SUDARNO AHMAD/ESKPRES |
Itu lantaran lantaran sumur dan tandon air mulai mengering. Lebih diperparah lagi, di desa tersebut warga tidak dapat membuat sumur gali karena ketiadaan mata air. Untuk memenuhi kebutuhan air, mereka sangat tergantung dengan air hujan yang ditampung di dalam kolam. Tidak mengherankan jika semua rumah memiliki penampungan air hujan lebih dari dua kolam. Kolam yang satu airnya khusus untuk memasak. Kolam yang lain untuk mencuci dan mandi.
Kondisi ini sudah terjadi bertahun-tahun, dan hingga kini persoalan tersebut belum terpecahkan. Untuk keperluan mandi dan cuci pada musim kemarau seperti saat ini, warga terpaksa harus berjalan kaki naik turun tebing sejauh satu kilometer untuk mendapatkan air bersih. Bagi warga yang mampu, untuk minum dan memasak, terpaksa membeli air galon.
Seorang warga setempat, Paryati (70), mengatakan, setiap musim kemarau di wilayahnya selalu kekurangan air bersih. Musim kemarau berkepanjangan membuat warga kesulitan memasak, mandi, dan mencuci.
Tak mengherankan, setiap musim kemarau warga sangat mengandalkan pada distribusi air bersih dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). “Kalau musim kemarau memang selalu kaya gini. Untuk kebutuhan air terutama untuk memasak dan minum kami sangat tergantung dengan bantuan,” tuturnya, saat menerima bantuan air bersih yang dikirim oleh BPBD Kebumen, belum lama ini.
Biasanya, kata dia, bantuan air bersih itu hanya mampu memenuhi kebutuhan air untuk tiga hari saja. Sisanya, warga masih harus mencari air sendiri di wilayah yang letaknya lebih rendah.
Untuk menanggulangin kekurangan air bersih, BPBD Kebumen mengerahkan 13 armada, delapan tangki, tiga truk, dan dua pikap. Hingga pekan ini BPBD sudah melakukan droping air sebanyak 1.514 tangki.(ori)