SUDARNO AHMAD/EKSPRES |
Hal itu dikatakan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kebumen, Adi Pandoyo, saat menjadi narasumber pada rapat koordinasi stakeholder kesiapan pengawasan Pilbup Kebumen 2015, di Hotel Candisari Karanganyar, baru-baru ini.
"Jumlah DPT yang telah ditetapkan sebanyak 1.076.596 pemilih. Terdiri dari 541.450 pemilih laki-laki dan 535.146 perempuan. Dari jumlah itu, jumlah PNS di Kabupaten Kebumen sebesar 1,29 persen," beber Adi Pandoyo, dalam paparannya.
Acara yang diselenggarakan oleh Panitia Pengawas Kabupaten Kebumen, itu dihadiri oleh Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Abhan, Ketua KPU Kabupaten Kebumen Paulus Widyantoro, Ketua Panwas Kebumen Suratno, camat se Kabupaten Kebumen, Kapolsek se jajaran Polres Kebumen, serta instansi terkait. Hadir juga Anggota Panwas Kebumen Maria Erni P dan Arif Supriyanto.
Pada kesempatan itu, Adi Pandoyo juga menekankan netralitas PNS dalam Pilbup 9 Desember mendatang. Bahkan, pihaknya telah mengeluarkan edaran nomor 800/173/2015 tentang netralitas PNS dalam pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah. Surat edaran tersebut diedarkan kepada seluruh SKPD sejak 27 Juli 2015.
Tak hanya untuk PNS, Sekda juga telah mengeluarkan edaran untuk BUMD dan perangkat desa di Kabupaten Kebumen. "Kita telah menerbitkan edaran nomor 800/176/2015 tertanggal 13 Agustus 2015 perihal netralitas, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan BUMD. Serta kepala desa dan perangkat desa dalam Pilkada," ungkapnya.
"Ini tidak main-main. Kalau ada PNS yang tidak mengindahkan ketentuan UU untuk netral. Sanksinya sangat tegas," tegas Adi Pandoyo.
Sanksinya bisa sampai pencopotan dari jabatan kalau terbukti menggunakan fasilitas negara atau dengan sengaja merugikan kepentingan luas. "Meski PNS netral, tetapi wajib menggunakan hak pilih. Berbeda dengan Polri maupun TNI," imbuhnya.
Sementara, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Abhan, meminta polisi mengambil sikap terkait kekosongan sanksi hukum dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Seperti sanksi money politic yang tidak diatur dalam UU tersebut.
Dijelaskan Abhan, sanksi politik uang itu murni pidana umum sehingga menjadi kewenangan kepolisian. Untuk itu, Bawaslu maupun Panwas akan berkoordinasi dengan kepolisian jika ada laporan money politic dari pasangan calon. Dan Panwas tentu akan mengklarifikasi pihak bersangkutan terlebih dahulu.
Manipulasi suara tak hanya politik uang, alat peraga yang hilang pun tidak ada ancaman pidananya dalam UU Nomor 8 tahun 2015. Maka masalah tersebut masuk pidana umum dan ditangani kepolisian. Potensi pelanggaran dalam Pilkada masih cukup banyak.
Terutama manipulasi hasil penghitungan dan rekapitulasi suara. Mengingat rekapitulasinya dari tempat pemungutan suara (TPS) langsung di panitia pemilihan kecamatan (PPK), tanpa dilakukan panitia pemungutan suara (PPS). Sehingga pergerakan dari TPS ke PPK berpotensi terjadi manipulasi suara. "Untuk itu perlu konsentrasi pengamanan di PPK dan harus ada saksi mengawalnya," tandasnya.(ori)