• Berita Terkini

    Kamis, 22 Oktober 2015

    Hindari Resistensi Ormas, Imigran Dibawa Keluar DIJ

    RIZAL SN/RADAR JOGJA
    Kecam Pengusiran Imigran Afghanistan
    JOGJA - Setelah mendapat penolakan dari salah satu ormas, 30 imigran asal Afganistan dan satu orang asal Myanmar akhirnya dipindahkan dari DIJ, Rabu (21/10) kemarin. Dinas Sosial DIJ menyerahkan imigran ke Kemenkum HAM.

    Kepala Dinas Sosial DIJ Untung Sukaryadi mengatakan, DIJ memang masuk dalam daerah yang bekerja sama dengan International Organization of Migration (IOM) sejak 2006. Kedatangan para imigran ke DIJ tidak lepas dari kerja sama dengan misi kemanusiaan ini.

    ”Jadi IOM bekerjasama dengan imigrasi, kemudian para imigran ditempatkan di Ambarbinangun , Sewon. Kita koordinasi dengan direktorat, mereka ditempatkan di sana rencananya selama batas Juli 2016,” katanya kepada Radar Jogja, Rabu (21/10) kemarin.

    Lebih lanjut, Untung mengatakan, apabila akan memperpanjang masa tinggal maka harus mengajukan perpanjangan. Program ini sifatnya sementara, melibatkan negara-negara yang menampung mereka. Dijelaskan, program ini dibiayai lembaga di bawah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

    Untung menyebutkan, dari para imigran yang notabene masih berusia remaja itu didominasi para yatim piatu. ”Ada yang tidak punya orang tua, terpisah dari orang tuanya. Seleksinya di imigrasi, yang membiayai perpindahan IOM di seluruh Indonesia,” ungkapnya.

    Mengenai adanya insiden pengusiran oleh salah satu ormas, pihaknya mengakui hal itu. Para imigran memang dipindahkan ke Balai Besar Latihan Masyarakat (BBLM) Sleman.
    ”Terkait kejadian kemarin diinapkan di Sleman, tapi hari ini (kemarin) sudah tidak ada di Jogja. Saya tidak tahu dipindahkan kemana. Kami menyerahkan ke Kemenkum HAM dan Dirjen Imigrasi. Hanya imigrasi yang tahu,” ujarnya.

    Dia beralasan, tugas pemda dan dinsos hanya untuk memfasilitasi dan penyediaan tempat. ”Kita sifatnya membantu pelayanan. Kalau ada resistensi harus kita hindarkan, kita serahkan kembali karena sifatnya hanya dititipi,” tandasnya.

    Sementara itu, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di DIJ mengecam tindakan salah satu ormas yang mengusir imigran asal Afghanistan dan Myanmar ini. Mereka menyebut, pemerintah yang menjadi tujuan imigran harus memberikan perlindungan.

    Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) Jogjakarta Eko Riyadi mengatakan, pemerintah yang menjadi lokasi singgahan imigran harus melihat aspek hukum internasional, dan bukan dari aspek teologi semata.

    ”Tindakan pengusiran itu tindakan kriminal. Tugas negara adalah melindungi mereka para pengungsi,” katanya, kemarin.

    Eko menegaskan, pemerintah memiliki kewajiban melindungi imigran. Sebab, para imigran yang ada di Ambarbinangun kemarin, memiliki kartu tanda pengungsi dari organisasi PBB yang mengurusi pengungsi yakni UNHCR. ”Ada asas non-refoulement (tidak memaksa pengungsi). Negara tidak boleh memulangkan pengungsi yang potensial akan menjadi korban,” lanjutnya.

    Sebelumnya, karena desakan salah satu ormas, puluhan imigran yang berada di Balai Pemuda Ambarbinangun, Bantul dipaksa keluar dari tempat tersebut, Senin (19/10) malam. Mereka disebut memiliki paham syiah yang ditentang mayoritas umat Islam Indonesia. Setelah mendapatkan penolakan dari massa FUI DIJ, imigran sempat dipindahkan dari Balai Pemuda di Ambarbinangun ke BBLM Sleman. Mereka juga disebut sempat dibawa ke Mapolres Bantul untuk diamankan. Rabu (21/10) pagi dengan menggunakan sebuah bus dari Kepolisian, puluhan imigran tersebut dipindahkan ke luar DIJ melalui Jalan Magelang dan melewati batas wilayah DIJ. (riz/ila)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top