PURWOREJO--Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Purworejo Ir Akhmad Fauzi MA ikut angkat bicara mengenai wacana pindahnya Purworejo dari Jawa Tengah dan menjadi bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika benar direalisasikan, hal ini akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi Purworejo.
"Selama ini terjadi arogansi administrasi dalam pembangunan wilayah," ujar Akhmad Fauzi, kemarin.
Dikatakannya, konsep pewilayahan pembangunan selama ini selalu menggunakan paradigma yang salah. Kabupaten Purworejo diposisikan sebagai hinterland dari pusat pertumbuhan Cilacap. "Saat muncul pertanyaan kenapa tidak menginduk ke Yogyakarta. Jawabannya sederhana karena Purworejo bukan Jawa Tengah," kata Fauzi,
Lebih lanjut dikatakannya, de facto saat ini, Purworejo sebanarnya lebih terpengaruh Yogyakarta. Pergerakan faktor-faktor ekonomi lebih dipengaruh oleh permintaan (demand) dari Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya.
"Artinya, dari aspek perkembangan ekonomi regional lebih tepat kalo Purworejo dikonsolidasikan dengan Yogyakarta daripada dengan pusat-pusat pertumbuhan yang secara administrasi termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah. Ekonomic interdependence akan lebih kuat jika bergabung dengan Yogyakarta dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Tengah," tandasnya.
Fauzi menambahkan, jika nantinya betul-betul dipersatukan, yang sangat mungkin adalah mengembangkan Purworejo-Kulonprogo sebagai kawasan yang tumbuh cepat.Menurutnya, kondisi Yogyakarta saat ini sudah berbeda jauh dengan Yogyakarta jaman dahulu. Menurutnya, meski saat ini bentuk pemerintahannya adalah monarkhi, namun bukan monarkhi absolut.
"Bentuk pemerintahannya adalah monarkhi konstitusional. Contohnya, kepemilikan tanah saat ini sudah mengenal hak milik pribadi, bukan lagi hak anggaduh. Artinya dalam hal ini Yogyakarta sama dengan daerah yang lain," imbuhnya.
Dari latar belakang tersebut, menurutnya sangatlah wajar jika saat ini muncul wacana untuk bergabung dengan Yogyakarta. Terlebih secara historis, Purworejo memiliki hubungan yang sangat erat dengan Yogyakarta karena secara tradisi, Purworejo memang bagian dari Yogyakarta. "Orang-orang tua jaman dahulu pun banyak yang mengakui Raja Yogyakarta sebagai panutan," katanya.(baj)
"Selama ini terjadi arogansi administrasi dalam pembangunan wilayah," ujar Akhmad Fauzi, kemarin.
Dikatakannya, konsep pewilayahan pembangunan selama ini selalu menggunakan paradigma yang salah. Kabupaten Purworejo diposisikan sebagai hinterland dari pusat pertumbuhan Cilacap. "Saat muncul pertanyaan kenapa tidak menginduk ke Yogyakarta. Jawabannya sederhana karena Purworejo bukan Jawa Tengah," kata Fauzi,
Lebih lanjut dikatakannya, de facto saat ini, Purworejo sebanarnya lebih terpengaruh Yogyakarta. Pergerakan faktor-faktor ekonomi lebih dipengaruh oleh permintaan (demand) dari Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya.
"Artinya, dari aspek perkembangan ekonomi regional lebih tepat kalo Purworejo dikonsolidasikan dengan Yogyakarta daripada dengan pusat-pusat pertumbuhan yang secara administrasi termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah. Ekonomic interdependence akan lebih kuat jika bergabung dengan Yogyakarta dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Tengah," tandasnya.
Fauzi menambahkan, jika nantinya betul-betul dipersatukan, yang sangat mungkin adalah mengembangkan Purworejo-Kulonprogo sebagai kawasan yang tumbuh cepat.Menurutnya, kondisi Yogyakarta saat ini sudah berbeda jauh dengan Yogyakarta jaman dahulu. Menurutnya, meski saat ini bentuk pemerintahannya adalah monarkhi, namun bukan monarkhi absolut.
"Bentuk pemerintahannya adalah monarkhi konstitusional. Contohnya, kepemilikan tanah saat ini sudah mengenal hak milik pribadi, bukan lagi hak anggaduh. Artinya dalam hal ini Yogyakarta sama dengan daerah yang lain," imbuhnya.
Dari latar belakang tersebut, menurutnya sangatlah wajar jika saat ini muncul wacana untuk bergabung dengan Yogyakarta. Terlebih secara historis, Purworejo memiliki hubungan yang sangat erat dengan Yogyakarta karena secara tradisi, Purworejo memang bagian dari Yogyakarta. "Orang-orang tua jaman dahulu pun banyak yang mengakui Raja Yogyakarta sebagai panutan," katanya.(baj)