Kasus HIV/AIDS Capai 463 Kasus KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Tingginya kasus HIV/AIDS di Kebumen benar adanya. Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kebumen, tahun 2015 jumlah kasus baru HIV di Kebumen mencapai 77 kasus. Adapun jumlah penemuan kasus baru terbanyak terjadi tahun 2014 yang mencapai 107 kasus. Berikutnya, tahun 2013 mencapai 92 kasus.
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kebumen Siti Nuriatun Fauziyah memaparkan, dari 77 kasus baru tahun 2015, 40 kasus positif HIV, sedangkan 37 kasus sudah masuk AIDS. Dari jumlah tersebut 19 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) meninggal dunia. Sedangkan secara keseluruhan dari 463 kasus yang ada, 186 kasus positif HIV dan 277 sudah kategori AIDS. Adapun total ODHA yang sudah meninggal dunia mencapai 167 orang.
Jumlah itu diperkirakan belum menunjukkan jumlah sebenarnya mengingat masih tertutupnya para pengindap HIV lainnya. Mirisnya, diantara penyandang HIV tersebut ada yang masih berusia balita.
Salah satu penderita HIV, sebut saja namanya Odha (26) tentu bukan nama sebenarnya mengatakan, dengan selalu mengikuti petunjuk dokter dan aktif meminum obat, maka penyandang HIV akan dapat hidup selayaknya orang normal. “Semua kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik, dan normal seperti biasa,” tuturnya kepada Eskpres pada acara pemberian bantuan kepada lima penyandang HIV/Aids yang digelar Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Moving On Kebumen dan LSM Lentera Merah Kebumen bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas Kebumen), Senin (23/11), Senin (23/11).
Odha mengaku sudah mengindap HIV sejak usia 20 tahun, tepatnya sejak tanggal 1 maret 2009 dari hasil VCT dia dinyatakan positif HIV. Awalnya saat berusia 16 tahun Odha bekerja agar bisa kuliah. Iapun kemudian mengikuti kakaknya bekerja di Jakarta. Namun akibat pergaulan yang salah dia pun terjerumus dalam dunia kelam yang penuh foya-foya dan narkoba. “Saya tertular akibat jarum suntik saat ngedrug,” katanya.
Awal tahun 2009 lalu, Odha sering sakit-sakitan, bahkan sudah tiga bulan berobat kesana-kemari sakitnya tak kunjung sembuh. Orang tuanya kemudian menyarankan Odha untuk opname di rumah sakit. Kala itu Odha menderita komplikasi Penyakit TBC, Hepaititis B dan Pneumonia dengan CD4 tinggal 93. “Saya sangat terkejut ketika tes VCT menunjukan positif HIV,” kenangnya.
Sejak mengetahui mengindap HIV Odha pun shock, berbagai perasaan dan pikiran selalu menghantuinya. Setiap saat yang ada dibenaknya hanya kapan malaikat maut akan menjemput. Beruntung pada saat itu kasih sayang orang tua Odha selalu menjadi pendamping hidupnya. Iapun dapat kembali menatap masa depan untuk dapat bangkit dari keterpurukan. “Ibu saya mengatakan apapun penyakit kamu..entah kanker, jantung maupun HIV..kamu adalah anaku yang paling special…,” katanya menirukan kata ibunya dengan mata berkaca-kaca.
Odha melanjutkan, usai menjalani perawatan, kondisinya pun mulai membaik. Namun penderitaanya ternyata tidak hanya sampai disitu, pihak perusahaan dimana ia bekerja tiba-tiba memecatnya tanpa alasan yang jelas. Kemungkinan bos perusahaan mengetahui jika ia positif HIV. “Inilah stigma negatif dan diskriminasi yang saya terima. Bahkan dulu saat saya berobat di salah satu lembaga kesehatan di Kebumen, semua peralatan yang saya gunakan termasuk selimut, di tulis nama saya menggunakan huruf Kapital. Bukan hanya itu setelah perawatan selesai perkakas tersebut dibungkus dan diberikan kepada ibu saya,” bebernya.
Berkat doa dan kasih sayang dari ibunya, Odha pun semangat untuk hidup kembali. Kini dia aktif bersama dengan lembaga atau komunitas peduli Aids, Ia terus memberikan sosialisasi dan pendampingan kepada para pengidap HIV. Hal yang hingga kini masih terus membuat benaknya sedih, adalah saat melihat balita terinveksi virus HIV.
Berbagai pertanyaan pun kerap muncul di benaknya, Bagaimana nasib mereka nanti? Apakah mereka bisa diterima di sekolah? Apakah mereka bisa mendapatkan teman? atau mereka hanya akan menjadi cibiran dan buah bibir masyarakat saja? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang hingga kini masih kerap mengganggu tidurnya.
