PURWOREJO--Penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN) tidak perlu dirayakan dengan besar-besaran. Pasalnya, santri dan kyai merupakan benteng penjaga moral bangsa, sehingga santri dan kyai diminta untuk tidak terbuai dengan tawaran tersebut.
Hal itu diungkapkan KH R Mahfudz Hamid pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Maron Loano Purworejo yang juga Pengurus Pusat GP Ansor, akhir pekan lalu. Menurutnya, peringatan HSN berpotensi memberikan dampak negatif bagi dunia pesantren.
"HSN berpotensi menjadi mainan baru bagi pesantren-pesantren di Indonesia. Santri memiliki kewajiban mengaji, Kyai juga memiliki kewajiban mengajar para santri. Jika disibukkan dengan peringatan HSN saya khawatir aktivitas di pesantren menjadi terganggu," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, tawaran HSN ini menurutnya memiliki muatan politis yang cukup kental. Pasalnya, pola yang di lakukan pemerintahan Jokowi ini nyaris sama dengan saat pemerintahan Orde Baru zaman rezim Soeharto berkuasa.
"Waktu itu kita diberikan wadah-wadah sehingga betul-betul menjadi terkotak-kotak seperti ICMI, MUI, KNPI dan lain sebagainya. Sehingga sangat mudah dikendalikan serta tidak memiliki kebebasan karena sudah di setir oleh foundingnya masing-masing," tambahnya.
Kyai muda yang sering di sapa Gus Afud ini menambahkan, kekhawatirannya tersebut sangatlah beralasan. Selain disinyalir mengandung muatan politis untuk kepentingan penguasa peringatan HSN, Pesantren juga mesti belajar dari sejarah bagaimana orde baru dulu mengendalikan umat Islam.
"Silahkan saja HSN di peringati, namun jangan sampai terlalu larut dalam uforia dan senantiasa waspada. Pasalnya tugas seorang santri tidak lain adalah mengaji," tandasnya.
Gus Afud juga menghimbau kepada para kyai pengasuh pondok pesantren untuk dapat menahan diri. "Cukuplah peringatan itu dijadikan sebagai refleksi. Tidak perlu menggelar kegiatan yang dapat mengganggu kegiatan belajar mengajar di pesantren," tandasnya. (baj)
Hal itu diungkapkan KH R Mahfudz Hamid pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Maron Loano Purworejo yang juga Pengurus Pusat GP Ansor, akhir pekan lalu. Menurutnya, peringatan HSN berpotensi memberikan dampak negatif bagi dunia pesantren.
"HSN berpotensi menjadi mainan baru bagi pesantren-pesantren di Indonesia. Santri memiliki kewajiban mengaji, Kyai juga memiliki kewajiban mengajar para santri. Jika disibukkan dengan peringatan HSN saya khawatir aktivitas di pesantren menjadi terganggu," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, tawaran HSN ini menurutnya memiliki muatan politis yang cukup kental. Pasalnya, pola yang di lakukan pemerintahan Jokowi ini nyaris sama dengan saat pemerintahan Orde Baru zaman rezim Soeharto berkuasa.
"Waktu itu kita diberikan wadah-wadah sehingga betul-betul menjadi terkotak-kotak seperti ICMI, MUI, KNPI dan lain sebagainya. Sehingga sangat mudah dikendalikan serta tidak memiliki kebebasan karena sudah di setir oleh foundingnya masing-masing," tambahnya.
Kyai muda yang sering di sapa Gus Afud ini menambahkan, kekhawatirannya tersebut sangatlah beralasan. Selain disinyalir mengandung muatan politis untuk kepentingan penguasa peringatan HSN, Pesantren juga mesti belajar dari sejarah bagaimana orde baru dulu mengendalikan umat Islam.
"Silahkan saja HSN di peringati, namun jangan sampai terlalu larut dalam uforia dan senantiasa waspada. Pasalnya tugas seorang santri tidak lain adalah mengaji," tandasnya.
Gus Afud juga menghimbau kepada para kyai pengasuh pondok pesantren untuk dapat menahan diri. "Cukuplah peringatan itu dijadikan sebagai refleksi. Tidak perlu menggelar kegiatan yang dapat mengganggu kegiatan belajar mengajar di pesantren," tandasnya. (baj)