PURWOREJO- Hasil panen dari padi hibrida hasil pelaksanaan proyek pertanian tahun 2015 di Desa Banyuyoso, Kecamatan Grabag Purworejo dipertanyakan masyarakat. Dijanjikan akan meningkat, ternyata hasilnya tidak sesuai harapan. Selain itu ada dugaan pelaksanaan proyek yang dikelola Kelompok Tani Sri Rahayu 1 itu tidak sesuai dengan prosedur atau petunjuk teknis yang sebetulnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam proyek itu Desa Banyuyoso mendapatkan bantuan sebesar Rp 91 juta. Sesuai petunjuk, alokasi dana sejumlah itu seharusnya dilaksanakan untuk lahan seluas 25 hektare. Namun, dalam pelaksanaannya hanya direalisasikan untuk lahan seluas 17 hektare.
Paijo (65) petani penerima proyek yang tinggal RT 01 RW 02 Desa Wonoyoso mengaku mengetahui bahwa sebetulnya benih tersebut sisa untuk mencukupi lebih dari 17 hektare, tetapi tidak seluruhnya dibagikan ke petani.
“Banyak yang lihat benihnya masih sisa,” ucapnya, kemarin.
Santoso (54), petani lain yang memiliki lahan seluas 2,5 iring mengaku merasa keberatan lantaran ditarik biaya tambahan untuk sarana produksi tanam sebesar Rp 250 ribu dan traktor Rp 250 ribu.
“Untuk tanam ditarik Rp 100 ribu per iring. Saya juga kaget, setahu saya tidak ditarik lagi karena ini proyek pemerintah,” ungkapnya.
Paijo juga kecewa lantaran jatah penyemprotan yang diberikan hanya 2 kali, padahal seharusnya sesuai aturan sebanyak 6 kali. Akibatnya, hasil panen hampir gagal. Petani mengeluarkan biaya lagi untuk penyemprotan. Meski sudah di semprot lagi, kualitas padi tidak sesuai harapan dan kuantitasnya pun menurun.
"Per iring hanya keluar sekitar 11 kuintal. Padahal tanpa proyek dan dikelola sendiri dengan padi biasanya, hasil panen bisa keluar 13-14 kuintal," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sri Rahayu 1, Sugito, didampingi bendahara kelompok tani, Sunarto menjelaskan, selain Banyuyoso, ada dua desa lain penerima bantuan di Kecamatan Grabag, yakni Desa Wonoenggal dan Dungus. Dalam proyek itu, Desa Banyuyoso mengajukan untuk 3 kelompok tani, yakni Sri Rahayu 1, 2 dan 3. Dari hasil pengajuan itu diputuskan bantuan senilai Rp 91 juta untuk Kelompok Tani Sri Rahayu 1.
Dari Rp 91 juta yang diterima, sebanyak Rp 55 juta diserahkan kepada PPL secara cas untuk pengadaan benih 375 kilogram, pupuk, dan obat secukupnya. Sementara sisanya, diserahkan kepada ketua kelompok Tani Sri Rahayu 2 yang juga sebagai Sekdes Banyuyoso, Eko Wahyudi, untuk membiayai sarana produksi proyek seperti penyebaran benih, penanaman, penyemprotan dan biaya pertemuan sebanyak 6 kali.
“Jumlah benih yang tersedia hanya 375 Kg dan dinilai tidak mencukupi untuk lahan seluas 25 hektare sesuai petunjuk. Jadi yang direalisasikan hanya 17 hektare,” jelasnya.
Sementara itu, terkait penarikan biaya tambahan untuk biaya penamanan dan pembajakan kepada warga, keduanya enggan memberikan penjelasan secara rinci. (baj)
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam proyek itu Desa Banyuyoso mendapatkan bantuan sebesar Rp 91 juta. Sesuai petunjuk, alokasi dana sejumlah itu seharusnya dilaksanakan untuk lahan seluas 25 hektare. Namun, dalam pelaksanaannya hanya direalisasikan untuk lahan seluas 17 hektare.
Paijo (65) petani penerima proyek yang tinggal RT 01 RW 02 Desa Wonoyoso mengaku mengetahui bahwa sebetulnya benih tersebut sisa untuk mencukupi lebih dari 17 hektare, tetapi tidak seluruhnya dibagikan ke petani.
“Banyak yang lihat benihnya masih sisa,” ucapnya, kemarin.
Santoso (54), petani lain yang memiliki lahan seluas 2,5 iring mengaku merasa keberatan lantaran ditarik biaya tambahan untuk sarana produksi tanam sebesar Rp 250 ribu dan traktor Rp 250 ribu.
“Untuk tanam ditarik Rp 100 ribu per iring. Saya juga kaget, setahu saya tidak ditarik lagi karena ini proyek pemerintah,” ungkapnya.
Paijo juga kecewa lantaran jatah penyemprotan yang diberikan hanya 2 kali, padahal seharusnya sesuai aturan sebanyak 6 kali. Akibatnya, hasil panen hampir gagal. Petani mengeluarkan biaya lagi untuk penyemprotan. Meski sudah di semprot lagi, kualitas padi tidak sesuai harapan dan kuantitasnya pun menurun.
"Per iring hanya keluar sekitar 11 kuintal. Padahal tanpa proyek dan dikelola sendiri dengan padi biasanya, hasil panen bisa keluar 13-14 kuintal," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sri Rahayu 1, Sugito, didampingi bendahara kelompok tani, Sunarto menjelaskan, selain Banyuyoso, ada dua desa lain penerima bantuan di Kecamatan Grabag, yakni Desa Wonoenggal dan Dungus. Dalam proyek itu, Desa Banyuyoso mengajukan untuk 3 kelompok tani, yakni Sri Rahayu 1, 2 dan 3. Dari hasil pengajuan itu diputuskan bantuan senilai Rp 91 juta untuk Kelompok Tani Sri Rahayu 1.
Dari Rp 91 juta yang diterima, sebanyak Rp 55 juta diserahkan kepada PPL secara cas untuk pengadaan benih 375 kilogram, pupuk, dan obat secukupnya. Sementara sisanya, diserahkan kepada ketua kelompok Tani Sri Rahayu 2 yang juga sebagai Sekdes Banyuyoso, Eko Wahyudi, untuk membiayai sarana produksi proyek seperti penyebaran benih, penanaman, penyemprotan dan biaya pertemuan sebanyak 6 kali.
“Jumlah benih yang tersedia hanya 375 Kg dan dinilai tidak mencukupi untuk lahan seluas 25 hektare sesuai petunjuk. Jadi yang direalisasikan hanya 17 hektare,” jelasnya.
Sementara itu, terkait penarikan biaya tambahan untuk biaya penamanan dan pembajakan kepada warga, keduanya enggan memberikan penjelasan secara rinci. (baj)