imam/ekspres |
KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Pengelola obyek wisata (Obwis) Pantai Menganti Desa Karangduwur, Kecamatan Ayah, menawarkan jalur damai untuk menyelesaikan penebangan sejumlah pohon jati milik Perhutani yang sudah masuk ranah hukum.
Pihak pengelola menyatakan, penebangan pohon itu justru menguntungkan kedua belah pihak, baik Desa Karangduwur Kecamatan Ayah maupun Perum Perhutani sendiri.
Ketua Tim Pengelola Obwis Menganti Sukiran bersama sejumlah perangkat Desa Karangduwur Kecamatan Ayah, mengatakan penebangan pohon jati milik Perum Perhutani pada bulan puasa atau Juni lalu itu bukannya tanpa alasan. "Kalau tidak ditebang, selain akan mempersempit jalan juga mengganggu sawah penduduk yang ada di sekitarnya karena pohon tersebut berada di tepi sawah,” jelasnya kepada kebumenekspres.com, di kantor balai desa setempat, Rabu (26/8/2015).
Adapun setelah dipotong rencananya kayu akan digunakan untuk jembatan tiga pohon, satu pohon telah kropos, dan dua pohon dijual Rp 1,9 Juta untuk keperluan berbuka puasa para pekerja. Namun sudah berada di Polres bahkan kayu yang semula telah dijual, kini dikembalikan untuk barang bukti di Polres Kebumen," katanya.
Keberadaan jalan itu sendiri sangat penting bagi warga tiga desa di Kecamatan Ayah, Desa Argopeni, Karangduwur dan Srati. Jalan tersebut sudah ada sejak zaman dahulu. Dan biasa digunakan untuk kegiatan adat dan acara tahunan desa. "Seiring dengan perkembangan jaman dan untuk mengurai kemacetan maka pihak desa dan pengelola pariwisata bermaksud mengaktifkan jalan Diponegoro tersebut dengan memperbaiki struktur jalan. Jalan itu nantinya juga akan memudahkan Perhutani mengangkut kayu," imbuhnya.
Jalan Diponegoro lanjutnya, keberadaannya memang tepat di perbatasan desa dan lahan milik perhutani. Disitu terdapat enam pohon jati yang miring kejalan dan juga terletak persis di samping sawah milik penduduk.
Kejadian ini berawal saat KPH Perum Perhutani Kedu Selatan yang berkedudukan di Purworejo melaporkan perusakan hutan di kawasan Desa Karangduwur Kecamatan Ayah. Menurut salah satu saksi, Sutarjo, ada 6 pohon jati yang ditebang. Penebangan ini diduga berkaitan dengan kesepakatan antara Perum Perhutani dan desa Karangduwur Kecamatan Ayah soal pengembangan obwis Pantai Menganti.
Perum Perhutani mengijinkan pemerintah Desa Karangduwur mengelola obwis tersebut. Sesuai kesepakatan, obwis Menganti dikelola pihak desa namun Perum Perhutani mendapat bagi hasil 30 persen dari penghasilan dari obwis tersebut. Sisanya, 70 persen, menjadi hak desa.
Melihat peluang itu, pemerintah Desa Karangduwur berencana melakukan pengembangan obyek wisata Pantai Menganti dengan menghidupkan obwis Curug Sawangan dan Goa Siwowo. Pengembangan dilakukan dengan memperlebar jalur menuju dua obwis yang berada sektitar 1 km dari Pantai Menganti.
Konsekuensinya, sejumlah pohon jati milik Perhutani yang berada di jalur tersebut ditebang. Dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah Desa Karangduwur, Sutarjo lantas diganti. Jabatan Ketua LMDH itu lantas diisi oleh Tulus Widodo. Dan, penebangan terhadap sejumlah pohon jati pun dilakukan. Selain itu, menurut Suarjo, pemerintah desa Karangduwur mengingkari perjanjian soal bagi hasil pendapatan Obwis Menganti.
Salah satu Staff Pengelola Pariwisata Tunisman membantah keterangan Sutarjo. Berkaitan dengan sharing 30 persen dan 70 persen pihak pengelola juga telah memenuhi semua kewajiban tersebut. Pemberian hak 30 persen untuk perhutani dilaksanakan dengan sistem pembayaran triwulan sesuai MoU yang telah disepakati bersama.
Adapun pada pembayaran pertama pengelola pariwisata telah membayar Rp 5,5 Juta. Pembayaran kedua Rp 26,8 Juta dan pembayaran ke tiga April-Juni Rp 46,4 juta. Sedangkan sharing pada Bulan Juli-Agustus hingga kini telah terkumpul Rp 45.7 Juta.“Kita telah membayar semuanya sesuai dengan kesepakatan yang ada, untuk triwulan ketiga memang belum kita bayarkan pasalnya akan dibayarkan pada Bulan September mendatang,” jelasnya.
Tunisman menambahkan, jika penggantian ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebenarnya sudah sesuai prosedur. Dan hal itu juga dikordinasikan bersama dengan pihak perhutani. Alasannya LMDH yang lama telah vakum dan tidak ada kegiatan.“Kita mengganti kepengurusan dengan sudah dengan prosedur, alasannya memang LMDH yang lama vakum, maka diadakan reorganisasi. Hal itu juga telah diketahui oleh Pehutani,” ucapnya.
Ketua LSM Tim Pendamping Masyarakat Sukamsi mengatakan, persoalan ini hanya miskomunikasi saja dan hal ini telah diselesaikan dengan baik
Salah satu Staff Pengelola Pariwisata Tunisman mengatakan, berkaitan dengan sharing 30 persen dan 70 persen pihak pengelola juga telah memenuhi semua kewajiban tersebut. Pemberian hak 30 persen untuk perhutani dilaksanakan dengan sistem pembayaran triwulan sesuai MoU yang telah disepakati bersama.
Adapun pada pembayaran pertama pengelola pariwisata telah membayar Rp 5,5 Juta. Pembayaran kedua Rp 26,8 Juta dan pembayaran ke tiga April-Juni Rp 46.4 juta. Sedangkan sharing pada Bulan Juli-Agustus hingga kini telah terkumpu Rp 45.7 Juta.“Kita telah membayar semuanya sesuai dengan kesepakatan yang ada, untuk triwulan ketiga memang belum kita bayarkan pasalnya akan dibayarkan pada Bulan September mendatang,” jelasnya.
Tunisman menambahkan, jika penggantian ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebenarnya sudah sesuai prosedur. Dan hal itu juga dikordinasikan bersama dengan pihak perhutani. Alasannya LMDH yang lama telah vakum dan tidak ada kegiatan.“Kita mengganti kepengurusan dengan sudah dengan prosedur, alasannya memang LMDH yang lama vakum, maka diadakan reorganisasi. Hal itu juga telah diketahui oleh Pehutani,” ucapnya.
Ketua LSM Tim Pendamping Masyarakat Sukamsi mengatakan, persoalan ini hanya miskomunikasi saja dan hal ini telah diselesaikan dengan baik.(mam)