DAMIANUS BRAM/RASO |
Tantangan Jokowi itu disampaikan dalam acara silaturahim dengan kepala desa (kades) dan perangkat desa (perdes) di Asrama Haji Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, kemarin (26/12). Acara tersebut dihadiri sekitar 1.500 kades dan perdes dari penjuru tanah air, baik dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.
Saat memberikan sambutan di depan seluruh kades dan perdes, Jokowi mengatakan, tiap desa rata-rata mendapat dana desa 2015 mencapai Rp 600 juta hingga Rp 800 juta. Dana tersebut diambil dari total anggaran Rp 20 triliun. Sedangkan pada 2016 yang tinggal beberapa hari lagi, anggarannya mencapai Rp 47 triliun. ”Untuk tahun ini naik, dan tahun selanjutnya bisa naik lagi sampai Rp 60 triliun hingga Rp 70 triliun. Agar uang di desa semakin banyak,” ujar Jokowi.
Dengan dana sebesar itu, presiden meminta kades menggelar kegiatan yang membuat uang itu produktif. Pembangunan infrastruktur yang swakelola dan padat karya menjadi prioritas. ”Jadi, misalnya mau membuat jalan atau jembatan, usahakan materialnya cari di sekitar desa, seperti batu dan pasir. Jika kenyataannya butuh semen dan harus cari di kota, usahakan uang yang mengalir ke kota seminimal mungkin,” papar dia.
Jokowi juga memerintahkan ke sektor padat karya. Semakin baik jika semakin banyak warga desa yang memanfaatkan dana tersebut untuk memutar roda ekonomi desa. Dengan demikian, perdes dituntut aktif mencari potensi di desa.
Tapi selain itu, perdes harus mampu mencari pasar hasil produksinya. ”Cari juga pasarnya. Jangan sampai panen hasil terbaik, tapi tidak tahu menjualnya. Justru hasilnya busuk,” tegasnya.
Bahkan, presiden mengatakan, para kades tidak perlu ragu bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun nongovernment organisations (NGO). Harapannya terwujud desa yang mandiri, baik pangan maupun energi.
Terkait dana desa rawan penyimpangan dan kriminalisasi, Jokowi mengatakan tidak perlu takut. Sepanjang prosedurnya benar dan tujuan untuk membangun desa. Dia akan menyampaikan pada Kapolri jika terjadi kriminalisasi, baik oleh kepolisian maupun kejaksaan terkait penggunaan dana desa.
Tapi Jokowi juga meminta transparansi dan akuntabilitas. Kades hendaknya mampu memberikan informasi ke seluruh warga dengan memberikan data penggunaan anggaran di setiap papan pengumuman di tiap RT. Pada tahun pertama dana desa, belum banyak yang melakukan transparansi seperti itu.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo mewanti-wanti soal transparansi. ”Jangan nakal. Ini duit rakyat,” tegasnya kepada seluruh kades yang hadir.
Dia mengatakan, jika sampai ada terjadi penyimpangan, akan menjadi ranah penegak hukum. Ganjar yakin, dalam tiga tahun program ini berjalan tanpa ada penyimpangan, maka progres percepatan ketertinggalan desa akan berjalan maksimal. ”Kalau berjalan baik, dalam tiga tahun desa sudah bisa maju,” ujarnya.
Ketua DPP Apdesi asal Lampung, Suhardi mengatakan, baru kali ini desa mendapat kemerdekaan. Dalam arti setelah bertahun-tahun, akhirnya desa mendapat kucuran dana segar dari pusat. Sedang soal undang-undang yang berkaitan dengan desa, dia berharap pemerintah melibatkan Apdesi sebagai asosiasi para penggerak kebijakan di desa.
Terkait transparansi, Suhardi mengatakan, tahun pertama sebagai evaluasi. Ke depan akan dilakukan transparansi melalui papan yang ada di desa, bahkan bisa dipublikasi lewat internet. ”Transparansi bisa lewat media, paling mudah papan informasi di tiap RT. Tapi bisa juga di-publish lewat IT. Untuk tahun pertama ini pelaksanaan penarikan dana desa ada keterlambatan, butuh sinkronisasi karena memang masih awal,” kata dia.
Sedang terkait kriminalisasi, ada ayat yang bisa menyerempet kades untuk dikriminalisasi. Jika mendapat vonis hakim bisa dicopot dari jabatannya. Namun ayat tersebut kurang jelas. Oleh karena itu akan disampaikan pada pemegang pemerintahan agar merevisi melalui Rekomendasi Solo yang tengah dibahas dalam Rakernas III. (din/un)