ISTIMEWA |
Fakta ini terungkap dalam Diskusi Selapanan Minggu Pon yang diselenggarakan oleh Komunitas Pusaka Gombong (Kopong) di Roemah Martha Tilaar, Minggu (15/11/2015) lalu. Diskusi yang dihadiri oleh limabelas penggiat heritage/pusaka ini menghadirkan dua narasumber Wagimin dan Trimo Raharjo yang selama ini bergiat dalam komunitas tembang Macapat.
Wagimin yang berdomisili di Desa Jatinegara mengungkapkan bahwa tembang Macapat selain berisi ilmu dan nasihat, juga memiliki fungsi sebagai doa dan mantra. Tak heran di wilayah Sempor kelompoknya masih sering diundang dalam acara puputan (selamatan lepasnya tali pusar bayi). “Dalam upacara tersebut kami membawakan tembang-tembang yang merupakan doa dan harapan orangtua agar sang bayi tumbuh sehat dan kelak menjadi manusia yang utama,” paparnya.
Sementara Trimo Raharjo yang juga seorang pendidik lebih mengungkapkan falsafah tembang Macapat sebagai pedoman kehidupan manusia. Dengan memahami tembang-tembang Macapat, manusia akan selalu menjaga tingkah lakunya karena selalu disadarkan darimana dia berasal dan ke mana dia akan menuju.“Siklus hidup manusia dimulai dari tembang Mijil yang artinya lahir, diikuti tahap-tahap berikutnya dan diakhiri dengan Megatruh yang artinya megat-ruh atau meninggal,” jelasnya.
Seorang peserta yang juga menjadi guru sekolah dasar, H Pusponegoro mengungkapkan kesulitannya mengajarkan tembang Macapat kepada para murid karena rata-rata penguasaan guru atas budaya Jawa juga masih sangat minim. Dia berharap adanya forum yang secara teratur menjadi ruang bagi para guru untuk meningkatkan pengetahuannya terhadap budaya Jawa. Sementara Joko Waluyo peserta lainnya mengharapkan forum semacam ini, sekaligus akan mampu menjadi ajang pelestari budaya tradisional, khususnya budaya khas Kebumen seperti Jemblung.
Koordinator Kopong Sabur Herdian Raamin mengungkapkan kegembiraannya atas diskusi yang berjalan hidup.“Saya senang bahwa diskusi budaya ternyata memiliki peminat dan berjalan sangat hidup. Ke depan kita berharap semakin banyak para peminat budaya yang terlibat dan topik yang kita angkat juga bisa semakin beragam,” kata Sabur.
Ditambahkan bahwa diskusi budaya setiap Minggu Pon ini telah disepakati menjadi agenda tetap KOPONG selain berbagai aktivitas yang bertujuan melestarikan dan mempromosikan potensi pusaka/heritag di Kebumen. (mam)