SETELAH Rustriningsih menjabat Bupati Kebumen dua periode, 2000-2005 dan 2005-2010 (dijalani hanya sampai 2008, karena terpilih menjadi Wagub Jateng), masyarakat Kebumen seperti tidak merasakan perlunya kehadiran figur Ibu Bupati (istri Bupati). Di masa Bupati Rustriningsih, figur Bupati dan istri Bupati seperti melekat dalam diri Rustriningsih, akibatnya masyarakat lebih terfokus pada figur seorang Bupati. Hal ini terus berlanjut pada Bupati berikutnya, KH. Nashiruddin Al Mansur dan H. Buyar Winarso, SE.
Padahal secara konstitusional, seorang istri Bupati dituntut berkiprah setidaknya di tiga organisasi, yakni Dharma Wanita Persatuan (DWP), Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) dan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Daerah Tingkat Kabupaten (Mengelola Rumah Tangga Pejabat, Kebumen Ekspres, 6 Januari 2015). Belum lagi secara moral, banyak persoalan-persoalan sosial yang layak menjadi perhatian Ibu Bupati, karena tak mudah untuk ditangani secara kedinasan oleh instansi yang memiliki tupoksi terkait sekalipun. Apalagi yang tidak terkait dengan tupoksi dari seluruh instansi yang ada, misalnya pembinaan keluarga menyangkut hubungan suami-istri dan orang tua-anak dengan berbagai permasalahannya.
Pada Pemilihan Bupati Kebumen (Pilbup), 9 Desember 2015 nanti, ketiga pasangan calon (paslon) yang mendaftar semua laki-laki. Karena itu topik tentang figur istri Bupati perlu menjadi perbincangan, agar menjadi perhatian semua calon. Kata-kata bijak yang sudah cukup populer, “di belakang pria hebat, pasti ada perempuan hebat,” agaknya bisa menjadi rujukan dalam menilai calon yang hendak kita pilih nanti. Calon bupati yang hebat, yang bisa kita harapkan mampu memimpin Kebumen ke arah yang lebih baik, mesti didukung seorang istri yang hebat, yang mampu mendukung suami melaksanakan tugasnya, bukan malah sebaliknya menjadi alasan suami tidak optimal dalam bertugas.
Pemberdayaan perempuan
Peran dalam ketiga organisasi yang diamanahkan kepada istri Bupati, secara implisit memberi dua peran yang seharusnya dilakukan seorang istri Bupati. Sehingga semestinya seorang istri Bupati juga ikut menerima amanah begitu sang suami dilantik menjadi Bupati. Pertama, berperan dalam membina kehidupan keluarga, ini tercermin dalam perannya di DWP untuk membina keluarga PNS, agar bisa menjadi keluarga yang bisa ditauladani masyarakat. Sedangkan pembinaan terhadap keluarga selain PNS dilakukan melalui TP-PKK, meski tak menutup kemungkinan dalam kegiatan PKK juga banyak istri PNS yang terlibat.
Pembinaan keluarga akan mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) khususnya dari aspek emosi dan sikap (afektif). Karena melalui pendidikan formal, hasil dari proses pendidikan yang mampu terukur hanya aspek pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotorik). Padahal dalam Taksonomi Bloom (Benjamin S. Bloom, 1956) pendidikan mesti menyentuh ranah afektif, kognitif dan psikomotorik. Peningkatan kualitas SDM ini diharapkan akan bisa menurunkan angka pengangguran yang pada akhirnya juga berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarga dan menurunnya angka kemiskinan.
Kedua, berperan dalam membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Ini tercermin dari peran yang diberikan untuk istri Bupati dalam Dekranasda. Melalui Dekranasda, seorang istri Bupati diharapkan mampu mendorong ibu-ibu rumah tangga yang masih memiliki waktu luang untuk memanfaatkannya melakukan kegiatan ekonomi produktif dengan membuat kerajinan dan produk khas daerah.
Kegiatan peningkatan penghasilan keluarga tersebut secara langsung akan bisa menekan angka kemiskinan. Pengaruh selanjutnya adalah ikut mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan SDM. Dengan demikian bisa membantu memotong lingkaran setan kemiskinan, yakni kemiskinan menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan dan SDM sehingga kemudian juga melahirkan kemiskinan baru (regenerasi kemiskinan). Memang dalam prakteknya tak sesederhana perumusan tersebut, namun sedikit banyak kiprah istri Bupati akan menjadi penopang tercapainya tujuan pembangunan daerah, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya melalui pemberdayaan perempuan dan keluarga.
