agung/ekspres |
PURWOREJO--Kantor Bupati dan DPRD Purworejo jadi sasaran ratusan mahasiswa Akademi Keperawatan (Akper) Purworejo dan puluhan masyarakat peduli Akper, Selasa (3/11). Mereka menggelar aksi unjuk rasa menuntut Pemkab segera memastikan kejelasan status dan legalitas Akper. Demonstran yang didominasi perempuan tersebut juga merangsek menuju gedung DPRD Purworejo untuk menyampaikan aspirasi yang sama.
Mahasiswa terpaksa gigit jari karena tidak ada satupun pejabat yang bisa ditemui, seluruh pimpinan, baik Pemkab maupun Dewan tengah menghadiri pelantikan Penjabat (Pj) Bupati Purworejo, Agus Utomo SSos, di Semarang.
Akhirnya, Kabag Organisasi dan Aparatur Setda Purworejo Bambang Sadyanto R SH mewakili Pemkab dan melakukan audiensi serta menerima aspirasi pengunjuk rasa. Sementara di DPRD, perwakilan mahasiswa ditemui oleh Kabag Umum Keuangan Setwan, Purwasih SH MM. Kedua pejabat hanya dapat berjanji akan meneruskan aspirasi itu kepada pimpinan masing-masing.
Vita Emiyanti, koordinator aksi, menegaskan, sedikitnya terdapat tiga tuntutan utama yang mendesak harus disikapi oleh Pemkab. Pertama, meminta kejelasan legalitas Yayasan Manggala Praja Adi Purwa yang terbaru dan dibuktikan dengan pengesahan dari Kemenkum-HAM. Kedua, meminta kejelasan kepemilikan yayasan karena sudah tidak sesuai dengan akta notaris. Ketiga, menolak rencana PHK yang dilakukan oleh yayasan secara sepihak terhadap dua dosen aktif Akper.
"Kami segenap keluarga Akper mendesak dan mengharapkan tindak lanjut pemerintah daerah terkait status Akper,” tegasnya.
Dijelaskan, seluruh mahasiswa meyakini bahwa Yayasan Manggala Praja Adi Purwa secara historis adalah milik Pemda. Karena itu, pihaknya mendesak agar segera ada jawaban tentang yayasan terkait proses akreditasi yang akan berakhir pada Desember nanti. Jika Akper tidak lagi memproses akreditasi dan dibekukan oleh Dikti, lanjutnya, maka Akper tidak lagi legal.
“Di dalam undang-undang perizin perguruan tinggi, akreditasi menjadi salah satu persyaratannya. Jika tidak ada kejelasan nasib mahasiswa paling lambat tanggal 7 November 2015 ini, kami siap mundur dan keluar dari Akper secara serentak," jelasnya.
Wahyu Widodo, dosen yang juga mantan Direktur Akper mengungkapkan, permintaan agar Pemkab segera melakukan penelaahan terkait status Akper sebetulnya telah dilakukan sejak Desember 2014. Namun, hingga saat ini belum ada hasilnya dan justru membuat mahasiswa semakin resah.
“Kami juga mendesak agar DPRD sebagai wakil rakyat dapat mengawal dan membantu menyelesaikan persoalan ini,” tandasnya. (baj)