Ayo Jadi Pemilih Cerdas
JAKARTA - Besok (9/12/2015
) merupakan puncak pesta demokrasi lokal bagi masyarakat di 269 daerah. Bagi anda yang memiliki hak pilih, sebaiknya jangan disia-siakan untguk memilih pemimpin daerah. Namun ingat, jangan sampai memilih orang yang salah hanya karena bujuk rayu tertentu, apalagi menukar pilihak dengan pemberian uang.
Beberapa waktu terakhir, sejumlah kalimat edukasi mengenai penolakan politik uang bermunculan secara viral di media sosial. Digambarkan, apabila masyarakat menerima suap Rp 100 ribu untuk memilih paslon tertentu, maka sebenarnya suara dia hanya dihargai Rp 20 ribu per tahun. Atau Rp 1.700 per bulan, atau Rp 55 rupiah saja per hari.
Dampak pilihan yang salah itu akan terasa selama lima tahun atau 1.825 hari. Sehingga, sebetulnya masyarakat sangat rugi apabila mau disuap karena paslon telah menipu dia dengan harga murah untuk berkuasa selama lima tahun.
Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pilkada serentak merupakan pengalaman pertama bangsa Indonesia. Karena itu, Dia mengimbau masyarakat di 269 daerah untuk berpartisipasi aktif menggunakan hak pilih sebaik-baiknya. "Jangan lupa datang ke TPS, memilih pemimpin Indonesia yang ditentukan oleh saudara-saudara sendiri, oleh rakyat sendiri," ujar Presiden di Istana Merdeka kemarin, sebagaimana ditirukan Mendagri Tjahjo Kumolo.
Presiden juga telah menginstruksi Mendagri dan Kapolri untuk memastikan penyelenggaraan dan keamanan pilkada berjalan dengan baik. "Saya mengimbau semua pihak untuk tertib, sejuk,, ini adalah kegembiraan politik yang mari kita meriahkan bersama-sama," lanjutnya. Selain itu, Presiden juga meminta pihak nyang menang agar tidak jumawa dan yang kalah jangan mengamuk.
Di KPU, Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan bahwa pihaknya mengharapkan dua hal dari partisipasi pemilih. Tidak hanya secara kuantitas, namun juga kualitas. "Mereka harus menjadi pemilih yang sudah punya pertimbangan utuk mennentuakn siapa yang terbaik bagi daerahnya," ujarnya.
Pemilih yang termauk golongan tersebut, lanjut Husni, sebagian diyakini justru tidak akan datang ke TPS atas pertimbangan yang bermacam-macam. Namun, pihaknya berharap masyaraat yang sudah punya persiapan baik berupa pengetahuan calon maupun interaksi dengan calon tetap mau datang ke TPS. "Di bilik suara itulah mereka menyuarakan aspirasinya, memilih salah satu atau tidak sama sekali,Ғ lanjutnya. Khususnya, bagi pemilih di tiga daerah yang menyelenggarakan pilkada calon tunggal. Apapun pilihannya, datang saja ke TPS. Nanti sikapnya bisa ditentukan di TPS.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyampaikan hal serupa. Dia mengingatkan, memilih merupakan soal tanggung jawab. Tidak hanya kepada diri sendiri, namun juga kepada masyarakat. "Suara pemilih itu sangat berharga, ujarnya.
Setiap warga harus menyadari bahwa satu suara yang berasal dari irinya akan menentukan siapa yang akan duduk dan berkuasa untuk mengatur mereka. Para calon itu adalah orang-orang yang akan dipilih untuk mewujudkan aspirasi masyarakat.
Titi menjelaskan, suara dari pemilih nantinya akan diwujudkan dalam kebijakan, alokasi anggaran, hingga pengawasan yang sesuai dengan kepentingan pemilih itu sendiri. "Karena itu, pemilih harus memastikan untuk tidak membiarkan politisi korup, manipulatifdan orang jahat membajak aspirasi dan suara pemilih,"lanjutnya.