Selama ini, cukup banyak bisa kita temui di Kebumen, perempuan yang menjadi tulang punggung perekonomian keluarga. Bukan karena mereka memiliki kemampuan lebih dibanding suaminya, tapi umumnya lebih karena perasaan tidak teganya kalau anak-anaknya terlantar, tidak terpenuhi kebutuhannya. Sehingga meskipun sebenarnya tanggung jawab nafkah keluarga ada pada suami, tak sedikit suami yang malah hanya bekerja ala kadarnya sementara istrinya justru jungkir balik mencari nafkah, tidak jarang sampai harus menjadi buruh migran ke luar negeri.
Untuk mengoptimalkan perannya, istri Bupati harus pintar bergaul dan rajin berkomunikasi baik melalui tatap muka langsung atau media interaktif yang sekarang sudah lazim digunakan seperti facebook, twitter, whatsapp atau meotalk, media terbaru kerja sama kreatif pengusaha perempuan muda asal Kebumen, Novi Wahyuningsih, dengan mitranya dari Malaysia. Karena peran istri Bupati tidak mungkin dijalankan hanya dengan bekerja sendiri, melainkan harus melibatkan istri-istri pejabat lainnya dan tokoh-tokoh perempuan yang ada di Kebumen. Tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik, apalagi kalau kurang bisa memotivasi, tentu akan banyak kendala yang dihadapi istri Bupati dalam menjalankan kedua peran tersebut.
Mencerdaskan orang tua
Peran dalam pembinaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga yang dilakukan istri Bupati, selain memberi efek pemberdayaan perempuan dan keluarga, diharapkan juga bisa mencerdaskan orang tua, atau membuat orang tua menjadi cerdas dalam menjalankan perannya di tengah keluarga. Faktanya, meskipun pendidikan formal para orang tua sekarang jauh lebih tinggi dibandingkan beberapa puluh tahun lalu, tak membuat para orang tua sekarang lebih cerdas dalam menjalankan perannya di tengah keluarga. Hal ini diindikasikan dari beberapa peristiwa yang menunjukkan lemahnya pengetahuan dan ketrampilan orang tua dalam menangani persoalan paling elementer dalam berkeluarga.
Meski belum ada data statistik yang memadai, tapi masih sering dijumpai ibu yang mengalami keguguran lebih dari sekali, tanpa mengetahui penyebabnya. Sehingga bisa jadi seorang ibu (apalagi suaminya) tak menyadari kalau mengidap sindrom ACA (Anticardiolipin) atau APS (Antifosfolipid), yaitu salah satu penyebab seorang wanita sulit hamil atau mengalami keguguran berulang karena kelainan pengentalan darah. Karena semestinya begitu pernah mengalami keguguran, maka saat hamil lagi sangat dianjurkan untuk menjalani tes ACA. Demikian juga dengan pasangan subur yang tak kunjung memiliki keturunan. Fakta lain masih tingginya angka kematian bayi (AKB) yang masih tinggi di Kebumen. Pada tahun 2014 AKB Kabupaten Kebumen sebanyak 208 kasus, kedelapan tertinggi di Jawa Tengah, setelah Grobogan 406, Brebes 348 Cilacap 284, Tegal 263, Banyumas 258, Kota Semarang 252 dan Pemalang 210 (Kristina Candra, 2014).
Belum lagi menyangkut cara mendidik anak-anaknya. Masih sering kita dapati perilaku orang tua yang kurang pas dalam mendidik anak-anaknya di usia dini, yang masih menggunakan cara lama dengan banyak larangan, menakut-nakuti, membohongi dan lain sebagainya. Walaupun upaya untuk mengurangi perilaku tersebut sudah dilakukan antara lain melalui seminar dan pelatihan smart parenting. Tapi mungkin masih lebih banyak orang tua yang belum berkesempatan mengikuti dari pada yang sudah.
Kalau memahami kondisi tersebut, maka apakah melalui DWP atau TP-PKK, istri Bupati bisa mengajak masyarakat untuk menjadikan smart parenting sebagai sebuah gerakan. Mengajak masyarakat untuk bisa saling mengingatkan agar bisa menunjukkan perilaku yang cerdas dalam membina keluarganya. Jika langkah seperti ini bisa dilakukan, tentu akan mendorong perubahan yang fundamental di Kabupaten Kebumen. Pembangunan tak hanya ditunjukkan hasilnya secara fisik, tapi juga dibuktikan dengan semakin berkualitasnya generasi muda Kebumen sebagai hasil didikan orang tua-orang tua yang cerdas.
Agar harapan itu bisa menjadi kenyataan, momentum Pilbup perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin. Selain memperhatikan kualitas calon Bupati yang hendak kita pilih, kita perlu juga memperhatikan dan menimbang-nimbang kualitas istri calon Bupati tersebut. Siapakah dian
tara ketiga calon Bupati yang sudah mendaftar, yang istrinya paling memenuhi syarat untuk menjadi istri Bupati, mempunyai potensi yang bisa dikembangkan untuk menjalankan peran-peran istri Bupati. Hal ini akan memberikan nilai tambah bagi calon Bupati tersebut agar bisa menjadi pilihan masyarakat. Bagaimana?
