WONOGIRI - Dana hibah Rp 39 miliar dari APBD maupun APBD terancam tidak bisa terserap penuh. Ini merupakan imbas dari regulasi yang mewajibkan penerima hibah harus berbadan hukum.
Data dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Wonogiri tercatat tahun ini Wonogiri mendapat kucuran dana hibah sebesar Rp 39 miliar. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari dana yang bersumber dari APBD maupun APBN.
Dari jumlah tersebut, dana Rp 28 miliar baru dicairkan oleh komisi pemilihan umum daerah (KPUD) dan panitia pengawas pemilu (panwaslu) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 9 Desember mendatang. Sedangkan sisanya sampai kemarin belum dicairkan. “Baru dua puluh delapan miliar (Rp 28 miliar) yang terserap. Itupun untuk keperluan pilkada,” tandas Kepala DPPKAD Wonogiri Haryono, Rabu (18/11).
Menurutnya, masih banyaknya dana yang belum terserap, salah satunya karena adanya regulasi baru, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Dalam Pasal 298 ayat 5, huruf d disebutakan bahwa belanja hibah dapat diberikan kepada badan, lembaga, dan ormas yang berbadan hukum Indonesia,” terangnya.
Kemudian, saat dikonfirmasi soal hampir berakhirnya tahun anggaran dan masih banyak dana hibah belum cair, Haryono masih bersikap menunggu perkembangan. Pihaknya masih menantikan apakah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) bisa mengajukan pencairan berdasarkan permohonan para calon penerima.
Terpisah, pegiat Komunitas Pemerhati Lingkungan Hidup Joko Prasetyo menerangkan, syarat badan hukum sangat berat. Sebab, tidak boleh hanya sampai notaris saja. Tapi harus sampai ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).
“Tentu biayanya sangat besar. Sebagai gambaran di notaris saja biayanya Rp 4 juta, apalagi kalau sampai Kemenkum HAM pasti semakin tinggi," terangnya.
Joko mencontohkan jika sebuah ormas mendapat dana hibah Rp 10 juta, dapat dipastikan akan habis untuk mengurus persayaratan. Ini tentu tidak seimbang dengan bantaun yang mereka dapatkan dari pemerintah. (kwl/bun)?
Data dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Wonogiri tercatat tahun ini Wonogiri mendapat kucuran dana hibah sebesar Rp 39 miliar. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari dana yang bersumber dari APBD maupun APBN.
Dari jumlah tersebut, dana Rp 28 miliar baru dicairkan oleh komisi pemilihan umum daerah (KPUD) dan panitia pengawas pemilu (panwaslu) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 9 Desember mendatang. Sedangkan sisanya sampai kemarin belum dicairkan. “Baru dua puluh delapan miliar (Rp 28 miliar) yang terserap. Itupun untuk keperluan pilkada,” tandas Kepala DPPKAD Wonogiri Haryono, Rabu (18/11).
Menurutnya, masih banyaknya dana yang belum terserap, salah satunya karena adanya regulasi baru, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Dalam Pasal 298 ayat 5, huruf d disebutakan bahwa belanja hibah dapat diberikan kepada badan, lembaga, dan ormas yang berbadan hukum Indonesia,” terangnya.
Kemudian, saat dikonfirmasi soal hampir berakhirnya tahun anggaran dan masih banyak dana hibah belum cair, Haryono masih bersikap menunggu perkembangan. Pihaknya masih menantikan apakah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) bisa mengajukan pencairan berdasarkan permohonan para calon penerima.
Terpisah, pegiat Komunitas Pemerhati Lingkungan Hidup Joko Prasetyo menerangkan, syarat badan hukum sangat berat. Sebab, tidak boleh hanya sampai notaris saja. Tapi harus sampai ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).
“Tentu biayanya sangat besar. Sebagai gambaran di notaris saja biayanya Rp 4 juta, apalagi kalau sampai Kemenkum HAM pasti semakin tinggi," terangnya.
Joko mencontohkan jika sebuah ormas mendapat dana hibah Rp 10 juta, dapat dipastikan akan habis untuk mengurus persayaratan. Ini tentu tidak seimbang dengan bantaun yang mereka dapatkan dari pemerintah. (kwl/bun)?