IMAM/ESKPRES |
Namun belakangan ini mulai muncul kegelisahan dari kelompok penerima bantuan program tersebut. Pasalnya, bantuan mesin jahit yang diterima tiap-tiap kelompok sebanyak 20 unit di 13 desa Kecamatan Karangsambung itu belum berfungsi secara optimal. Bahkan ada yang dialihkan lantaran mesin jahitnya tidak digunakan.
"Padahal, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengelola kelompok konveksi di 13 desa Kecamatan Karangsambung itu belum memberikan order sekalipun," terang M Hartono, koordinator kelompok konveksi Desa Kalisono, Kecamatan Karangsambung.
Untuk diketahui, dari 13 desa penerima bantuan dari program MP3KI itu untuk usaha konveksi. Satu desa lainnya di Kecamatan Karangsambung yakni Desa Banioro mendapatkan bantuan peralatan sablon. Sedangkan di Desa Brecong yang mendapatkan program MP3KI untuk budidaya hortikultura pepaya.
Dari kelompok-kelompok usaha konveksi di Kecamatan Karangsambung itu lantas dikelola BUMDes yang dinaungi Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). Sehingga, keberadaannya lebih terarah dibandingkan di Desa Brecong. "Namun dalam praktiknya ternyata masih macet. Hanya sebagian kecil kelompok saja yang berjalan. Itu pun jalannya tersendat-sendat lantaran mencari order sendiri," terang Hartono, Rabu (30/3/2016).
Ia yang mencari order dari Jakarta itu lantas meminta kelompok usaha konveksi dikembalikan ke desanya masing-masing. Dengan demikian ada kemandirian dari desa.
Terpisah, Ketua II BKAD Karangsambung Sutarjo mengemukakan, kelompok penerima bantuan MP3KI itu sebelumnya telah sepakat untuk mempercayakan kepada BKAD yang membawahi BUMDes yang dipimpinnya bersama Gunung Wiryanto sebagai ketua I tersebut. "Satu klaster di Kecamatan Karangsambung itu mempercayakan kepada BKAD yang membawahi BUMDes karena sudah ada embrio sebagai penjahit," tandas Sutarjo yang juga Kepala Desa Seling, Kecamatan Karangsambung itu.
Dikatakan Sutarjo, untuk menjalankan usaha konveksi itu butuh waktu. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dan pelan tapi pasti pun terus berjalan. Seperti di Desa Karangsambung, Pencil dan Desa Kaligending. "Kalaupun ada yang belum berjalan, itu karena yang sudah pintar menjahit lebih memilih bekerja di Jakarta. Sedangkan yang sudah dilatih belum siap," ungkapnya.
Pihaknya pun terus menggairahkan kelompok usaha konveksi di 13 desa tersebut sembari mencari orderan dari sekolah-sekolah dan pengusaha. Selanjutnya diberikan kepada kelompok yang bisa mengerjakan. Mengenai keinginan agar kelompok usaha konveksi dikembalikan ke desanya masing-masing, Sutarjo mengatakan perlu dimusyawarahkan terlebih dahulu. "Semangat kita adalah mengedepankan kebersamaan membangun," terangnya. (mam)