ILUSTRASI |
Berdasarkan pantauan Bawaslu Jateng, Boyolali merupakan daerah yang sangat dinamis terjadinya kasus pelanggaran pilkada. Karena kedua pasangan calon (paslon) adalah incumbent yang memiliki potensi.
Ketua Divisi Penindakan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jateng Teguh Purnomo mengatakan, banyak kasus pelanggaran pemilu yang terjadi di Boyolali. Namun, sulit untuk dituntaskan. Sebab, pelaku pelanggaran telah mengetahui celah hukum untuk menghindari jerat pidana.
Bahkan kasus aduan masyarakat tentang pelanggaran kampanye selama masa kampanye ini, paling banyak adalah Boyolali. Terutama tentang netralitas aparatur sipil negara (ASN).
“Atau jangan-jangan justru malah bangga saat diperiksa panwaslu, difoto dan besoknya keluar di media, kemudian di SPj-kan, lalu bilang ini lho buktinya saya mendukungmu,” kelekar Teguh, saat memberikan sambutan dalam acara sosialisasi dengan stekholder, kemarin (18/11).
Agar masalah pelanggaran pilkada ini tidak merajalela maka dibutuhkan kesaadaran dan pemahaman kepada masyarakat sebagai pemilih untuk mengetahui masalah-masalah terkait pilkada. Sebab, jika pelanggaran ini terus dibiarkan maka kualitas pilkada juga tidak baik.
Upaya preventif kepada stakeholder PNS dan kepala desa (Kades) di Boyolali perlu dilakukan untuk menghidarkan mereka menjadi korban kepentingan paslon. Sebab, kasus pelanggaran ASN di Boyolali ini mendapat peringkat pertama se Jawa Tengah. Karena itu agar hal ini tidak terus meningkat, diperlukan pemahaman mengenai pentingan netralitas ASN dan Kades.
“Kami tidak ingin mereka (ASN dan Kades) tak ingin terlibat dalam kampanye. Atau Mengambil keputusan yang dapat menguntung salah satu paslon, seperti di Sragen dan Pemalang yang sudah P21. Kalau nekat, akan diproses pidana,” jelas Ketua Divisi Sumberdaya Manusia (SDM) Bawaslu Jateng Juhanah. (wid/bun)