Melalui pemilihan, rakyat juga bisa menghukum orang jahat sekaligus memilih orang baik. ҒMari jadi pemilih berdaya, yang punya posisi tawar soal criteria pemimpin daerah yang dikehendakinya,"tuturnya. Pemilih sebaiknya mampu mencermati visi, misi, dan program para calon lalu membandingkannya dengan rekan jejak para calon.
Sebab, visi dan misi itu apabila tidak diaplikasikan, maka hanya akan menjadi naskah yang tidak berarti apapun selain merayu pemilih. Visi dan misi itu nanti tidak akan bisa digunakan memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat.
Terpisah, pakar hukum tata negara Mahfud MD mengungkapkan pandangan berbeda. Menurut dia, tidak mudah mengajak pemilih untuk memili pemimpin yang benar. "Agak susah ya, rakyat dikasih uang ya mereka kan mau saja, da itu tidak bisa disalahkan,Ғ terangnya. Bahkan, yang proaktif meminta uang dari paslon pun tidak bisa disalahkan.
Yang harus dilakukan adalah bagaimana membuat para penyelenggara pemilu lebih tegas dalam menegakkan aturan."Kan ada larangan politik uang. Kalau terbukti, langsung dicoret saja kepesertaannya,"terangnya. Memang hal itu tidak mudah dilakukan karena dalam membagi uang, paslon tidak akan mengeluarkan identitas.
Kuncinya, pengawasn dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh aparat. Tidak ada jalan kecuali ada perubahan situasi ekonomi. Apabila penghasilan masyarakat meningkat, maka mereka tidak akan mudah disuap. ҒTapi selama situasinya seperti ini ya penyelenggara yang harus hati-hati," lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Dia mengingatkan, kerawanan pilkada bukan hanya karena uang. Bisa juga karena terror, intimidasi, hingga pemalsuan dokumen, salah satunya undangan memilih. Bisa saja surat suara itu dipalsukan lalu digunakan atas nama sang pemilih. Di daerah pedesaan, hal itu masih mungkin untuk terjadi. Di situlah peran aparat diperlukan. (byu)
JAKARTA - Besok (9/12/2015
) merupakan puncak pesta demokrasi lokal bagi masyarakat di 269 daerah. Bagi anda yang memiliki hak pilih, sebaiknya jangan disia-siakan untguk memilih pemimpin daerah. Namun ingat, jangan sampai memilih orang yang salah hanya karena bujuk rayu tertentu, apalagi menukar pilihak dengan pemberian uang.
Beberapa waktu terakhir, sejumlah kalimat edukasi mengenai penolakan politik uang bermunculan secara viral di media sosial. Digambarkan, apabila masyarakat menerima suap Rp 100 ribu untuk memilih paslon tertentu, maka sebenarnya suara dia hanya dihargai Rp 20 ribu per tahun. Atau Rp 1.700 per bulan, atau Rp 55 rupiah saja per hari.
Dampak pilihan yang salah itu akan terasa selama lima tahun atau 1.825 hari. Sehingga, sebetulnya masyarakat sangat rugi apabila mau disuap karena paslon telah menipu dia dengan harga murah untuk berkuasa selama lima tahun.
Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pilkada serentak merupakan pengalaman pertama bangsa Indonesia. Karena itu, Dia mengimbau masyarakat di 269 daerah untuk berpartisipasi aktif menggunakan hak pilih sebaik-baiknya. "Jangan lupa datang ke TPS, memilih pemimpin Indonesia yang ditentukan oleh saudara-saudara sendiri, oleh rakyat sendiri," ujar Presiden di Istana Merdeka kemarin, sebagaimana ditirukan Mendagri Tjahjo Kumolo.
Presiden juga telah menginstruksi Mendagri dan Kapolri untuk memastikan penyelenggaraan dan keamanan pilkada berjalan dengan baik. "Saya mengimbau semua pihak untuk tertib, sejuk,, ini adalah kegembiraan politik yang mari kita meriahkan bersama-sama," lanjutnya. Selain itu, Presiden juga meminta pihak nyang menang agar tidak jumawa dan yang kalah jangan mengamuk.