Oleh: Yuniati Zainul Khasanah
Ibu rumah tangga, aktivis sosial dan admin group facebook Kebumen Bae Lah (KBL).
Padahal secara konstitusional, seorang istri Bupati dituntut berkiprah setidaknya di tiga organisasi, yakni Dharma Wanita Persatuan (DWP), Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) dan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Daerah Tingkat Kabupaten (Mengelola Rumah Tangga Pejabat, Kebumen Ekspres, 6 Januari 2015). Belum lagi secara moral, banyak persoalan-persoalan sosial yang layak menjadi perhatian Ibu Bupati, karena tak mudah untuk ditangani secara kedinasan oleh instansi yang memiliki tupoksi terkait sekalipun. Apalagi yang tidak terkait dengan tupoksi dari seluruh instansi yang ada, misalnya pembinaan keluarga menyangkut hubungan suami-istri dan orang tua-anak dengan berbagai permasalahannya.
Pada Pemilihan Bupati Kebumen (Pilbup), 9 Desember 2015 nanti, ketiga pasangan calon (paslon) yang mendaftar semua laki-laki. Karena itu topik tentang figur istri Bupati perlu menjadi perbincangan, agar menjadi perhatian semua calon. Kata-kata bijak yang sudah cukup populer, “di belakang pria hebat, pasti ada perempuan hebat,” agaknya bisa menjadi rujukan dalam menilai calon yang hendak kita pilih nanti. Calon bupati yang hebat, yang bisa kita harapkan mampu memimpin Kebumen ke arah yang lebih baik, mesti didukung seorang istri yang hebat, yang mampu mendukung suami melaksanakan tugasnya, bukan malah sebaliknya menjadi alasan suami tidak optimal dalam bertugas.
Pemberdayaan perempuan
Peran dalam ketiga organisasi yang diamanahkan kepada istri Bupati, secara implisit memberi dua peran yang seharusnya dilakukan seorang istri Bupati. Sehingga semestinya seorang istri Bupati juga ikut menerima amanah begitu sang suami dilantik menjadi Bupati. Pertama, berperan dalam membina kehidupan keluarga, ini tercermin dalam perannya di DWP untuk membina keluarga PNS, agar bisa menjadi keluarga yang bisa ditauladani masyarakat. Sedangkan pembinaan terhadap keluarga selain PNS dilakukan melalui TP-PKK, meski tak menutup kemungkinan dalam kegiatan PKK juga banyak istri PNS yang terlibat.
Pembinaan keluarga akan mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) khususnya dari aspek emosi dan sikap (afektif). Karena melalui pendidikan formal, hasil dari proses pendidikan yang mampu terukur hanya aspek pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotorik). Padahal dalam Taksonomi Bloom (Benjamin S. Bloom, 1956) pendidikan mesti menyentuh ranah afektif, kognitif dan psikomotorik. Peningkatan kualitas SDM ini diharapkan akan bisa menurunkan angka pengangguran yang pada akhirnya juga berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarga dan menurunnya angka kemiskinan.
Kedua, berperan dalam membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Ini tercermin dari peran yang diberikan untuk istri Bupati dalam Dekranasda. Melalui Dekranasda, seorang istri Bupati diharapkan mampu mendorong ibu-ibu rumah tangga yang masih memiliki waktu luang untuk memanfaatkannya melakukan kegiatan ekonomi produktif dengan membuat kerajinan dan produk khas daerah.
Kegiatan peningkatan penghasilan keluarga tersebut secara langsung akan bisa menekan angka kemiskinan. Pengaruh selanjutnya adalah ikut mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan SDM. Dengan demikian bisa membantu memotong lingkaran setan kemiskinan, yakni kemiskinan menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan dan SDM sehingga kemudian juga melahirkan kemiskinan baru (regenerasi kemiskinan). Memang dalam prakteknya tak sesederhana perumusan tersebut, namun sedikit banyak kiprah istri Bupati akan menjadi penopang tercapainya tujuan pembangunan daerah, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya melalui pemberdayaan perempuan dan keluarga.
Selama ini, cukup banyak bisa kita temui di Kebumen, perempuan yang menjadi tulang punggung perekonomian keluarga. Bukan karena mereka memiliki kemampuan lebih dibanding suaminya, tapi umumnya lebih karena perasaan tidak teganya kalau anak-anaknya terlantar, tidak terpenuhi kebutuhannya. Sehingga meskipun sebenarnya tanggung jawab nafkah keluarga ada pada suami, tak sedikit suami yang malah hanya bekerja ala kadarnya sementara istrinya justru jungkir balik mencari nafkah, tidak jarang sampai harus menjadi buruh migran ke luar negeri.
