gunturaga/radarjogja |
Penghageng Tepas Dwarapura Keraton, KRT Jatiningrat mengatakan, yang harus menjadi prioritas tradisi tahunan ini adalah mengenai tradisi Sekaten. ”Yang paling penting dalam perayaan Sekaten itu, syiar Islamnya. Bukan (pameran ekonomi) konsumsi,” kata pejabat keraton yang akrab disapa dengan Romo Tirun ini, usai pemasangan patok Sekaten di Alun-Alun Utara, kemarin (20/11).
Romo Tirun menceritakan, pada waktu lampau, keberadaan pasar malam, terjadi karena tradisi Sekaten sudah terpenuhi. Lalu, oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, diberi kesempatan kepada pedagang kecil untuk berjualan. ”Itu pun kalau Sekaten sudah dilaksanakan,” ujar cucu HB VIII ini.
Namun dalam perjalanan waktu, sebelum Sekaten digelar, di Alun-Alun Utara sudah hingar bingar dengan berbagai kegiatan konsumtif, utamanya pasar malam. Itu yang membuat khawatir, bahwa Sekaten sudah keluar dari tujuan awalnya yakni Syiar Islam dengan mengambil hari lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Menurut Romo Tirun, kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Sebab faktanya, image atau yang berkembang di masyarakat luas, untuk melihat gelaran Sekaten ya melihat pameran. Mereka pun datang ke Alun-Alun Utara sudah ada rancangan dari rumah untuk belanja, atau mencarikan hiburan keluarganya untuk menikmati segala permainan yang ditawarkan di sana.
Nah, perayaan tahun inilah yang bakal menjadi cikal bakal pengembalian tradisi Sekaten ke pakemnya. Ini karena untuk perayaan tahun ini bakal berlangsung lebih singkat. Mulai tanggal 4 Desember sampai 24 Desember atau hanya 20 hari, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya hingga sebulan atau lebih.
Selain itu, untuk stan yang biasanya menjadi pemikat pengunjung datang, juga bakal dibatasi. Bentuk bangunan mereka tak boleh merusak Alun-Alun Utara yang saat ini masih tahap perawatan. Stan-stan tersebut bentuknya akan diatur pemkot. ”Hanya untuk pameran hasil pembangunan,” tambahnya.
Lalu, bagaimana kalau Sekaten tahun ini tak menarik pengunjung? Romo Tirun memastikan, pihaknya tak khawatir jika Sekaten ditinggalkan pengunjung. Baik itu masyarakat di Jogjakarta maupun wisatawan. ”Wisatawan itu bagian ekonomi. Bagi kami (Keraton), ada pengunjung atau tidak, Sekaten secara tradisi tetap akan berlangsung,” tegas Imam Masjid Rotowijayan ini.
Ia menegaskan, keberadaan Sekaten yang bermakna sebagai syiar Islam, merupakan letak keistimewaan DIJ. Hal itu mutlak dipertahankan. Daripada kepentingan ekonomi yang merupakan rangkaian dari Sekaten.
Ketua Pelaksana PMPS 2015 Suyana menuturkan, saat ini pihaknya masih mencari bentuk tampilan dari pasar malam. Itu dengan mempertimbangkan masukan dari banyak pihak, dari pemprov, keraton, dan pihak ketiga yang masih merawat Alun-Alun Utara.
”Semuanya sepakat hanya untuk pameran hasil pembangunan pemerintah di DIJ,” ujar Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Pertanian ini.
Karena masih dalam tahap penyusunan, Suyana mengaku, belum membuka pendaftaran stan. Meski, saat ini sudah banyak yang mengantri. ”Stan tetap boleh. Hanya kendaraan tidak boleh masuk lagi ke Alun-Alun Utara,” kata Suyana.
Sekaten dari waktu ke waktu memang mengalami perubahan. Adanya pasar malam selama sebulan penuh sebelum keluarganya gamelan atau acara inti Sekaten ini diawali saat tahun 60-an. Wali kota saat itu, Mr. Sudaraisman Poerwokusumo meminta restu almarhum HB IX, pemkot untuk ikut menyambut datangnya Sekaten. Akhirnya, untuk pertama kali ada Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS).
Adanya PMPS ini pun selalu berubah. Dari sekadar pasar malam sampai pernah menjadi tempat pameran besar. Tahun 2003, pemkot mengonsep Sekaten menjadi Jogja Ekspo Sekaten (JES). Saat itu, halaman keraton itu tertutup dengan tenda. Pengunjung pun membayar.
Kemudian, tahun 2012 kembali mengalami perubahan. Jika sebelumnya pengunjungnya selalu dipungut karcis, mulai tahun itu tak ada lagi karcis sampai saat ini. Ini setelah menjadi temuan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIJ.
Hanya penyewa stan yang membayar. Untuk tahun ini, penyewa stan ini juga berlaku gratis. Makanya, panitia masih mengonsep siapa saja yang bisa mengisi stan Sekaten. (eri/jko)