Humas Rumah Budaya Fadli Zon |
Buku yang ditulis Basuki Teguh Yuwono bersama Fadli Zon itu mendapat sambutan dari berbagai pihak di Sumatera Barat.
Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit yang hadir di acara itu mengatakan, terbitnya buku “Keris Minangkabau” merupakan upaya Fadli Zon membangkitkan batang tarandam terhadap benda pusaka Minangkabau yang nyaris hilang. “Ini benda bersejarah Minangkabau yang nyaris hilang kemudian dihidupkan kembali lewat penulisan sejarah khususnya melalui buku ini,” kata Nasrul Abit yang sebelumnya mantan Bupati Pesisir Selatan.
Dia juga menyampaikan salut kepada Fadli Zon, di tengah kesibukan kerja sebagai Wakil Ketua DPR RI masih peduli dan menyempatkan diri menulis buku setebal 458 halaman dengan berat 3 kilogram itu. “Semangat berkarya Fadli Zon ini luar biasa, bahkan beliau membangun kantong budaya di Rumah Budaya ini,” ujar Nasrul Abit.
Pada kesempatan itu, Fadli Zon mengatakan bahwa sejarah Minangkabau tidak lepas dari benda sejarah bernama keris. Keris dalam bahasa Minangkabau disebut karieh atau kreh dan menjadi penanda zaman dan penanda tingkat peradaban yang dibacapai di masa itu. “Bahkan, pahlawan nasional Imam Bonjol beserta pasukan Paderi yang dipimpinnya menggunakan keris sebagai senjata melawan penjajah,” ujar Fadli Zon.
Menurut Fadli Zon, berdasarkan data-data arkeologis, budaya keris awalnya berasal dari Pulau Jawa, kemudian menyebar ke berbagai wilayah Nusantara, termasuk Sumatera. Budaya keris Jawa masuk ke Sumatera telah terjadi sejak era Mataram Hindu di Jawa atau telah berkembang sejak era Sriwijaya. “Budaya keris Sumatera mengalami kemajuan yang pesat pada paruh kedua abad ke-13. Budaya keris Jawa masuk ke Sumatera berlanjut pada era Majapahit di abad ke-14-15 yang mampu membuka isolasi hingga Minangkabau dan berlanjut pada era Kesultanan Demak di abad ke-16, Mataram pada abad ke-17, dan era-era berikutnya,” kata Fadli Zon.
Sementara menurut Basuki Teguh Yuwono yang juga Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, budaya keris Minangkabau menunjukkan pencapaian tekonologi seni tempa logam yang tinggi. Selain itu, keris Minangkabau memiliki corak dan gaya unik yang menunjukkan identitas adat budaya Minangkabau. “Keris Minangkabau mendapat pengaruh budaya keris dari daerah sekitarnya, namun juga mempengaruhi budaya keris di daerah sekitarnya,” kata Basuki.
Dia menjelaskan, Kerajaan Minangkabau yang didirikan Adityawarman pada abad ke-14 memiliki peran penting dalam penyebaran keris Minangkabau ke berbagai penjuru Nusantara, khususnya ke seluruh Sumatera, Jawa bagian Barat (Banten dan Cirebon), Kalimantan Barat, Sulawesi hingga Nusa Tenggara Timur. “Tradisi pembuatan keris di Minangkabau diperkirakan dari tiga model. Pertama, Mpu dari Jawa atau Bugis hijrah ke Minangkabau. Kedua, Mpu orang Minangkabau belajar keris ke Jawa atau Bugis, dan Ketiga, Mpu orang Minang yang secara turun temurun membuat keris dari leluhurnya,” jelas Basuki.
Peluncuran Buku “Keris Minangkabau” tersebut ditandai penandatanganan sampul buku dan penyerahan buku kepada sejumlah tokoh Sumatera Barat dan tokoh nasional.
Di antara undangan tampak hadir Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad, Anggota DPR RI Ade Rezki Pratama, Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit, Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias, Bupati Tanah Datar Irdinansyah Tarmizi, Bupati Limapuluh Kota Irfendi Arbi, Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni, beserta jajaran DPRD se-Sumatera Barat, Kapolda, Kapolres, seniman, budayawan, dan pemerhati seni lainnya.
Pameran keris Minangkabau di Rumah Budaya Fadli Zon merupakan pameran kedua kali setelah pameran yang sama digelar pada tahun 2012 silam.(rel)