Padahal hidup bersama, menggunakan peralatan makan dan kamar mandi serta WC bersama dengan penderita HIV tidak akan membuat tertular HIV. ”Saya selalu menegaskan bahwa HIV cukup hanya pada diri saya dan Jangan sampai menular keorang lain. Saya juga selalu berpesan kepada pelajar dan mahasiswa agar mempergunakan waktu yang baik untuk hal hal yang positif karena masa depan mereka masih panjang. Jangan sampai senasib dengan saya,” ucapnya. (mam)
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kebumen Siti Nuriatun Fauziyah memaparkan, dari 77 kasus baru tahun 2015, 40 kasus positif HIV, sedangkan 37 kasus sudah masuk AIDS. Dari jumlah tersebut 19 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) meninggal dunia. Sedangkan secara keseluruhan dari 463 kasus yang ada, 186 kasus positif HIV dan 277 sudah kategori AIDS. Adapun total ODHA yang sudah meninggal dunia mencapai 167 orang.
Jumlah itu diperkirakan belum menunjukkan jumlah sebenarnya mengingat masih tertutupnya para pengindap HIV lainnya. Mirisnya, diantara penyandang HIV tersebut ada yang masih berusia balita.
Salah satu penderita HIV, sebut saja namanya Odha (26) tentu bukan nama sebenarnya mengatakan, dengan selalu mengikuti petunjuk dokter dan aktif meminum obat, maka penyandang HIV akan dapat hidup selayaknya orang normal. “Semua kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik, dan normal seperti biasa,” tuturnya kepada Eskpres pada acara pemberian bantuan kepada lima penyandang HIV/Aids yang digelar Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Moving On Kebumen dan LSM Lentera Merah Kebumen bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas Kebumen), Senin (23/11), Senin (23/11).
Odha mengaku sudah mengindap HIV sejak usia 20 tahun, tepatnya sejak tanggal 1 maret 2009 dari hasil VCT dia dinyatakan positif HIV. Awalnya saat berusia 16 tahun Odha bekerja agar bisa kuliah. Iapun kemudian mengikuti kakaknya bekerja di Jakarta. Namun akibat pergaulan yang salah dia pun terjerumus dalam dunia kelam yang penuh foya-foya dan narkoba. “Saya tertular akibat jarum suntik saat ngedrug,” katanya.
Awal tahun 2009 lalu, Odha sering sakit-sakitan, bahkan sudah tiga bulan berobat kesana-kemari sakitnya tak kunjung sembuh. Orang tuanya kemudian menyarankan Odha untuk opname di rumah sakit. Kala itu Odha menderita komplikasi Penyakit TBC, Hepaititis B dan Pneumonia dengan CD4 tinggal 93. “Saya sangat terkejut ketika tes VCT menunjukan positif HIV,” kenangnya.
Sejak mengetahui mengindap HIV Odha pun shock, berbagai perasaan dan pikiran selalu menghantuinya. Setiap saat yang ada dibenaknya hanya kapan malaikat maut akan menjemput. Beruntung pada saat itu kasih sayang orang tua Odha selalu menjadi pendamping hidupnya. Iapun dapat kembali menatap masa depan untuk dapat bangkit dari keterpurukan. “Ibu saya mengatakan apapun penyakit kamu..entah kanker, jantung maupun HIV..kamu adalah anaku yang paling special…,” katanya menirukan kata ibunya dengan mata berkaca-kaca.
Odha melanjutkan, usai menjalani perawatan, kondisinya pun mulai membaik. Namun penderitaanya ternyata tidak hanya sampai disitu, pihak perusahaan dimana ia bekerja tiba-tiba memecatnya tanpa alasan yang jelas. Kemungkinan bos perusahaan mengetahui jika ia positif HIV. “Inilah stigma negatif dan diskriminasi yang saya terima. Bahkan dulu saat saya berobat di salah satu lembaga kesehatan di Kebumen, semua peralatan yang saya gunakan termasuk selimut, di tulis nama saya menggunakan huruf Kapital. Bukan hanya itu setelah perawatan selesai perkakas tersebut dibungkus dan diberikan kepada ibu saya,” bebernya.
Berkat doa dan kasih sayang dari ibunya, Odha pun semangat untuk hidup kembali. Kini dia aktif bersama dengan lembaga atau komunitas peduli Aids, Ia terus memberikan sosialisasi dan pendampingan kepada para pengidap HIV. Hal yang hingga kini masih terus membuat benaknya sedih, adalah saat melihat balita terinveksi virus HIV.
Berbagai pertanyaan pun kerap muncul di benaknya, Bagaimana nasib mereka nanti? Apakah mereka bisa diterima di sekolah? Apakah mereka bisa mendapatkan teman? atau mereka hanya akan menjadi cibiran dan buah bibir masyarakat saja? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang hingga kini masih kerap mengganggu tidurnya.
Padahal hidup bersama, menggunakan peralatan makan dan kamar mandi serta WC bersama dengan penderita HIV tidak akan membuat tertular HIV. ”Saya selalu menegaskan bahwa HIV cukup hanya pada diri saya dan Jangan sampai menular keorang lain. Saya juga selalu berpesan kepada pelajar dan mahasiswa agar mempergunakan waktu yang baik untuk hal hal yang positif karena masa depan mereka masih panjang. Jangan sampai senasib dengan saya,” ucapnya. (mam)