JAKARTA - Keinginan kuat Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mendapatkan rekaman asli pertemuan Ketua DPR Setya Novanto, Pengusaha Riza Chalid dan Presdir PT Freeport Maroef Sjamsoeddin gagal total. Pasalnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menolak memberikannya, sebab Maroef sebagai pemilik rekaman membuat surat pernyataan yang melarang rekaman asli ini diberikan ke pihak lain.
Ketua MKD Surahman Hidayat dan Wakil Ketua MKD Junimart Girsang tiba di Kejagung sekitar pukul 10.30 kemarin (10/12). Mereka langsung masuk ke gedung bundar, kantor Jampidsus. Sejam kemudian, keduanya keluar dari gedung dengan tangan hampa.
Junimart menjelaskan, pihaknya telah bertemu dengan Jampidsus Arminsyah. Dalam pertemuan itu, MKD sudah mengutarakan keinginan untuk mendapatkan rekaman asli. ”Kami jelaskan agar MKD bisa membawanya ke laboratorium forensic Polri,” paparnya.
Namun, ternyata Jampidsus justru menunjukkan sebuah surat yang dibuat Maroef. Surat tersebut menyatakan bahwa sebuah handphone bermerk Samsung dan flashdisk memuat rekaman otentik dipinjamkan pada Kejagung untuk mendalami kasus pencatutan nama. Namun, Maroef keberatan bila dipinjamkan ke pihak lainnya. ”Surat itu saya lihat dibuat 8 Desember,” jelas Junimart.
Dengan tidak mendapatkan rekaman asli, maka MKD akan menggelar rapat terkait langkah selanjutnya dalam menangani kasus tersebut. ”Kami hari ini akan rapat pimpinan terlebih dahulu untuk melanjutkan langkah,” ujarnya.
Terkait pemeriksaan lanjutan, dia menuturkan belum ada keputusan siapa yang akan diperiksa kembali. Ada proses yang harus ditempuh MKD, sehingga tidak bisa seketika memeriksa seseorang. ”Belum ada, Menko Polhukam atau siapa masih belum ditentukan,” paparnya.
Proses penyelesaian kasus melibatkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) belum kelihatan ujungnya. Hingga kemarin, lembaga penegak etika yang dimiliki DPR itu justru masih berkutat dengan otentisitas rekaman yang diserahkan pelapor Menteri ESDM Sudirman Said.
Karena hal itu lah, MKD belum menyusun kembali agenda pemanggilan sejumlah figur penting dalam perkara dugaan meminta saham di PT Freeport yang dilakukan Setnov, sebagaimana isi rekaman. ”Sebenarnya kami ini sudah melangkah jauh, tapi kami tidak menyangka kalau Novanto (dalam pemeriksaan) tidak mengakui siapa-siapa yang ada di rekaman itu, itu yang menyebabkan mundur lagi,” tutur anggota MKD Adjie Bakrie, saat dihubungi, kemarin (10/12).
Sebagaimana sikap MKD secara umum, politisi PAN itu bersikukuh bahwa langkah menguji keotentikan rekaman adalah hal penting. ”Takutnya nanti semua pada sembunyi di balik rekaman. Novanto saja bilang itu illegal, kalau Riza (Chalid) bilang begitu juga, bagaimana. Makanya, kami clear-kan dulu ini semua,” katanya.
Sejak pemerikasaan terhadap Setnov di MKD pada Senin (7/12) lalu, belum ada langkah maju berikutnya dari lembaga yang dipimpin politisi PKS Surahman Hidayat itu. Rapat internal guna menyusun langkah lebih lanjut juga baru diagendakan, pada Senin (14/12), mendatang. Harapan kasus tersebut bisa dituntaskan sebelum DPR memasuki masa reses pada 18 Desember mendatang, praktis menjadi semakin tipis.
Upaya menyelesaikan kasus Setnov sebelum masa reses dianggap penting, karena masa sidang DPR baru dibuka lagi pada awal Januari 2016. Artinya, bakal ada jeda waktu yang cukup lama untuk kembali memroses perkara yang belakangan tenar dengan ’Papa Minta Saham’ tersebut.
Berbeda, anggota MKD lainnya Sarifuddin Sudding termasuk yang menangkap ada upaya mengulur-ulur waktu dalam penanganan kasus. Upaya itu, menurut dia, tampak dari sejumlah anggota MKD yang meminta agar rekaman percakapan antara Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin diperiksa terlebih dahulu di laboratorium forensik Mabes Polri.
