cahyo/radmas |
Upaya hukum terpidana mati Saridi agar lolos dari maut itu, akhirnya kandas karena Presiden Joko Widodo menolak permohonan grasi Saridi yang dimohonkan oleh kuasa hukumnya, Budi Wiyono, pada 2002 lalu.
“Meski sudah ada penolakan grasi dari Presiden, kami masih memikirkan upaya hukum selanjutnya. Tidak menutup kemungkinan kami akan mengajukan PK (Peninjauan kembali)," tutur penasehat hukum itu, kemarin.
Seperti diketahui, melalui proses persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Purbalingga yang dipimpin Achmad Sukandar dengan anggota Tulus Basuki dan Bagus Irawan menjatuhkan hukuman mati terhadap warga Desa Karangtengah, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga itu. Vonis itu sama seperti tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kasmin.
Dalam dakwaannya, JPU Kasmin SH menuduh Saridi pada 31 Januari 2002 sekitar pukul 01.00 membunuh pasangan Khotiyu dan Poniyah, yang juga tetangganya sendiri. Motif pembunuhan itu dilatari utang piutang. Kedua korban tidak kunjung melunasi utangnya sebesar Rp 3 juta kepada Saridi.
Pada malam kejadian, Saridi menemui pasangan itu di sebuah gubuk di areal kolam ikan. Upaya menagih utang itu berbuntut perang mulut. Karena emosi, Saridi meraih linggis yang ada di gubug itu dan menghantam kepala suami isteri itu hingga tewas.
Saridi sempat kabur ke Jakarta. Namun dalam hitungan hari, petugas polisi dari Satreskrim Polres Purbalingga berhasil meringkus pelaku di Jakarta. Kemudian dalam persidangan di PN Purbalingga, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kasmin SH menjeratnya dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan primer pasal 340 KHUP juncto pasal 65 ayat 1, dakwaan subsidair 338 KUHP juncto pasal 65 ayat 1, dan dakwaan lebih subsidair pasal 351 KUHP juncto pasal 65 ayat 1. (amr)