HENDRI UTOMO/RADAR JOGJA |
KULONPROGO - Proses identifikasi dan pengukuran lahan bandara di Pedukuhan Sidorejo, Glagah, Temon, Kulonprogo masih diwarnai ketegangan, kemarin (17/12). Namun, Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengklaim proses pengukuran berjalan sukses dengan mengubah model pengukuran per bidang menjadi sistem blok.
Pantauan Radar Jogja, jumlah personel pengamanan dari Polres Kulonprogo lebih banyak dibanding hari sebelumnya. Polres juga menerjunkan polwan di garis depan untuk mengawal negosiasi antara tim BPN dan warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) di salah satu ruas jalan di Pedukuhan Sidorejo.
Massa WTT yang boleh dikatakan kalah jumlah dengan anggota pengaman sempat terpecah perhatiannya. Tepatnya ketika Kepala BPN Kulonprogo M Fadhil bernegosiasi dengan salah satu warga. Banyak massa WTT yang terfokus mengamati proses negosiasi tersebut, terlebih di situ ada pengamanan yang lebih banyak.
Sementara dalam waktu yang bersamaan, tim BPN lainnya melakukan pengukuran di lahan tegalan. Proses pengukuran semakin mulus ketika polisi juga menerapkan sistem ring untuk mensterilkan proses pengukuran. Polisi memasang police line di lahan yang diukur untuk memastikan warga yang berkepentingan saja yang bisa ikut bersama tim BPN melakukan pengukuran lahan.
Tak pelak, proses pengukuran yang difokuskan untuk tanah tegalan di Pedukuhan Sidorejo itu berlangsung relatif cepat. Sebelum pukul 12.00, Satgas A dan B dari BPN bahkan sudah berhasil mengidentifikasi dan mengukur semua blok tanah tegalan di sisi selatan permukiman warga Sidorejo.
Kasi Survei dan Pengukuran BPN Kulonprogo Obed Tri Pambudi mengatakan, fokus kali ini melakukan pengukuran blok tegalan di Sidorejo. Saat ini sudah mencakup semua blok. ”Setelah mencakup semua blok nanti akan disinkronkan dengan data bidang yang sudah ada sebelumnya,” terangnya usai pengukuran.
Menurut Obed, proses pengukuran kali ini sangat kondusif dan persuasif, pola pengamanannya juga dinilai pas. Khususnya pemasangan garis polisi yang menjadikan warga lebih menghormati proses pengukuran di lapangan.
Banyak cara yang bisa dilakukan, misalnya untuk pengukuran di permukiman kemungkinan akan menerapkan model atau metode penguran yang berbeda. Termasuk untuk pengukuran fasilitas umum seperti makam, masjid, dan jalan.
Obed mengungkapkan, untuk pengukuran di permukiman mungkin lebih efektif dengan tarik meteran, karena dengan satelit mungkin akan terkendala banyaknya pepohonan. ”Kemungkinan seperti itu, yang jelas kita tidak ngoyo kok, masih ada banyak waktu,” ujarnya.
Obed menambahkan, lahan yang diukur kini hanya tersisa sebagian kecil saja. Rencananya pengukuran dilanjutkan untuk lahan mulai dari Jalan Diponegoro sampai utara di Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) atau Jalan Daendels.
”Itupun hanya sebagian kecil lahan saja, karena selebihnya sudah masuk dalam data. Mudah-mudahan semuanya lancar seperti hari ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Kapolres Kulonprogo AKBP Yulianto mengamini, proses pengukuran kali ini relatif lebih lancar dibanding hari sebelumnya. Menurutnya, hal itu berkat kerja sama semua pihak, termasuk warga WTT yang tidak mengganggu proses pengukuran lahan milik warga yang berhak.
Berdasarkan hasil evaluasi pengukuran sebelumnya, personel pengamanan memang ditambah termasuk memasang polwan di barisan terdepan. Polres menerapkan pola pengamanan model ring, di mana hanya petugas BPN dan pemilik lahan saja yang boleh berada di dalam ring. Selebihnya tidak boleh masuk dan dibatasi dengan garis polisi. Dalam proses pengamanan kali ini juga dibantu TNI, Sat Radar Congot, dan Satpol PP.
Dijelaskan, proses pengukuran ini tidak semata-mata mengejar waktu. Melainkan ada beberapa pertimbangan yang harus dilakukan. Termasuk mengedepankan cara humanis untuk menghindari bentrok dengan warga. Baik melalui cara-cara formal maupun nonformal.
”Model ring dan memasang garis polisi itu hanya salah satu cara, kita masih punya banyak cara lainnya yang humanis. Tegas tetapi humanis,” terangnya.
Terpisah, anggota WTT Muhamdi mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan adanya pengukuran lahan milik warga yang memperbolehkan tanahnya dititik. Namun, WTT akan menolak tegas jika pengukuran dilakukan di lahan warga yang menolak.
”Yang mau tanahnya dipatok monggo dipatok, namun kami berhak tahu, batas mana yang dipatok. Kita tetap berupaya kondusif, asalkan semua sesuai prosedur,” kata warga Sidorejo ini. (tom/ila)