”Menurut saya tidak perlu audit forensik. Bagi saya, ini sudah terang benderang. Rekaman berbeda dengan sadapan. Sepanjang orang yang merekam mengakui rekaman itu, maka itu bisa jadi alat bukti,” beber Sudding.
Dia menyatakan, kasus Novanto sepatutnya tidak perlu dibuat sulit. Sebab, kasus yang ditangani intitusi yang ikut digawanginya tersebut bukan perkara hukum yang butuh pembuktian hukum pula. ”Ini sudah terang benderang (ada pelanggaran), kan sebatas ingin membuktikan adanya pertemuan,” kata politisi Partai Hanura itu.
Menurut dia dengan Setnov sudah mengakui adanya pertemuan pertama dengan Maroef, sudah cukup menjadi bukti adanya pertemuan. ”Kalaupun kemudian berdasar kesaksiannya, dia keberatan rekaman tanpa seizin dia, itu tetap tidak menyanggah pertemuan,” tandas Sudding.
Lebih lanjut, dengan kondisi terakhir yang ada di internal MKD, dia khawatir penyelesaian persoalan etika di DPR justru kalah cepat dengan langkah yang kini sedang dilakukan Kejaksaan Agung. ”Bagaimana nanti malunya MKD kalau Kejaksaan duluan yang tiba-tiba menetapkan Novanto sebagai tersangka?” imbuhnya.
Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) terus berupaya mengumpulkan berbagai bukti terkait kasus dugaan pemufakatan jahat yang mengarah pada korupsi tersebut. Kemarin (10/12) penyidik Kejagung memeriksa closed circuit television (CCTV) hotel Ritz Carlton Pacific Place yang menjadi lokasi pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, Pengusaha Bidang Minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin.
Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Adi Toegarisma menuturkan bahwa penyidik memang mendatangi hotel tersebut. Penyidik berupaya berkoordinasi dengan manajemen hotel untuk memeriksa CCTV di lokasi pertemuan tersebut. ”Ya, memang penyidik meminta rekaman CCTV-nya,” paparnya.
Yang pasti, rekaman CCTV ini akan melengkapi semua bukti yang dikumpulkan dalam penyelidikan tersebut. Soal apa hasilnya pemeriksaan CCTV itu belum bisa disebutkan. ”Melengkapi semuanya saja,” terangnya. (idr/dyn)
Ketua MKD Surahman Hidayat dan Wakil Ketua MKD Junimart Girsang tiba di Kejagung sekitar pukul 10.30 kemarin (10/12). Mereka langsung masuk ke gedung bundar, kantor Jampidsus. Sejam kemudian, keduanya keluar dari gedung dengan tangan hampa.
Junimart menjelaskan, pihaknya telah bertemu dengan Jampidsus Arminsyah. Dalam pertemuan itu, MKD sudah mengutarakan keinginan untuk mendapatkan rekaman asli. ”Kami jelaskan agar MKD bisa membawanya ke laboratorium forensic Polri,” paparnya.
Namun, ternyata Jampidsus justru menunjukkan sebuah surat yang dibuat Maroef. Surat tersebut menyatakan bahwa sebuah handphone bermerk Samsung dan flashdisk memuat rekaman otentik dipinjamkan pada Kejagung untuk mendalami kasus pencatutan nama. Namun, Maroef keberatan bila dipinjamkan ke pihak lainnya. ”Surat itu saya lihat dibuat 8 Desember,” jelas Junimart.
Dengan tidak mendapatkan rekaman asli, maka MKD akan menggelar rapat terkait langkah selanjutnya dalam menangani kasus tersebut. ”Kami hari ini akan rapat pimpinan terlebih dahulu untuk melanjutkan langkah,” ujarnya.
Terkait pemeriksaan lanjutan, dia menuturkan belum ada keputusan siapa yang akan diperiksa kembali. Ada proses yang harus ditempuh MKD, sehingga tidak bisa seketika memeriksa seseorang. ”Belum ada, Menko Polhukam atau siapa masih belum ditentukan,” paparnya.
Proses penyelesaian kasus melibatkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) belum kelihatan ujungnya. Hingga kemarin, lembaga penegak etika yang dimiliki DPR itu justru masih berkutat dengan otentisitas rekaman yang diserahkan pelapor Menteri ESDM Sudirman Said.
