IMAM/EKSPRES |
Acara dimulai dengan kirab sesaji yang dimulai dari Kantor Balai Desa Tanggulangin. Sesaji diiringi kuda joget. Arak-arakan mengular hingga 1 km denan diiringi dua grup drum band sekaligus. Usai pelaksanaan kirab, sesaji yang terdiri dari tumpeng, kepala kambing, ingkung lengkap dengan segala ubo rampenya pun dilarung ke tengah laut dengan menggunakan perahu.
Ketua Panitia pelaksana Ahmad Sofrohudin mengatakan, tradisi suran kemarin diikuti tiga desa yakni Desa Tanggulangin, Pandanlor, Jagasima dan Tambakprogaten Kecamatan Kliron. Adapun rangkaian acara meliputi Tahlil yang dilaksanakan oleh warga empat desa, kirab, santunan 50 anak yatim dan larung sesaji. Sebagai puncak acara, warga menggelar wayang kulit semalam suntuk dengan Dalang Ki Subur Hadi dari Tambakmulyo Kecamatan Puring dengan lakon” Titis Tunggu Rono”. "Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahun,” tutur Ahmad Sofrohudin yang kemarin didampingi sekretaris panitia, Suwardi.
Salah satu warga, Ahmad mengatakan, melarung sesaji ke tengah laut memang penuh tantangan. Sesajen itu sendiri dibawa dalam sebuah perahu dengan empat orang yang bertugas melarung. Di belakang mereka, ada 6 perahu lain yang mengiringi. Berkali-kali perahu kembali ke pantai terhalang ombak yang besar.
Setelah sampai tempat tujuan, perahu pembawa sesaji pun menunggu beberapa perahu lainnya. Perahu dibuat dengan formasi melingkar, sedangkan perahu pembawa sesaji bersiap-siap melarung. Sebelum dilarung dihimbau kepada semua yang mengikuti untuk tidak mengambil apapun dari bagian sesaji tersebut.
Saat sesaji ditenggelamkan, puluhan nelayan pun langsung terjun ke laut. Mereka berusaha mencari bunga kantil yang sebelumnya terdapat di sesaji. Bukan hal yang mudah untuk menemukan bunga kantil, pasalnya nelayan harus berebut dengan cara berenang di laut. “Mitosnya jika berhasil menemukan bunga kantil maka nelayan tersebut akan mudah mendapatkan ikan saat melaut,” ucap Ramelan. (mam)