Untuk mengoptimalkan perannya, istri Bupati harus pintar bergaul dan rajin berkomunikasi baik melalui tatap muka langsung atau media interaktif yang sekarang sudah lazim digunakan seperti facebook, twitter, whatsapp atau meotalk, media terbaru kerja sama kreatif pengusaha perempuan muda asal Kebumen, Novi Wahyuningsih, dengan mitranya dari Malaysia. Karena peran istri Bupati tidak mungkin dijalankan hanya dengan bekerja sendiri, melainkan harus melibatkan istri-istri pejabat lainnya dan tokoh-tokoh perempuan yang ada di Kebumen. Tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik, apalagi kalau kurang bisa memotivasi, tentu akan banyak kendala yang dihadapi istri Bupati dalam menjalankan kedua peran tersebut.
Mencerdaskan orang tua
Peran dalam pembinaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga yang dilakukan istri Bupati, selain memberi efek pemberdayaan perempuan dan keluarga, diharapkan juga bisa mencerdaskan orang tua, atau membuat orang tua menjadi cerdas dalam menjalankan perannya di tengah keluarga. Faktanya, meskipun pendidikan formal para orang tua sekarang jauh lebih tinggi dibandingkan beberapa puluh tahun lalu, tak membuat para orang tua sekarang lebih cerdas dalam menjalankan perannya di tengah keluarga. Hal ini diindikasikan dari beberapa peristiwa yang menunjukkan lemahnya pengetahuan dan ketrampilan orang tua dalam menangani persoalan paling elementer dalam berkeluarga.
Meski belum ada data statistik yang memadai, tapi masih sering dijumpai ibu yang mengalami keguguran lebih dari sekali, tanpa mengetahui penyebabnya. Sehingga bisa jadi seorang ibu (apalagi suaminya) tak menyadari kalau mengidap sindrom ACA (Anticardiolipin) atau APS (Antifosfolipid), yaitu salah satu penyebab seorang wanita sulit hamil atau mengalami keguguran berulang karena kelainan pengentalan darah. Karena semestinya begitu pernah mengalami keguguran, maka saat hamil lagi sangat dianjurkan untuk menjalani tes ACA. Demikian juga dengan pasangan subur yang tak kunjung memiliki keturunan. Fakta lain masih tingginya angka kematian bayi (AKB) yang masih tinggi di Kebumen. Pada tahun 2014 AKB Kabupaten Kebumen sebanyak 208 kasus, kedelapan tertinggi di Jawa Tengah, setelah Grobogan 406, Brebes 348 Cilacap 284, Tegal 263, Banyumas 258, Kota Semarang 252 dan Pemalang 210 (Kristina Candra, 2014).
Belum lagi menyangkut cara mendidik anak-anaknya. Masih sering kita dapati perilaku orang tua yang kurang pas dalam mendidik anak-anaknya di usia dini, yang masih menggunakan cara lama dengan banyak larangan, menakut-nakuti, membohongi dan lain sebagainya. Walaupun upaya untuk mengurangi perilaku tersebut sudah dilakukan antara lain melalui seminar dan pelatihan smart parenting. Tapi mungkin masih lebih banyak orang tua yang belum berkesempatan mengikuti dari pada yang sudah.
Kalau memahami kondisi tersebut, maka apakah melalui DWP atau TP-PKK, istri Bupati bisa mengajak masyarakat untuk menjadikan smart parenting sebagai sebuah gerakan. Mengajak masyarakat untuk bisa saling mengingatkan agar bisa menunjukkan perilaku yang cerdas dalam membina keluarganya. Jika langkah seperti ini bisa dilakukan, tentu akan mendorong perubahan yang fundamental di Kabupaten Kebumen. Pembangunan tak hanya ditunjukkan hasilnya secara fisik, tapi juga dibuktikan dengan semakin berkualitasnya generasi muda Kebumen sebagai hasil didikan orang tua-orang tua yang cerdas.
Agar harapan itu bisa menjadi kenyataan, momentum Pilbup perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin. Selain memperhatikan kualitas calon Bupati yang hendak kita pilih, kita perlu juga memperhatikan dan menimbang-nimbang kualitas istri calon Bupati tersebut. Siapakah dian
tara ketiga calon Bupati yang sudah mendaftar, yang istrinya paling memenuhi syarat untuk menjadi istri Bupati, mempunyai potensi yang bisa dikembangkan untuk menjalankan peran-peran istri Bupati. Hal ini akan memberikan nilai tambah bagi calon Bupati tersebut agar bisa menjadi pilihan masyarakat. Bagaimana?
Oleh: Yuniati Zainul Khasanah
Ibu rumah tangga, aktivis sosial dan admin group facebook Kebumen Bae Lah (KBL).