Karena hal itu lah, MKD belum menyusun kembali agenda pemanggilan sejumlah figur penting dalam perkara dugaan meminta saham di PT Freeport yang dilakukan Setnov, sebagaimana isi rekaman. ”Sebenarnya kami ini sudah melangkah jauh, tapi kami tidak menyangka kalau Novanto (dalam pemeriksaan) tidak mengakui siapa-siapa yang ada di rekaman itu, itu yang menyebabkan mundur lagi,” tutur anggota MKD Adjie Bakrie, saat dihubungi, kemarin (10/12).
Sebagaimana sikap MKD secara umum, politisi PAN itu bersikukuh bahwa langkah menguji keotentikan rekaman adalah hal penting. ”Takutnya nanti semua pada sembunyi di balik rekaman. Novanto saja bilang itu illegal, kalau Riza (Chalid) bilang begitu juga, bagaimana. Makanya, kami clear-kan dulu ini semua,” katanya.
Sejak pemerikasaan terhadap Setnov di MKD pada Senin (7/12) lalu, belum ada langkah maju berikutnya dari lembaga yang dipimpin politisi PKS Surahman Hidayat itu. Rapat internal guna menyusun langkah lebih lanjut juga baru diagendakan, pada Senin (14/12), mendatang. Harapan kasus tersebut bisa dituntaskan sebelum DPR memasuki masa reses pada 18 Desember mendatang, praktis menjadi semakin tipis.
Upaya menyelesaikan kasus Setnov sebelum masa reses dianggap penting, karena masa sidang DPR baru dibuka lagi pada awal Januari 2016. Artinya, bakal ada jeda waktu yang cukup lama untuk kembali memroses perkara yang belakangan tenar dengan ’Papa Minta Saham’ tersebut.
Berbeda, anggota MKD lainnya Sarifuddin Sudding termasuk yang menangkap ada upaya mengulur-ulur waktu dalam penanganan kasus. Upaya itu, menurut dia, tampak dari sejumlah anggota MKD yang meminta agar rekaman percakapan antara Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin diperiksa terlebih dahulu di laboratorium forensik Mabes Polri.
”Menurut saya tidak perlu audit forensik. Bagi saya, ini sudah terang benderang. Rekaman berbeda dengan sadapan. Sepanjang orang yang merekam mengakui rekaman itu, maka itu bisa jadi alat bukti,” beber Sudding.
Dia menyatakan, kasus Novanto sepatutnya tidak perlu dibuat sulit. Sebab, kasus yang ditangani intitusi yang ikut digawanginya tersebut bukan perkara hukum yang butuh pembuktian hukum pula. ”Ini sudah terang benderang (ada pelanggaran), kan sebatas ingin membuktikan adanya pertemuan,” kata politisi Partai Hanura itu.
Menurut dia dengan Setnov sudah mengakui adanya pertemuan pertama dengan Maroef, sudah cukup menjadi bukti adanya pertemuan. ”Kalaupun kemudian berdasar kesaksiannya, dia keberatan rekaman tanpa seizin dia, itu tetap tidak menyanggah pertemuan,” tandas Sudding.
Lebih lanjut, dengan kondisi terakhir yang ada di internal MKD, dia khawatir penyelesaian persoalan etika di DPR justru kalah cepat dengan langkah yang kini sedang dilakukan Kejaksaan Agung. ”Bagaimana nanti malunya MKD kalau Kejaksaan duluan yang tiba-tiba menetapkan Novanto sebagai tersangka?” imbuhnya.
Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) terus berupaya mengumpulkan berbagai bukti terkait kasus dugaan pemufakatan jahat yang mengarah pada korupsi tersebut. Kemarin (10/12) penyidik Kejagung memeriksa closed circuit television (CCTV) hotel Ritz Carlton Pacific Place yang menjadi lokasi pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, Pengusaha Bidang Minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin.
Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Adi Toegarisma menuturkan bahwa penyidik memang mendatangi hotel tersebut. Penyidik berupaya berkoordinasi dengan manajemen hotel untuk memeriksa CCTV di lokasi pertemuan tersebut. ”Ya, memang penyidik meminta rekaman CCTV-nya,” paparnya.
Yang pasti, rekaman CCTV ini akan melengkapi semua bukti yang dikumpulkan dalam penyelidikan tersebut. Soal apa hasilnya pemeriksaan CCTV itu belum bisa disebutkan. ”Melengkapi semuanya saja,” terangnya. (idr/dyn)