jawapos |
Pernyataan mundur Novanto itu dibacakan oleh Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad, usai MKD menggelar sidang tertutup setelah penyampaian pandangan dan putusan 17 anggota MKD usai dibacakan. Dasco membacakan selembar surat yang disebutnya berasal dari Novanto. "Surat ini saya terima langsung dari yang bersangkutan," kata Dasco memulai pernyataannya.
Dasco menyatakan, sehubungan dengan perkembangan penanganan kasus dugaan pelanggaran etik yang sedang berlangsung di MKD, maka untuk menjaga harkat dan martabat, dan kehormatan kelembagaan DPR, Novanto menyatakan mundur. "Demi menciptakan ketenangan di masyarakat, maka saya menyatakan mengundurkan diri dari Ketua DPR periode 2014-2019," kata Dasco membacakan surat Novanto.
Dasco menyatakan, surat itu sah secara hukum karena ditandatangani Novanto diatas materai. Hanya ada kata penutup di lanjutan surat Novanto, tanpa disertai alasan-alasan pengunduran diri yang lebih lengkap. "Demikian surat pernyataan ini kami buat, semoga bermanfaat untuk kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat Indonesia," ujar Dasco mengakhiri surat dari Novanto.
Ketua MKD Surahman Hidayat lantas melanjutkan pernyataan Dasco. Menurut dia, MKD dalam rapat tertutup juga sudah mengambil keputusan terkait kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden, serta permintaan saham PT Freeport Indonesia yang dilakukan Wakil Ketua Umum Partai Golongan Karya itu.
"Pertama, sidang MKD atas pengaduan saudara Sudirman Said atas dugaan pelanggaran etik Setya Novanto dinyatakan ditutup dengan surat pengunduran ini. Kedua, terhitung sejak Rabu (16/12), saudara Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR," kata Surahman sambil mengetok palu menutup sidang internal MKD.
Dalam rapat internal MKD yang berlangsung terbuka kemarin, sebanyak 10 anggota MKD menyatakan Novanto dijatuhi sanksi sedang atau dicopot dari jabatan Ketua DPR. Para anggota MKD yang menyatakan itu adalah Darizal Basir, Guntur Sasono (keduanya Fraksi Partai Demokrat), Ahmad Bakrie dan Sukiman (keduanya Fraksi Partai Amanat Nasional), Risa Mariska dan Wakil Ketua Junimart Girsang (keduanya dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Victor Laiskodat (Fraksi Partai Nasdem), Maman Imanulhaq (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa), Syarifudin Sudding (Fraksi Partai Hanura) dan Ketua Surahman Hidayat (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera).
Sementara tujuh anggota MKD yang menilai Novanto melakukan pelanggaran hukum berat dan harus dibentuk panel adalah Wakil Ketua Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman Andi Atgas (Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya), Ridwan Bae, Adies Kadir, dan Wakil Ketua Kahar Muzakir (ketiganya Fraksi Partai Golongan Karya), Muhammad Prakosa (FPDIP) dan Ahmad Dimyati Natakusumah (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan).
Dalam pertimbangannya, para anggota MKD menyebutkan pasal kumulatif yanG dilanggar Novanto. Namun, beberapa dari mereka juga menyebutkan pasal yang sama, yakni pelanggaran Pasal 2 ayat 1, pasal 3 ayat 1, pasal 4 ayat 2, dan pasal 6 ayat 4 peraturan DPR nomor 1 tahun 2015 tentang kode etik anggota DPR.
"Saudara Novanto terbukti melanggar etik karena mengabaikan kepentingan umum, dengan melakukan pertemuan di luar mekanisme DPR," kata Darizal.
Selain itu, Novanto juga melanggar pasal 78 Undang Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Junimart menjelaskan, pasal itu adalah terkait sumpah janji Novanto sebagai pimpinan DPR.
Sukiman menilai pelanggaran etik yang paling terlihat adalah cara Novanto menjanjikan cara penyelesaian perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, serta meminta saham.
"Memperhatikan urgensi penegakan etika, suara rakyat adalah suara DPR. Setelah mendengarkan pengadu, teradu, dan saksi, saudara Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar kode etik," ujarnya.
Sementara internal MKD yang mengusulkan pelanggaran berat meminta agar segera dibentuk panel. Sebagai informasi, panel bisa dibentuk MKD jika terindikasi ada pelanggaran berat dilakukan oleh anggota DPR. Panel terdiri dari tiga orang anggota MKD yang dipilih di rapat internal, dan empat tokoh masyarakat yang dipilih melibatkan publik. Panel bekerja maksimal 60 hari melalui sidang tertutup.
