Salah satu perajin gula merah Desa Tursino Kecamatan Kutoarjo, Sumilan (62) mengatakan, peralihan musim kemarau ke musim hujan berpengaruh pada pertumbuhan akar pohon kelapa. Berkembangnya akar tersebut menyebabkan produksi nira berkurang cukup banyak. "Kondisi ini terjadi merata di seluruh perajin gula merah di Purworejo," katanya saat ditemui di kediamannya, Selasa (29/12).
Jika pada musim kemarau Sumilan mampu memproduksi 12 kilogram gula merah per hari, kini hanya 15 kilogram saja. Produksi gula tersebut berasal dari 40 pohon kelapa yang dikelola keluarganya dengan sistem sewa bulanan.
Kendati demikian, pendapatan perajin gula merah tidak mengalami penurunan lantaran harga jual gula merah mengalami kenaikan sebesar Rp 3.500 per kilogram. Bahkan, kenaikan harga itu dinilai sangat membantu perajin gula merah. "Harga Rp 13.500 itu sudah sangat bagus untuk kami," tuturnya.
Istri Sumilan, Tukinah (55) mengatakan, gula merah itu dijual ke pengepul yang ada di Desa Tursino. Gula merah tersebut kemudian didistribusikan ke sejumlah daerah Purworejo dan sekitarnya. "Desa Tursino termasuk sentra produksi gula merah karena memiliki ratusan orang perajin," katanya.
Keluarga Sumilan mengelola 40 pohon kelapa dengan cara menyewa ke sejumlah tetangganya. Pembayaran sewa pohon kelapa dilakukan menggunakan gula merah setiap bulan. "Sewanya bukan membayar uang, melainkan menggunakan gula merah. Untuk satu pohon kelapa biasanya dibayar dengan gula merah sebanyak 1,5 kilogram setiap bulan," ujarnya.
Kenaikan harga jual gula merah itu diperkirakan akan berlangsung satu bulan ke depan. Saat kondisi pohon kelapa sudah stabil, maka produksi nira akan meningkat. Jika produksi gula merah meningkat, maka harga jualnya akan mengalami penurunan. "Ya mungkin akan berlangsung sebulan ke depan," katanya. (baj)