SETIAKY A. KUSUMA/ RADAR JOGJA |
Minuman keras (miras) memang seharusnya dijauhi. Raja dangdut Rhoma Irama bahkan sampai membuat lagu khusus berjudul Mirasantika pada 1997 silam. Sebab, menenggak miras lebih banyak efek buruknya. Itu pula yang dirasakan Edi Sulistyo, 30. Akibat miras yang diminumnya, pandangan matanya kini gelap gulita.
------------------
RIZAL SN, Sleman
-------------------
JIKA waktu bisa diputar ulang, mungkin Edi ingin kembali ke masa lalu. Kemudian, memperbaiki keputusan yang pernah diambilnya. Ya, awal Januari 2016 lalu, tepatnya Kamis (7/1) silam, Edi bersama temannya Satria, 30, membeli miras oplosan di tempat Purwanto di Dusun Karanganyar, Sinduadi, Mlati, Sleman.
Siang harinya, sekitar pukul 14.00 WIB, Edi bersama Satria dan kawan lainnya, Ivan, berpesta miras dengan sebotol oplosan. Satu jam berselang, sebotol miras ukuran botol sedang tersebut tandas. Dirasa kurang, lalu Ivan dan Satria kembali menemui penjual miras tersebut dan membeli dua botol lagi. Satu botol tersebut dicampur dengan minuman ringan merek Sprite. Ketiganya lalu teler, sebotol miras yang telah terbeli tidak sempat diminum.
Selang sehari, ketiganya mengalami pusing-pusing, badan mulai tidak enak, dan pandangan sudah kabur. Beruntung, Satria dan Ivan sempat meminum air kelapa untuk menetralkan efek racun miras oplosan tersebut. Sial bagi Edi, kondisinya sudah cukup parah. ”Usai minum miras oplosan, keesokannya Edi sudah tidak bisa melihat. Pandangan matanya mulai kabur,” ujar Suradi, 58, ayah Edi Sulistyo.
Suradi berharap, anak keduanya itu bisa pulih kembali seperti semula. Dia bahkan menuntut penjual miras untuk bertanggung jawab menyembuhkan anaknya itu. ”Bakule ken nambake (penjualnya supaya mengobatkan). Keluarga berhubung ndak tahu hukum ya serahkan yang berwajib, yang penting anak saya bisa melihat lagi,” kata Suradi.
Sedangkan Edi saat ini hanya bisa berdiam diri di rumah. Hampir sebulan terakhir dia tidak lagi melakoni profesinya sebagai tukang parkir. Edi dengan lancar menuturkan kejadian awal tahun 2016 lalu.
”Setelah itu (minum-minum) malamnya mual-mual sampai dua hari. Sorenya malam Minggu tidak bisa lihat, kabur gelap. Sampai saat ini juga masih kabur,” ujarnya.
Usai minum, kondisi Edi semakin memburuk. Matanya tidak lagi dapat berfungsi dengan baik. Keesokan paginya, dia lalu dibawa ke Rumah Sakit UGM di Jalan Kabupaten. Karena pertimbangan medis, dokter setempat merujuknya ke rumah sakit khusus mata dr Yap.
Sampai di sana (RS dr Yap), sudah parah. Asuransi BPJS tidak bisa mengkover untuk kasus tersebut, akhirnya memutuskan dibawa pulang. Sampai sekarang kondisi matanya tidak bisa melihat.
Edi mengaku, memang sering minum miras sebelumnya. Hanya, saat terakhir itu dia mengaku merasakan hal yang lain. ”Rasanya biasa, tapi naiknya lebih cepat. Campurannya agak keras,” ungkapnya.
Kini, Edi pun merasa menyesal dengan kebiasaan minum mirasnya. Dia berharap, kondisinya bisa pulih seperti sedia kala. ”Ya, menyesal,” ungkapnya.
Sementara itu, mendapat laporan dari keluarga korban miras oplosan, Polsek Mlati dengan cepat melakukan penyelidikan. Polisi berhasil menangkap penjual miras Purwanto. Dari tersangka polisi menyita 57 botol arak dan sembilan miras jenis jamu.
Dari pengakuan pelaku, dia telah berjualan miras selama tiga bulan terakhir. ”Pelaku menyediakan miras bagi konsumen di dalam warungnya secara sembunyi-sembunyi,” terang Kapolsek Mlati Kompol Dwi Yuli Astono kepada Radar Jogja, Rabu (10/2).
Dijelaskan, pelaku mendapatkan barang tersebut dari seorang penjual di Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Biasanya dia membeli dalam ukuran jeriken dengan harga Rp 400 ribu per jeriken. (ila)