Langkahkan kakimu keluar rumah, anak muda! Beranikan dirimu menjelajah tempat-tempat asing dan temukan pemandangan yang tidak terlihat dari jendela rumahmu. Lalu serukan pada dunia bahwa kamu pernah mengunjungi tempat ini!
Tiga kalimat tersebut rasanya cukup menggambarkan pesan yang ingin disampaikan oleh berbagai akun-akun promosi pariwisata di media sosial. Anak muda yang sehari-harinya bersentuhan dengan media sosial punya rasa penasaran yang tinggi. Ditambah dengan jiwa petualang yang bergejolak, berbondong-bondonglah mereka yang native digital ini menerima seruan tersebut dengan tangan terbuka. Ada rasa iri sekaligus tertantang ketika melihat foto teman mereka di media sosial yang terlihat begitu asyik mengunjungi suatu tempat yang sedang hits atau jadi tren. “Liburan berikutnya, akan kupastikan berkunjung kesana,” mungkin itu yang terpikir di benak (saya).
Izinkanlah saya mengasumsikan bahwa pembaca artikel ini adalah Anda yang usianya tak jauh beda dengan saya, yaitu kepala dua. Lalu izinkan juga saya mengajak Anda untuk menilik ke masa lalu, lima sampai sepuluh tahun lalu ketika kita masih sekolah menengah. Tempat wisata yang kita ketahui di Kebumen sangat terbatas: Pantai Ayah, Pantai Karangbolong, Pantai Petanahan, Waduk Sempor, Waduk Wadaslintang, Goa Jatijajar, dan Pemandian Air Panas Krakal. Ada juga beberapa yang lain, tapi kurang terkenal atau saya yang kurang gaul sehingga tak tahu. Intinya, tak banyak pilihan.
Sekarang coba buka Instagram dan lakukan pencarian dengan tagar #kebumenkeren atau tagar-tagar lain yang ada “kebumen”nya. Akan ditampilkan di layar smartphone Anda berbagai foto pemuda-pemudi dengan latar belakang pemandangan yang berbeda: Jembangan Wisata Alam, Alian Butterfly Park, Taman Reptil, dan bukit-bukit serta pantai-pantai yang namanya belum pernah Anda dengar di masa lalu seperti Bukit Pentulu Indah, Bukit Langit, Pantai Menganti, Pantai Karang Agung, Goa Barat, dan sebagainya.
Jarak dan ketidaktahuan informasi sudah bukan halangan untuk pergi liburan. Internet sudah menyediakan semua informasi yang dibutuhkan terkait lokasi-lokasi baru untuk berwisata. Sedangkan soal jarak dan kemudahan akses, bukankah makin jauh dan makin sulit ditempuh justru semakin meningkatkan likers foto Instagram kita? Wisatawan latah seperti saya akan penasaran untuk datang ke tempat baru yang fotonya saya lihat di Instagram atau media sosial lain. Para pengembang tempat wisata baik swasta maupun dinas pariwisata pemerintah mengerti betul tentang hal ini. Dengan memanfaatkan berbagai media, kini berbagai negara dan kota berlomba-lomba menarik perhatian masyarakat untuk berkunjung dan menjadi turis di wilayah mereka.
Manfaat dan Peluang Wisata Kebumen
Bukan tanpa alasan mereka berusaha mengoptimalisasi sektor pariwisata. Pembangunan sektor pariwisata dipandang sebagai rangkaian multidimensi dari suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor pariwisata erat kaitannya pada aspek sosial, budaya, ekonomi, dan politik (Spillane, 1994:14). Hal tersebut juga sejalan dengan UU nomor 10 tahun 2009 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan meratakan lapangan kerja, dan memperkenalkan serta mendayagunakan objek wisata dan memupuk rasa cinta tanah air.
Pada kenyataannya memang kegiatan pariwisata dapat mendongkrak konsumsi dan investasi serta produksi barang dan jasa. Kegiatan pariwisata menciptakan pasar baru di daerah sekitar objek wisata dan menjadi peluang ekonomi yang baik bagi masyarakat sekitarnya. Di sekitar objek wisata dapat berkembang kegiatan usaha di bidang kuliner, industri kreatif (suvenir, fashion), jasa (guide, penerjemah), dan akomodasi (transportasi, penginapan, dan perhotelan). Jika tempat wisata yang berada di pedesaan dikembangkan, maka hal tersebut secara langsung akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah dan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Marie Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) pada tahun 2014 menyatakan bahwa kini Indonesia tengah berusaha mengembangkan wisata berbasis pedesaan. Hal ini dilatarbelakangi dengan sedikitnya wisata alam yang ada di dunia dibandingkan jumlah wisata buatan (wisata belanja, wisata kecantikan, wisata olahraga, dan sebagainya). Orang-orang pun mencari suasana yang berbeda dari hingar-bingar kota. Kementerian Parekraf menganggap ini sebagai peluang Indonesia untuk memiliki daya saing dengan negara lain karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan alam tersebut justru berada di pedesaan.
Kekayaan alam pedesaan Kebumen jangan diragukan. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan salah satu daerah pertemuan lempeng Indo-Autralia dan Eurasia membuat Kebumen memiliki banyak pantai yang terpisahkan oleh bukit dan karang besar. Demikian juga sungai-sungai dan deretan bukit yang menawarkan pemandangan indah di puncak-puncaknya. Ini saja bisa menjadi modal yang cukup untuk menarik wisatawan. Belum lagi membahas sektor sosial dan budayanya.
