DWI AGUS/RADAR JOGJA |
Jogjakarta memiliki keistimewaan dari segi alam maupun seni budayanya. Hal inilah yang diabadikan oleh 80 mahasiswa Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia (DKV ISI) Jogjakarta. Hal itu tersaji dalam pameran bertajuk Jogja Istimewa dalam Porto dan Giro.
DWI AGUS, Jogja
TAK diragukan Jogjakarta memiliki ragam keindahan. Mulai dari keindahan alam, seni budaya, tokoh hingga pranata sosialnya. Keanekaragaman ini turut mewujudkan identitas DIJ secara utuh. Ragam keindahan inipun ditangkap oleh mahasiswa DKV ISI Jogjakarta sebagai objek karya.
Apresiasi ini tersaji dalam pameran bertajuk Jogja Istimewa dalam Porto dan Giro. Karya-karya ini tersaji di N-Workshop yang terletak di Jalan Suryodiningratan, Jogja. Di gedung bekas Karta Pustaka ini tersaji puluhan karya mahasiswa. Total ada sekitar 80 karya dalam wujud porto maupun giro. Beberapa gambar tokoh seperti raja-raja Keraton Jogjakarta hingga juru kunci Gunung Merapi Mbah Maridjan dihadirkan.
Ketua Pameran Indiria Maharsi mengatakan, pameran ini merupakan bagian dari mata kuliah DKV 5. Tema besarnya tentang keistimewaan Jogjakarta dari berbagai sudut. ”Jadi membebaskan setiap mahasiswa melihat keindahan Jogjakarta dari kacamata masing-masing,” kata Indi sapaannya, Senin (18/1).
Dosen DKV ini menjelaskan, konsep pameran mengangkat keistimewaan Jogjakarta dalam wujud desain grafis. Terlebih untuk menghadirkan karya, setiap mahasiswa diwajibkan melakukan riset. Tujuan dari riset ini untuk menguatkan konsep karya yang diusung. Riset ini harus dilakukan secara mendalam, mulai dari data pustaka hingga riset langsung. Salah satunya adalah karya yang bercerita tentang tokoh-tokoh Jogjakarta.
”Jadi tidak sekadar menjadi karya yang dipajang dalam ruang pamer. Tapi dari setiap karya akan berbicara dan memiliki makna,” ungkapnya.
Dijelaskan, pemilihan porto dan giro sendiri merupakan wujud apresiasi. Ragam inspirasi ini didesain ulang lantas dihadirkan dalam wujud mata uang dan prangko. ”Mata uang dan prangko dianggap sebagai sebuah jati diri, di mana objek yang ditorehkan memiliki makna bagi sejarah pada tempo tertentu,” ungkapnya.
Setidaknya objek-objek ini telah menjadi ciri khas yang kuat. Bahkan telah menjadi identitas bagi setiap daerah yang ada di Jogjakarta. Selain itu, mata uang dan prangko memiliki kerumitan yang tinggi. Mulai dari konsep hingga mewujudkan dalam karya fisik. Setiap detail harus memiliki nilai dan makna, mulai dari pemilihan foreground, middle ground hingga background.
Setiap mahasiswa yang unjuk karya ini “membicarakan” Jogjakarta secara kompleks. Selain tokoh-tokoh bersejarah di masa lalu, juga tokoh masa kini. Seperti hadirnya seniman-seniman kontemporer saat ini, sebut saja pelukis Nasirun, Ugo Untoro hingga perupa Heri Dono.
Sosok Heri Dono diusung oleh mahasiswa bernama Afifur Rahman Fikri. Dalam karya ini dihadirkan sosok Heri Dono hingga karya-karyanya. Ketertarikan sang mahasiswa karena latar belakang sang seniman. Dipandang sebagai seniman masa kini, namun tetap mengusung akar tradisi.
Afifur Rahman Fikri mengatakan, keistimewaan Heri Dono adalah cara berpikirnya yang kuat. Karya-karyanya terbilang modern namun tidak meninggalkan tradisi. ”Transformasi seni tradisi ini hadir dengan baju yang modern. Inspirasinya datang dari wayang kulit,” ungkapnya.
Uniknya, pameran ini turut memancing perhatian Kepala Kantor Pos Besar Jogjakarta Dodik Budiantono. Bahkan diadatang secara khusus untuk membuka pameran ini. Menurutnya, karya-karya mahasiswa ini sangatlah inspiratif. Terutama karya prangko dengan beragam objeknya.
Bahkan Dodik menilai, karya-karya ini pantas diwujudkan dalam prangko asli. Tentu saja melalui beberapa tahapan. Namun dia mengungkapkan, segala kemungkinan bisa terjadi. Termasuk para mahasiswa atau seniman yang ingin berperan aktif di dunia filateli.
Dodik mengungkapkan, Kantor Pos selama ini susah mencari desainer untuk prangko. ”Saya tertegun melihat karya-karya ini. Setidaknya dengan pameran ini tidak bingung lagi mencari desainer. Dapat membuka jembatan antara desain grafis dengan kami,” ujar Dodik. (ila)