Dimyati menilai pembentukan panel penting untuk membuka seluruh data dan fakta persidangan. Justru, keberadaan tokoh masyarakat akan membuat MKD lebih netral. "Misalkan ada Prof Jimly (Jimly Asshiddiqie), Andi Hamzah, kan lebih bagus," kata Dimyati.
Namun, hal itu dinilai sebagai cara fraksi yang selama persidangan di MKD cenderung mendukung Novanto, untuk mengulur waktu. Anggota Fraksi PDIP Charles Honoris menilai, panel masih membuka kemungkinan Novanto bebas dari segala aduan. "Itu hanya cara mengulur waktu," tegasnya.
Proses persidangan MKD diwarnai pergantian dua anggota dari fraksi yang berbeda. Anggota MKD dari Fraksi Partai Nasdem yang dijatuhi sanksi larangan menjadi anggota terkait laporan Ridwan Bae atas pelanggaran etik, digantikan langsung Ketua Fraksi Partai Nasdem Victor Laiskodat. Sementara Fraksi PKB karena alasan teknis memasukkan nama Maman Imanulhaq menggantikan Acep Adang Ruchiat.
Namun, pergantian itu sempat menimbulkan perdebatan, karena Victor dan Maman dianggap belum sah. Alasannya Victor dan Maman belum mendapatkan pengesahan pimpinan DPR, dalam hal ini Wakil Ketua Fahri Hamzah. Victor melawan keputusan itu.
"MKD adalah alat kelengkapan, dimana yang berhak menggantikan anggotanya adalah fraksi masing-masing. Sifat penyampaian kepada pimpinan hanyalah pemberitahuan," kata Victor.
Selain itu, persidangan MKD juga menarik minat sejumlah anggota dewan untuk menyaksikan langsung proses pengambilan keputusan. Mereka bergabung di antara ratusan wartawan, menyaksikan satu layar televisi di luar ruang sidang MKD.
Beberapa yang tampak adalah Ruhut Sitompul dari Fraksi Partai Demokrat, Charles, Nico Siahaan, dan Komarudin Watubun. Mereka juga ikut bersorak saat mengetahui sebagian besar anggota MKD cenderung memilih sanksi pencopotan langsung Novanto dari Ketua DPR.
Sementara penyelidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai mengerucut pada Ketua DPR Setya Novanto. Kemarin Kejagung memeriksa Sekretaris Jenderal (Sekjend) Dewan Perwakilan Rakyat Winantuningtyastuti Swasanani. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Fadil Zumhana menjelaskan, memang sekjend DPR ini diperiksa untuk mengetahui dengan pasti tugas dan wewenang dari ketua DPR Setya Novanto. "sebenarnya apa yang menjadi kewenangannya, perlu diketahui dengan benar, tuturnya.
Yang pasti, pemeriksaan terhadap sekjend DPR ini sama sekali tidak terkait dengan hasil keputusan MKD. Sebab, pemeriksaan Kejagung ini berhubungan dengan segi hukumnya, bukan seperti MKD yang menilai terkait etikanya. "Kami sama sekali tidak ingin terlibat soal MKD, jelasnya.
Hingga saat ini, penyidik Jampidsus menjelaskan bahwa pihaknya telah memeriksa 11 saksi, sejumlah dokumen dan memeriksa tiga handphone yang terdapat rekaman pertemuan. "Semua ini akan dianalisa lebih dalam," tuturnya.
Tidak berhenti disitu, Kejagung juga menerjunkan tim ke Universitas Gajah Mada di Yogyakarta dan Institut Teknologi Bandung. Tim tersebut berupaya untuk meminta keterangan ahli terkait rekaman tersebut. "Kami minta ahlinya menilai rekaman itu benar atau tidak, apakah orang yang diduga bertemu itu benar-benar memiliki suara itu," ujarnya.
Dengan semua upaya itu, Kejagung sebenarnya memiliki tujuan agar bisa mempercepat proses kasus tersebut. Sehingga, waktu yang dibutuhkan untuk mengetahui apakah benar ada pidana korupsi atau tidak bisa lebih pendek. "Percepatan itu yang kami usahakan," jelasnya.
Dia menegaskan, nantinya akan ada kesimpulan dari semua barang bukti dan keterangan saksi yang diperiksa. Semua itu akan bsia diambil bila proses yang ditempuh selesai. "Soal apakah Setnov dan Riza ditetapkan tersangka, tergantung kesimpulan itu," tegasnya. (bay/idr)