• Berita Terkini

    Selasa, 01 Desember 2015

    Kisah Sukadi, Pemilik Ladang Bunga Amarilis (2-Habis)

    GUNAWAN/RADAR JOGJA
    Dinobatkan sebagai Puspa Patuk, Jadi Ikon Kecamatan

    Seiring semakin terkenalnya kebun bunga amarilis milik Sukadi, membuat warga di Dusun Ngasemayu, Salam, Patuk, Gunungkidul ikut mendapatkan hikmahnya. Mulai dari parkir hingga penjaja makanan. Bahkan bunga ini dinobatkan sebagai ikon kecamatan.

    GUNAWAN, Gunungkidul

    TAK tebersit sedikit pun di benak Sukadi untuk ingin memiliki kebun bunga yang dikenal oleh masyarakat luas. Awalnya, warga Dusun Ngasemayu, Salam, Patuk, Gunungkidul ini hanya berniat menyelamatkan populasi bunga amarilis, karena sering dianggap sebagai gulma atau tanaman pengganggu.

    Niat baiknya ini kini justru membawa dampak besar bagi warga di sekitarnya. Itu seiring makin terkenalnya kebun bunga miliknya di media sosial (medsos). Memang, dari medsos banyak warga yang akhirnya berbondong-bondong datang ke sana. Dari situ pula, akhirnya kebun bunganya rusak karena terinjak-injak dan diduduki pengunjung yang asyik ber-selfie.

    ”Ladang bunga ini memang tidak dipersiapkan untuk wisata. Ya, apa mau dikata sudah terlanjur,” ungkapnya.

    Namun, dari kejadian buruk itu, Sukadi berniat untuk menata ulang kebun bunganya. Dia berencana membuat jarak agar bisa dilewati oleh pengunjung tanpa mereka harus menginjak-injak bunga yang dikenal sebagai lili hujan ini.

    ”Ada dana hasil kompensasi uang sukarela dari pengunjung. Kemungkinan akan digunakan untuk penataan ladang,” ungkapnya.

    Ya, untuk masuk ke kebun bunga milik Sukadi memang tak dipungut biaya alias gratis. Namun, warga berinisiatif untuk menyediakan kotak kosong. Nah, pengunjung dipersilakan untuk mengisinya dengan sukarela. ”Ada diantara wisatawan yang mengisi kotak hingga ratusan ribu rupiah,” terangnya.

    Diakuinya, setelah terkenal di medsos semakin banyak pengunjung yang datang. Sehari rata-rata ada 700 orang yang datang. Banyaknya pengunjung yang penasaran dengan mekarnya bunga amarilis yang hanya setahun sekali ini, membawa peluang ekonomi bagi warga sekitar.

    Secara tidak langsung, peningkatan jumlah wisatawan dadakan ini ikut menaikkan perekonomian masyarakat setempat. Warga berinisiatif menjual makanan dan minuman. Selain itu, jasa tukang parkir ikut diturunkan supaya keamanan pemilik kendaraan terjaga. Biaya parkir yang dipatok sekitar Rp 3 ribu untuk kendaraan roda dua.
    Menurut Sukadi, kesempatan masyarakat untuk melihat bunga amarilis ini tinggal seminggu lagi. Sebab, durasi mekarnya bunga yang masuk suku bakung-bakungan ini hanya tiga minggu saja. ”Saat ini memasuki minggu kedua sebelum rontok,” terangnya.

    Meski begitu, bagi warga yang ingin melihat tetap diminta kesadarannya untuk menjaga kebun bunga ini bersama-sama. Agar visual bunga ini tetap indah di sisa waktu mekarnya satu minggu ke depan.

    ”Bunga ini dinobatkan sebagai bunga Puspa Patuk. Nama lokalnya. Nah, bunga puspa patuk ini mekar tinggal satu minggu lagi, kemudian rontok,” tandasnya.
    Sementara itu, Camat Patuk Haryo Ambar Suwardi merespons cepat booming-nya kebun bunga amarilis tersebut. Dia langsung buru-buru memutuskan bunga Puspa Patuk sebagai ikon Kecamatan Patuk.
    ”Bunga itu kan, sebelumnya dianggap gulma sehingga banyak yang dibakar. Nah, sekarang agar tidak punah, masyarakat diimbau agar ikut menjaga keberadaan amarilis,” kata Ambar.
    Ambar menuturkan, ide Sukadi membudidayakan bunga Puspa Patuk patut diapresiasi. Sebagai bentuk dukungan, pihaknya akan segera melakukan penataan ulang. Menggandeng ahli taman, sehingga lokasi ladang bunga bisa ditata supaya lebih menarik.

    ”Tidak hanya dikelola pak Sukadi, tak jauh dari rumahnya juga ada warga lain yang membudidayakan bunga tersebut walau dengan skala kecil,” terangnya.
    Terlebih, jenis bunga amarilis di wilayahnya tidak hanya satu, tapi banyak dan penuh warna. Berdasarkan penelusuran, wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Bantul ini memiliki potensi bunga amarilis untuk dikembangkan.

    ”Ada enam jenis bunga yang sama (amarilis), tapi sekarang belum berbunga. Nah, ke depan akan kami kembangkan supaya lebih menarik dan tidak punah,” tegasnya.
    Tidak hanya itu, pemerintah daerah mulai berpikir menyiapkan sarana dan prasarana pendukung kebun bunga. Mulai dari fasilitas kebersihan hingga MCK. Dengan menggandeng pihak terkait, nanti semua akan dilengkapi.

    ”Sejauh ini, lokasinya tidak akan berubah. Tetap di sekitar rumah pak Sukadi,” ujarnya.

    Agar perekonomian ikut terkerek, Ambar menginisiasi warga supaya tidak berdiam diri. Caranya, menu makanan seperti sompil harus disajikan kepada pengunjung untuk menambah penghasilan warga di sekitar kebun bunga.

    Sementara itu, sebagai bentuk simpati kerusakan bunga amarilis, perwakilan akademika dari Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta menemui Sukadi, kemarin (30/11). Perwakilan akademika UGM Heru Marwata menyerahkan bantuan kepada pemilik kebun bunga. Harapannya bisa gunakan untuk memperbaiki kebun bunga yang rusak. (ila)



    Berita Terbaru :


    Scroll to Top