Di KPU, Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan bahwa pihaknya mengharapkan dua hal dari partisipasi pemilih. Tidak hanya secara kuantitas, namun juga kualitas. "Mereka harus menjadi pemilih yang sudah punya pertimbangan utuk mennentuakn siapa yang terbaik bagi daerahnya," ujarnya.
Pemilih yang termauk golongan tersebut, lanjut Husni, sebagian diyakini justru tidak akan datang ke TPS atas pertimbangan yang bermacam-macam. Namun, pihaknya berharap masyaraat yang sudah punya persiapan baik berupa pengetahuan calon maupun interaksi dengan calon tetap mau datang ke TPS. "Di bilik suara itulah mereka menyuarakan aspirasinya, memilih salah satu atau tidak sama sekali,Ғ lanjutnya. Khususnya, bagi pemilih di tiga daerah yang menyelenggarakan pilkada calon tunggal. Apapun pilihannya, datang saja ke TPS. Nanti sikapnya bisa ditentukan di TPS.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyampaikan hal serupa. Dia mengingatkan, memilih merupakan soal tanggung jawab. Tidak hanya kepada diri sendiri, namun juga kepada masyarakat. "Suara pemilih itu sangat berharga, ujarnya.
Setiap warga harus menyadari bahwa satu suara yang berasal dari irinya akan menentukan siapa yang akan duduk dan berkuasa untuk mengatur mereka. Para calon itu adalah orang-orang yang akan dipilih untuk mewujudkan aspirasi masyarakat.
Titi menjelaskan, suara dari pemilih nantinya akan diwujudkan dalam kebijakan, alokasi anggaran, hingga pengawasan yang sesuai dengan kepentingan pemilih itu sendiri. "Karena itu, pemilih harus memastikan untuk tidak membiarkan politisi korup, manipulatifdan orang jahat membajak aspirasi dan suara pemilih,"lanjutnya.
Melalui pemilihan, rakyat juga bisa menghukum orang jahat sekaligus memilih orang baik. ҒMari jadi pemilih berdaya, yang punya posisi tawar soal criteria pemimpin daerah yang dikehendakinya,"tuturnya. Pemilih sebaiknya mampu mencermati visi, misi, dan program para calon lalu membandingkannya dengan rekan jejak para calon.
Sebab, visi dan misi itu apabila tidak diaplikasikan, maka hanya akan menjadi naskah yang tidak berarti apapun selain merayu pemilih. Visi dan misi itu nanti tidak akan bisa digunakan memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat.
Terpisah, pakar hukum tata negara Mahfud MD mengungkapkan pandangan berbeda. Menurut dia, tidak mudah mengajak pemilih untuk memili pemimpin yang benar. "Agak susah ya, rakyat dikasih uang ya mereka kan mau saja, da itu tidak bisa disalahkan,Ғ terangnya. Bahkan, yang proaktif meminta uang dari paslon pun tidak bisa disalahkan.
Yang harus dilakukan adalah bagaimana membuat para penyelenggara pemilu lebih tegas dalam menegakkan aturan."Kan ada larangan politik uang. Kalau terbukti, langsung dicoret saja kepesertaannya,"terangnya. Memang hal itu tidak mudah dilakukan karena dalam membagi uang, paslon tidak akan mengeluarkan identitas.
Kuncinya, pengawasn dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh aparat. Tidak ada jalan kecuali ada perubahan situasi ekonomi. Apabila penghasilan masyarakat meningkat, maka mereka tidak akan mudah disuap. ҒTapi selama situasinya seperti ini ya penyelenggara yang harus hati-hati," lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Dia mengingatkan, kerawanan pilkada bukan hanya karena uang. Bisa juga karena terror, intimidasi, hingga pemalsuan dokumen, salah satunya undangan memilih. Bisa saja surat suara itu dipalsukan lalu digunakan atas nama sang pemilih. Di daerah pedesaan, hal itu masih mungkin untuk terjadi. Di situlah peran aparat diperlukan. (byu)