![]() |
NURUL FATAH |
Sekitar pukul 21.20 WIB, ketika pohon itu terbelah dan tercerabut sebagian akarnya, kehebohan sudah berlangsung dari warga yang tengah berada di komplek alun-alun. Selang beberapa saat, informasi itu pun telah menyebar dari mulut ke mulut, telepon dan sms, sampai media sosial. Tak heran, sampai sekitar pukul 00.00 dini hari, beringin masih didatangi warga yang penasaran.
Keeseokan harinya, kehebohan pun kian menjadi. Warga bergiliran melihat langsung pohon yang telah ada sejak zaman Belanda itu. Sebagian asyik memfoto hingga berselfie ria. “Ini peristiwa unik mas, numpang foto untuk DP (Display Picture –red). Penasaran juga, katanya kan beringin ini angker,” tutur seorang pengunjung.
Di media sosial, terutama facebook, insiden itupun ramai beredar. Dari yang sekadar menampilkan foto dan keterangan, menganalisa ke sana kemari, sampai yang mengeditnya menjadi meme-meme yang lucu dan menggelikan. Tak hanya berkembang di Batang, perbincangan ihwal robohnya beringin itu juga meluas ke sejumlah daerah tetangga, termasuk Tegal.
“Beringin roboh jadi trending topik, mas. Warga biasa sampai pakar metafisika sibuk menganalisa, pertanda apakah ini?,” kata warga Batang, Ridho.
Para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di komplek Pemkab Batang pun tak mau ketinggalan memperbincangkannya. Sebagian meyakini keberadaan pohon itu telah menjadi simbol Kota Batang.
“Di lihat dari arah mata angin, posisi perkantoran Bupati, pohon beringin, dan Sigandu berposisi satu arah, selatan ke utara. Konon, dulu ada mitos yang menghubungkan kekuasaan kadipaten dengan kekuasaan Pantai Utara, yakni Dewi Lanjar. Maka robohnya beringin diyakini warga menjadi petunjuk tertentu,” terang salah satunya.
Namun sumber lainnya menolak mistifikasi insiden itu. Robohnya beringin dianggap tak lebih sebagai gejala alam, yakni usia pohon yang telah tua, akar dan batang yang melapuk, serta cuaca kemaraulah yang jadi penyebabnya.
“Zaman sudah modern, masih saja berpikir mitos dan takhayul. Kalau memang beringin dianggap keramat, nyatanya banyak orang yang sering buang air kecil di situ,” tukas Iwan.
Sampai dengan kemarin siang, warga masih berdatangan ke Alun-alun Batang. Sementara beberapa pengunjung tengah asyik mengamati, petugas dari DCKTR sudah mulai membersihkan ranting dan dedaunan yang berjatuhan.
“Siang sampai sore ini (kemarin –red) kita bersihkan. Rencananya mau kita kepras sesuai kondisi pohon setelah terbelah, mungkin sebagian akan ditarik dan diberdirikan lagi,” ujar Kabid Kebersihan, PJU, dan ESDM pada DCKTRK dan ESDM Batang, M Safi’i SP MM.
Cuaca Cerah
Sementara itu, dari informasi yang berhasil didapat, saat sebelum pohon beringin tersebut roboh, tidak ada tanda apapun. Kondisi cuaca pada saat itu cerah dan tidak ada tanda-tanda akan turun hujan maupun angin kencang, sehingga masyarakat yang berjualan di sekitar alun-alun juga tidak mengira jika pohon yang juga merupakan simbol Alun-alun Batang tersebut akan terbelah dan roboh.
Pada awalnya banyak warga yang berada di bawah pohon Beringin tersebut, karena memang sehari-hari digunakan untuk tempat nongkrong. Namun tiba-tiba warga tersebut mendengar ada bunyi seperti kayu patah secara perlahan, sehingga menyebabkan warga yang berada di bawah pohon lari ketakutan.
Pohon Beringin yang usianya diperkirakan sudah mencapai ratusan tahun tersebut terbelah menjadi dua bagian. Sisi pertama menjorok ke arah Utara, dan sebagian sisi lainnya menjorok ke arah Selatan. Di tengah-tengah kedua sisi tersebut nampak sebuah lubang kira-kira lebih dari satu meter.
Dengan robohnya pohon tersebut, Pemkab Batang langsung mengambil tindakan dan berkoordinasi dengan para ulama dan sesepuh. Bahkan, sebelum dilakukan pembersihan pohon tersebut, pihak Pemkab bersama dengan tokoh ulama yakni Imam Masjid Agung Batang menggelar doa bersama untuk keselamatan dan pemotongan tumpeng. Dan rencananya, pada Jumat (hari ini-red) juga akan digelar tasyakuran di alun-alun Batang. (sef/rul)