SEMARANG – Pemprov Jawa Tengah ke depan akan fokus menggarap sektor energi, penanggulangan kemiskinan, dan pangan. Hal tersebut merupakan hasil Rapat Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2017 yang digelar di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jateng, Senin (15/2).
Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Tengah Sri Puryono menuturkan, masalah kemiskinan memang masih menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat. Saat ini, jumlah kemiskinan di Jateng masih di angka 13,38 persen. Sementara jumlah pengangguran sekitar 5 persen.
”Kalau energi, secara keseluruhan elektrivikasi sudah bagus. Mencapai 91 persen. Lebih tinggi dari target yang ditentukan, yaitu 90 persen. Tapi secara individu, masih kurang sekitar 760 ribu lebih yang belum teraliri listrik. Ini yang akan kami garap,” tegasnya.
Hal sama terjadi di sektor pangan. Di penghujung 2015 lalu, Jateng mengalami surplus beras hingga 2.390 ton. Meski begitu, komoditas kedelai yang terus mengalami masa kritis. Produksi kedelai lokal masih jauh lebih besar dari kebutuhan.
”Kebutuhan kedelai kita 640 ton. Sementara produksinya hanya 138 ton. Untuk mengupayakannya, kami ada program yang namanya integrated farming system. Yaitu mendorong petani untuk menanam kedelai di lahan milik Perum Perhutani yang sangat luas,” tegasnya.
Merosotnya produksi pertanian ini, dikatakan Sri, merupakan dampak dari merosotnya jumlah petani. Sejak beberapa tahun lalu, regenerasi petani dirasa sangat minim. Dia mencontohkan, saat ini tidak ada anak yang bercita-cita jadi petani. ”Untuk mengatasinya, harus ada intensifikasi dan mekanisi. Kalau tidak segera dilakukan, maka jumlah petani akan terus menurun,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jateng Heru Sudjatmoko menuturkan, kualitas SDM merupakan salah satu kunci percepatan pembangunan. Dia mencontohkan, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan adalah lingkaran yang bisa jadi tolok ukur seberapa tinggi kualitas SDM di suatu daerah.
”Angka kematian ibu melahirkan dan bayi merupakan indikator utama. Sebab, dari data itu, akan tampak nilai faktor gizi, lingkungan, dan perilaku hidup sehat,” jelasnya.
Karena itu, pihaknya tengah merancang program untuk meningkatkan kualitas SDM. Salah satunya dengan memberikan pelatihan bagi tenaga kerja agar punya skill. Entah untuk menjadi tenaga kerja atau wirausaha. ”Mayoritas tenaga kerja kita saja masih lulusan SD. Jadi harus merancang program demi proyeksi ke depan tenaga kerja,” pungkasnya. (amh/ric/ce1)
Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Tengah Sri Puryono menuturkan, masalah kemiskinan memang masih menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat. Saat ini, jumlah kemiskinan di Jateng masih di angka 13,38 persen. Sementara jumlah pengangguran sekitar 5 persen.
”Kalau energi, secara keseluruhan elektrivikasi sudah bagus. Mencapai 91 persen. Lebih tinggi dari target yang ditentukan, yaitu 90 persen. Tapi secara individu, masih kurang sekitar 760 ribu lebih yang belum teraliri listrik. Ini yang akan kami garap,” tegasnya.
Hal sama terjadi di sektor pangan. Di penghujung 2015 lalu, Jateng mengalami surplus beras hingga 2.390 ton. Meski begitu, komoditas kedelai yang terus mengalami masa kritis. Produksi kedelai lokal masih jauh lebih besar dari kebutuhan.
”Kebutuhan kedelai kita 640 ton. Sementara produksinya hanya 138 ton. Untuk mengupayakannya, kami ada program yang namanya integrated farming system. Yaitu mendorong petani untuk menanam kedelai di lahan milik Perum Perhutani yang sangat luas,” tegasnya.
Merosotnya produksi pertanian ini, dikatakan Sri, merupakan dampak dari merosotnya jumlah petani. Sejak beberapa tahun lalu, regenerasi petani dirasa sangat minim. Dia mencontohkan, saat ini tidak ada anak yang bercita-cita jadi petani. ”Untuk mengatasinya, harus ada intensifikasi dan mekanisi. Kalau tidak segera dilakukan, maka jumlah petani akan terus menurun,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jateng Heru Sudjatmoko menuturkan, kualitas SDM merupakan salah satu kunci percepatan pembangunan. Dia mencontohkan, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan adalah lingkaran yang bisa jadi tolok ukur seberapa tinggi kualitas SDM di suatu daerah.
”Angka kematian ibu melahirkan dan bayi merupakan indikator utama. Sebab, dari data itu, akan tampak nilai faktor gizi, lingkungan, dan perilaku hidup sehat,” jelasnya.
Karena itu, pihaknya tengah merancang program untuk meningkatkan kualitas SDM. Salah satunya dengan memberikan pelatihan bagi tenaga kerja agar punya skill. Entah untuk menjadi tenaga kerja atau wirausaha. ”Mayoritas tenaga kerja kita saja masih lulusan SD. Jadi harus merancang program demi proyeksi ke depan tenaga kerja,” pungkasnya. (amh/ric/ce1)