusaha mencari solusi atas perdebatan AHWA dalam untuk memilih Rais Aam Syuriah. Sebab, ada yang menolak dan ada yang setuju.
    Dari pertemuan itu mereka mengambil keputusan untuk menyerahkan proses pemilihannya ke forum rais syuriah. "Forum itu yang akan menentukan. Semoga keputusan yang diambil menyejukkan dan bisa diterima sekaligus dihormati seluruh muktamirin," ujar KH Said Aqil.
    Dalam kesempatan tersebut kiai asal Cirebon itu juga mengungkapkan kalau yang berteriak-teriak saat Sidang Tata Terbit, Minggu malam (2/8) bukanlah para rais syuriah.
    Sebab, rais syuriah pasti tidak bakal bertindak ngawur dan berbicara kasar. Rais syuriah merupakan ulama panutan. "Jadi yang berteriak-teriak tadi malam itu bukan rais syuriah. Sekarang kondisinya sudah tenang. Semoga ini bertahan seterusnya sehingga NU bisa melakukan langkah yang lebih baik lagi," paparnya.�
    Sementara itu, Ketua Panitia Willayah Muktamar ke-33 NU Saifullah Yusuf menghimbau kepada seluruh peserta muktamar agar bisa kembali menempati pondok sesuai dengan pembagiannya. Menurut pria yang aktab disapa Gus Ipul tersebut saat ini para peserta muktamar banyak yang tidak tinggal di pondok sesuai dengan yang sudah ditetapkan panitia.
    Dari empat pondok yang dijadikan tempat menginap, tiga diantaranya isinya tidak sampai separuh. Ketiga pondok tersebut adalah Tambakberas, Denanyar, dan Rejoso. Berdasar pembagian panitia, di masing-masing pondok diisi 800-an peserta muktamar. Tapi, kenyataannya yang berada di ketiga pondok itu tak sampai separuh. Kondisi berbeda terjadi di Pondok Tebuireng yang jumlahnya jauh di atas kuota. "Kami himbau para peserta yang terkonsentrasi di Tebuireng bisa kembali ke pondok sebagaimana yang disediakan panitia. Kami akan siapkan transportasinya," sebut Gus Ipul. (dyn/fim)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top