IMAM/EKSPRES |
Berdasarkan data yang diperoleh dari Forum Peduli Aids (FPA) Bougenville Kabupaten Kebumen, tercatat 1.200 orang merupakan laki-laki seks laki-laki (LSL) atau homoseksual. Jumlah itu diperkirakan belum menunjukkan jumlah sebenarnya mengingat masih tertutupnya sejumlah pelaku LSL lainnya.
Mereka berasal dari banyak kalangan dari kalangan masyarakat biasa serta pengusaha bahkan mantan narapidana. Alasan dibalik perilaku penyimpangan seksual tersebut sangatlah beragam, mulai dari tuntutan ekonomi, rasa ingin tahu hingga dendam karena pernah menjadi korban.
Salah satu orang yang mengakui dirinya LSL, sebut saja namanya Echa (47) - tentu bukan nama sebenarnya - mengatakan, keseharian para homoseksual tak ada bedanya dengan pria normal lain. “Semuanya berjalan sebagaimana umumnya, saya juga mempunyai keluarga istri dan anak,” jelas pria yang penampilannya yang sangat macho tersebut.
Echa kepada kebumenekspres.com mengaku sudah menjalani kehidupan seks tak wajar itu selama kurang lebih 25 tahun terakhir atau saat usianya baru sekitar 20 tahun. Sebagaimana umumnya anak remaja, dia pun ingin bergaya hidup seperti teman-temannya. Maksud hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai. Ungkapan itulah yang mungkin tepat untuk menggambarkan awal mula perjalanan panjang Echa menjadi bagian dari LSL.
Demi mendapatkan uang maka dia rela menjajakan tubuhnya kepada salah satu penikmat seks sejenis. Dengan menuntaskan hasrat penikmatnya dia pun akan mendapatkan imbalan uang yang banyak. Hal tersebut berlangsung lama. Namun sebagaimana layaknya hubungan sesaat, hubungan tersebut pun berakhir. Kemungkinan pria mapan yang menjadi langganannya sudah merasa jenuh dan ingin berganti dengan pria yang lain. “Itu berlangsung lama. Untungnya uang dari hasil tersebut saya kumpulkan untuk biaya hidup dan mendirikan usaha,” tuturnya, Selasa (5/8/2015).
Waktu yang lama ternyata telah merubah semua keadaannya. Hubungan sejenis yang semula hanya demi mencari uang tersebut, ternyata perlahan telah membuatnya menjadi penikmat. Namun Echa yang dulu bukanlah Echa yang sekarang. Kini dengan kondisi ekonominya yang sudah mapan dia bukalah menjadi pelayan lagi, akan tetapi telah berubah menjadi pengguna jasa. “Ya terkadang pelajar SMA, atau remaja lainnya. Namun kalau akan sekolah biasanya lebih sehat dan bersih,” tuturnya.
Terpisah , Koordinator FPA Bougenville Kebumen Solekhan mengatakan, hal yang dialami oleh Echa bisa saja dialami oleh siapapun, terutama bagi remaja umur 18-20 tahun. Adanya fenomena ini tentunya sangat memprihatinkan bagi semua orang tua. Pasalnya, penyimpangan tersebut tidaklah bisa dideteksi dari perubahan sikap. Maka dari itu orang tua hendaknya waspada apabila anaknya berada dalam satu kamar selama berjam-jam meskipun dengan teman sesama jenis. “Perubahan sikap paling terjadi dalam beberapa hari saja. Setelah itu semuanya terlihat biasa. Jangan salah, penampilan LSL tidak selalu ngondek” ucapnya.
Solekhan menambahkan penyimpangan ini sebenarnya bukan merupakan hal baru dan sudah telah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Akan tetapi kini komunitas tersebut sudah sudah semakin berani menampakkan eksistensinya. “Bahkan sebelum maraknya gadget, keberadaan homoseksual sudah berada di Kabupaten Kebumen tercinta ini,” bebernya.(mam)