SOLO – Penyebar pengaruh radikalisme di kalangan mahasiswa tak sembarangan memilih targetnya. Mereka hanya memilih mahasiswa yang memiliki nilai akademik di atas rata-rata.
Mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS 2014 Siswandi menuturkan, selain pandai, mereka yang kerap dipengaruhi adalah mahasiswa dengan kepribadian tertutup.
”Sempat ada pejabat kampus yang meminta saya menyelidiki tentang keberadaan organisasi radikal ada di kampus. Tapi belum menemukannya, karena memang selama ini pergaulan mereka cukup tertutup,” urai Siswandi kemarin (18/1).
Sementara itu, pengaruh paham radikalisme menjadi alarm pihak rektorat melakukan pencegahan dini. Salah satunya menjadikan masjid kampus sebagai tempat berdiskusi agar para aktivis dapat saling sharing berbagai hal secara mendetail.
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Ravik Karsidi menyadari betapa kuatnya pengaruh luar pada interaksi dan pemikiran global mahasiswa yang dikhawatirkan dapat membentuk cara berpikir keliru.
Sebab itu, pihak rektorat UNS fokus memanejemen kepengurusan masjid kampus agar dapat merangkul seluruh elemen mahasiswa. Dengan begitu, masjid kampus dapat menjadi tempat diskusi yang baik dan tidak hanya satu informasi saja yang diperoleh mahasiswa.
“Kami juga mempertahankan mata kuliah Pancasila untuk diwajibkan bagi seluruh mahasiswa baik D3 maupun S1. Termasuk mewajibkan mahasiswa mengikuti pelatihan spiritual building dan mengasah soft skill yang diadakan pihak kampus,” terang Ravik kemarin (18/1).
Terkait munculnya nama alumni dan mahasiswa yang diduga terlibat aksi terorisme atau bergabung dengan organisasi terlarang, Ravik menekankan, mahasiswa UNS yang telah menjadi alumni, maka secara administratif sudah bukan lagi menjadi tanggung jawab kampus.
“Jangan sampai berita itu (teroris, Red) bias, seakan-akan UNS menjadi gudangnya teroris. Entah alumni sekarang menjadi apa atau berperan menjadi apa, sudah di luar tanggung jawab kami,” beber dia di sela peresmian gedung baru di Fakultas Kedokteran UNS.
Lalu bagaimana dengan pengawasan pihak kampus terhadap organisasi eksternal? Ravik mengaku telah memiliki ketentuan yang diatur dalam SK Rektor, yaitu melarang aktivitas organisasi eksternal masuk kampus.
Hal tersebut menjadi pengecualian ketika organisasi eksternal tersebut sedang dalam kerja sama dengan pihak kampus dengan diketahui oleh pejabat kemahasiswaan kampus yang berwenang. Kerja sama juga harus melalui proses seleksi yang sangat ketat.
Ditambahkan dia, pihaknya tidak dapat melarang mahasiswa bergabung dengan organisasi eksternal. Asalkan seluruh aktivitas organisasi eksternal tersebut tidak menggunakan nama dan fasilitas kampus.
“Kami mengakui benar Bahrun Naim adalah mahasiswa UNS. Namun lantas jangan hanya karena (kelakuan, Red) satu alumni, dapat mencoreng nama 140.000 alumni lainnya. Juga jangan hanya karena satu alumni ini kemudian memengaruhi keluarganya. Belum tentu keluarganya terlibat jaringan seperti Bahrun Naim,” urai dia.
Terkait hilangnya dua mahasiswi Fakultas Teknik dan seorang pegawai pascasarjana yang diduga bergabung dengan organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Ravik mengungkapkan tetap akan ada sanksi. Namun pihaknya tetap berupaya menemukan keberadaan mereka terlebih dahulu. (vit/aya/wa)
Mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS 2014 Siswandi menuturkan, selain pandai, mereka yang kerap dipengaruhi adalah mahasiswa dengan kepribadian tertutup.
”Sempat ada pejabat kampus yang meminta saya menyelidiki tentang keberadaan organisasi radikal ada di kampus. Tapi belum menemukannya, karena memang selama ini pergaulan mereka cukup tertutup,” urai Siswandi kemarin (18/1).
Sementara itu, pengaruh paham radikalisme menjadi alarm pihak rektorat melakukan pencegahan dini. Salah satunya menjadikan masjid kampus sebagai tempat berdiskusi agar para aktivis dapat saling sharing berbagai hal secara mendetail.
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Ravik Karsidi menyadari betapa kuatnya pengaruh luar pada interaksi dan pemikiran global mahasiswa yang dikhawatirkan dapat membentuk cara berpikir keliru.
Sebab itu, pihak rektorat UNS fokus memanejemen kepengurusan masjid kampus agar dapat merangkul seluruh elemen mahasiswa. Dengan begitu, masjid kampus dapat menjadi tempat diskusi yang baik dan tidak hanya satu informasi saja yang diperoleh mahasiswa.
“Kami juga mempertahankan mata kuliah Pancasila untuk diwajibkan bagi seluruh mahasiswa baik D3 maupun S1. Termasuk mewajibkan mahasiswa mengikuti pelatihan spiritual building dan mengasah soft skill yang diadakan pihak kampus,” terang Ravik kemarin (18/1).
Terkait munculnya nama alumni dan mahasiswa yang diduga terlibat aksi terorisme atau bergabung dengan organisasi terlarang, Ravik menekankan, mahasiswa UNS yang telah menjadi alumni, maka secara administratif sudah bukan lagi menjadi tanggung jawab kampus.
“Jangan sampai berita itu (teroris, Red) bias, seakan-akan UNS menjadi gudangnya teroris. Entah alumni sekarang menjadi apa atau berperan menjadi apa, sudah di luar tanggung jawab kami,” beber dia di sela peresmian gedung baru di Fakultas Kedokteran UNS.
Lalu bagaimana dengan pengawasan pihak kampus terhadap organisasi eksternal? Ravik mengaku telah memiliki ketentuan yang diatur dalam SK Rektor, yaitu melarang aktivitas organisasi eksternal masuk kampus.
Hal tersebut menjadi pengecualian ketika organisasi eksternal tersebut sedang dalam kerja sama dengan pihak kampus dengan diketahui oleh pejabat kemahasiswaan kampus yang berwenang. Kerja sama juga harus melalui proses seleksi yang sangat ketat.
Ditambahkan dia, pihaknya tidak dapat melarang mahasiswa bergabung dengan organisasi eksternal. Asalkan seluruh aktivitas organisasi eksternal tersebut tidak menggunakan nama dan fasilitas kampus.
“Kami mengakui benar Bahrun Naim adalah mahasiswa UNS. Namun lantas jangan hanya karena (kelakuan, Red) satu alumni, dapat mencoreng nama 140.000 alumni lainnya. Juga jangan hanya karena satu alumni ini kemudian memengaruhi keluarganya. Belum tentu keluarganya terlibat jaringan seperti Bahrun Naim,” urai dia.
Terkait hilangnya dua mahasiswi Fakultas Teknik dan seorang pegawai pascasarjana yang diduga bergabung dengan organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Ravik mengungkapkan tetap akan ada sanksi. Namun pihaknya tetap berupaya menemukan keberadaan mereka terlebih dahulu. (vit/aya/wa)