KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Pemkab melalui Badan Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Kebumen bakal menutup tambak udang di pesisir selatan Kebumen. Pasalnya, keberadaan tambak yang jumlahnya mencapai ratusan itu banyak yang melanggar aturan.
Kepala BPMPPT Kebumen Aden Andri Susilo mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan pendataan keberadaan tambak udang di pesisir selatan. Dari data yang ada, 334 kolam tambak udang. Rinciannya, terdapat 117 kolam di Desa Tanggulangin Kecamatan Klirong, Desa Karangrejo Kecamatan Petanahan 26 kolam, Desa Tegalretno Kecamatan Petanahan 90 kolam, Desa Jogosimo Kecamatan Klirong 15 kolam, dan Desa Surorejan Kecamatan Puring sebanyak 86 kolam.
"Tambak yang berada di sempadan pantai dan sudah sudah beroperasional lebih dari tiga tahun atau sebelum tahun 2013 akan ditutup," katanya, kemarin.
Saat ini, petambak yang beroperasi di garis sempadan itu diberi sanksi tidak diperkenankan menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Adapun yang berada di luar garis sempadan diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi. Pihaknya mengaku ingin menata tambak-tambak di pesisir pantai selatan itu agar tertib dan tidak menyalahi aturan yang berlaku.
BPMPPT pun tidak akan mengizinkan sepanjang beroperasi di garis sempadan pantai. Untuk itu Aden melakukan pendekatan kepada petambak serta berkoordinasi dengan pihak terkait. Hingga kemudian terjadi kesepakatan dengan petambak untuk menutup usahanya setelah tiga tahun terhitung sejak mulai beroperasi. "Di dalam pernyataan itu juga terdapat item untuk mengurus pengolahan limbah dalam tempo 4 bulan terhitung sejak 28 Januari 2016," imbuhnya.
Terkait pengolahan limbah, lanjutnya, petambak terlebih dahulu mengajukan izin Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).
Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Kebumen Marsudiyanto menyoroti limbah tambak yang belum diolah. Menurutnya, limbah yang langsung dibuang ke laut atau sungai itu justru mencemari tambak dan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi udang. "Pengalaman di berbagai tempat yang terdapat tambak, seperti Purworejo, mengalami penurunan produksi setelah tiga kali panen. Dan penyebabnya tidak lain karena limbah belum diolah," ucapnya. (mam)
Kepala BPMPPT Kebumen Aden Andri Susilo mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan pendataan keberadaan tambak udang di pesisir selatan. Dari data yang ada, 334 kolam tambak udang. Rinciannya, terdapat 117 kolam di Desa Tanggulangin Kecamatan Klirong, Desa Karangrejo Kecamatan Petanahan 26 kolam, Desa Tegalretno Kecamatan Petanahan 90 kolam, Desa Jogosimo Kecamatan Klirong 15 kolam, dan Desa Surorejan Kecamatan Puring sebanyak 86 kolam.
"Tambak yang berada di sempadan pantai dan sudah sudah beroperasional lebih dari tiga tahun atau sebelum tahun 2013 akan ditutup," katanya, kemarin.
Saat ini, petambak yang beroperasi di garis sempadan itu diberi sanksi tidak diperkenankan menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Adapun yang berada di luar garis sempadan diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi. Pihaknya mengaku ingin menata tambak-tambak di pesisir pantai selatan itu agar tertib dan tidak menyalahi aturan yang berlaku.
BPMPPT pun tidak akan mengizinkan sepanjang beroperasi di garis sempadan pantai. Untuk itu Aden melakukan pendekatan kepada petambak serta berkoordinasi dengan pihak terkait. Hingga kemudian terjadi kesepakatan dengan petambak untuk menutup usahanya setelah tiga tahun terhitung sejak mulai beroperasi. "Di dalam pernyataan itu juga terdapat item untuk mengurus pengolahan limbah dalam tempo 4 bulan terhitung sejak 28 Januari 2016," imbuhnya.
Terkait pengolahan limbah, lanjutnya, petambak terlebih dahulu mengajukan izin Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).
Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Kebumen Marsudiyanto menyoroti limbah tambak yang belum diolah. Menurutnya, limbah yang langsung dibuang ke laut atau sungai itu justru mencemari tambak dan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi udang. "Pengalaman di berbagai tempat yang terdapat tambak, seperti Purworejo, mengalami penurunan produksi setelah tiga kali panen. Dan penyebabnya tidak lain karena limbah belum diolah," ucapnya. (mam)