KLATEN – Sekitar 200 warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Klaten Menolak Kecurangan Pilkada menggelar aksi damai di depan kantor Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Klaten. Mereka mendesak Panwaslu untuk tegas untuk menindak pelanggaran yang terjadi selama pilkada.
“Saya datang ke sini untuk bertanya apa saja kerja Panwaslu Klaten, selama ini terkesan tidak bernyali dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran pilkada. Tentu sikap ini sangat disesalkan masyarakat,” ujar salah satu peserta aksi Mujiono.
Dia menambahkan, panwaslu tidak merespon suara rakyat yang melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan pasangan calon (paslon). Dia mencatat ada beberapa dugaan pelanggaran yang akhirnya mental di Panwaslu Klaten.
Misalnya penyalahgunaan fasilitas negara di kegiatan evaluasi PKK di Kecamatan Pedan. Kasus dugaan pelanggaran yang paling baru money politic di Desa Malangan, Kecamatan Tulung yang terjadi pada hari Selasa (8/12).
“Dalam kasus ini warga yang menangkap tangan 25 amplop yang berisi uang Rp 20 ribu dan sticker paslon nomor 3. Dalam perkembangannya, terlapor dugaan money politic justru mangkir dari pemanggilan Panwaslu Klaten,” jelasnya.
Koordinator lapangan (Korlap) aksi damai, Nanang Nuryanto menjelaskan, penyelanggaraan pemilu harus menjadi momentum pendidikan politik bagi masyarakat Klaten. Namun yang terjadi justru menjadi ajang pembodohan dengan adanya money politic.
“Sebenarnya pelajaran politik harus mencerdaskan bagi masyarakat, jadi diharapkan masyarakat paham dan punya kepekaan. Tapi kenyataan di lapangan suara warga justru dinilai dengan uang Rp 10-15 ribu perorang,” imbuhnya.
Ketua Panwaslu Klaten, Wandyo Supriyatno menegaskan, pihaknya memiliki lima hari untuk mengusut kasus money politic tersebut. Dibutuhkan klarifikasi laporan maupun temuan pelanggaran pilkada.
“Apabila lebih dalam lima hari tidak dapat diselesaikan, maka kasus ini dinyatakan kadaluarsa. Hari ini (kemarin-red), kami undang Tim Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu) dari Kepolisian dan Kejaksaan untuk Rapat Pleno,” ucapnya.(ren/oh)
“Saya datang ke sini untuk bertanya apa saja kerja Panwaslu Klaten, selama ini terkesan tidak bernyali dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran pilkada. Tentu sikap ini sangat disesalkan masyarakat,” ujar salah satu peserta aksi Mujiono.
Dia menambahkan, panwaslu tidak merespon suara rakyat yang melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan pasangan calon (paslon). Dia mencatat ada beberapa dugaan pelanggaran yang akhirnya mental di Panwaslu Klaten.
Misalnya penyalahgunaan fasilitas negara di kegiatan evaluasi PKK di Kecamatan Pedan. Kasus dugaan pelanggaran yang paling baru money politic di Desa Malangan, Kecamatan Tulung yang terjadi pada hari Selasa (8/12).
“Dalam kasus ini warga yang menangkap tangan 25 amplop yang berisi uang Rp 20 ribu dan sticker paslon nomor 3. Dalam perkembangannya, terlapor dugaan money politic justru mangkir dari pemanggilan Panwaslu Klaten,” jelasnya.
Koordinator lapangan (Korlap) aksi damai, Nanang Nuryanto menjelaskan, penyelanggaraan pemilu harus menjadi momentum pendidikan politik bagi masyarakat Klaten. Namun yang terjadi justru menjadi ajang pembodohan dengan adanya money politic.
“Sebenarnya pelajaran politik harus mencerdaskan bagi masyarakat, jadi diharapkan masyarakat paham dan punya kepekaan. Tapi kenyataan di lapangan suara warga justru dinilai dengan uang Rp 10-15 ribu perorang,” imbuhnya.
Ketua Panwaslu Klaten, Wandyo Supriyatno menegaskan, pihaknya memiliki lima hari untuk mengusut kasus money politic tersebut. Dibutuhkan klarifikasi laporan maupun temuan pelanggaran pilkada.
“Apabila lebih dalam lima hari tidak dapat diselesaikan, maka kasus ini dinyatakan kadaluarsa. Hari ini (kemarin-red), kami undang Tim Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu) dari Kepolisian dan Kejaksaan untuk Rapat Pleno,” ucapnya.(ren/oh)