Mengintip website pariwisata.kebumenkab.go.id, belum ada data resmi terbaru mengenai jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kebumen. Tapi banyaknya tempat wisata baru, makin ramainya sejumlah pantai yang sebelumnya sepi (Pantai Menganti, Karang Agung, Lampon, misalnya), banyaknya artikel viral di internet tentang tempat wisata di Kebumen, dan makin ramainya penggunaan tagar dengan kata “kebumen” di dalamnya, kiranya sudah cukup menggambarkan adanya peluang besar bagi pengembangan pariwisata Kebumen.
Hati-Hati Wisatawan Latah
Pada akhirnya yang berpengaruh nyata pada pengembangan pariwisata adalah jumlah wisatawan yang datang. Untuk mendatangkan wisatawan yang banyak, kegiatan promosi adalah yang utama. Seperti disinggung di awal artikel ini, media sosial menjadi jalan tercepat dan paling murah untuk mengabarkan bahwa di daerah X terdapat tempat wisata Y. Tak perlu membuat iklan di media massa jika memang tak ada dana. Tagar telah membuktikan kekuatannya untuk menggiring opini netizen dalam berbagai isu bersama dengan portal-portal informasi yang menyediakan konten-konten yang potensi viralnya tinggi. Cek saja di Google dengan kata kunci “wisata Kebumen” dan lihat berapa artikel yang telah ditulis dan berapa jumlah share-nya.
Tapi bagaimana kelanjutannya? Setelah promosi internet berhasil menggiring wisatawan “mencicipi” tempat wisata, bersediakah para wisatawan ini kembali berkunjung pada liburan depan, bulan depan, atau bahkan tahun depan? Saya sendiri ketika sudah mengunjungi suatu tempat, ya sudah, yang penting kan “sudah pernah”, sudah saya posting di Instagram misalnya. Kiranya banyak juga anak-anak muda (yang justru jadi target promosi tempat wisata baru) yang berpikiran sama. Tempat wisata yang hanya menarik dikunjungi sekali-dua kali kejayaannya tidak akan bertahan lama. Wisatawan yang latah (seperti saya) memang cepat sekali tertarik promosi atau pamer teman-teman di media sosial. Tapi berlaku juga sebaliknya: cepat bosan dan selalu ingin mencari yang baru. Jika demikian, apakah investasi yang digunakan untuk mengembangkan pariwisata sudah sampai balik modal sebelum tempat wisata tersebut jadi “membosankan”? Banyak juga lokasi wisata yang terbengkalai karena pengunjung makin sepi, kalah dari lokasi-lokasi baru.
Pengembang tempat wisata memiliki 2 pilihan: terus promosi sebesar-besarnya untuk mendatangkan wisatawan baru (sehingga meskipun satu wisatawan bosan dapat digantikan wisatawan lain yang penasaran) atau mengembangkan fasilitas dan “sajian” baru ketika law of diminishing return-nya dianggap hampir mencapai klimaks. Dengan modal yang sama, saya kira pilihan kedua lebih berdampak jangka panjang. Dan lebih masuk akal. Caranya bagaimana, terserah imajinasi pengembang.
Lalu bagaimana dengan wisatawan? Apakah jadi wisatawan latah itu salah? Apa yang harus dilakukan wisatawan untuk mengembangkan daerah wisata? Hei hei, bukankah wisatawan adalah konsumen dan konsumen adalah raja yang harus dilayani? Hehe. Tapi tentu saja wisatawan boleh ikut berinvestasi dalam pembangunannya, ikut mempromosikan tempat wisata ke teman-teman, atau minimal ikut menjaga kebersihan. Pilihan Anda.
Oleh Annisa Qurani
Alamat: Gg. Dieng RT 02 RW 2 Desa Wero, Kec. Gombong
Pekerjaan: Content Writer
Kontak: quraniannisa@gmail.com
Tiga kalimat tersebut rasanya cukup menggambarkan pesan yang ingin disampaikan oleh berbagai akun-akun promosi pariwisata di media sosial. Anak muda yang sehari-harinya bersentuhan dengan media sosial punya rasa penasaran yang tinggi. Ditambah dengan jiwa petualang yang bergejolak, berbondong-bondonglah mereka yang native digital ini menerima seruan tersebut dengan tangan terbuka. Ada rasa iri sekaligus tertantang ketika melihat foto teman mereka di media sosial yang terlihat begitu asyik mengunjungi suatu tempat yang sedang hits atau jadi tren. “Liburan berikutnya, akan kupastikan berkunjung kesana,” mungkin itu yang terpikir di benak (saya).
Izinkanlah saya mengasumsikan bahwa pembaca artikel ini adalah Anda yang usianya tak jauh beda dengan saya, yaitu kepala dua. Lalu izinkan juga saya mengajak Anda untuk menilik ke masa lalu, lima sampai sepuluh tahun lalu ketika kita masih sekolah menengah. Tempat wisata yang kita ketahui di Kebumen sangat terbatas: Pantai Ayah, Pantai Karangbolong, Pantai Petanahan, Waduk Sempor, Waduk Wadaslintang, Goa Jatijajar, dan Pemandian Air Panas Krakal. Ada juga beberapa yang lain, tapi kurang terkenal atau saya yang kurang gaul sehingga tak tahu. Intinya, tak banyak pilihan.
Sekarang coba buka Instagram dan lakukan pencarian dengan tagar #kebumenkeren atau tagar-tagar lain yang ada “kebumen”nya. Akan ditampilkan di layar smartphone Anda berbagai foto pemuda-pemudi dengan latar belakang pemandangan yang berbeda: Jembangan Wisata Alam, Alian Butterfly Park, Taman Reptil, dan bukit-bukit serta pantai-pantai yang namanya belum pernah Anda dengar di masa lalu seperti Bukit Pentulu Indah, Bukit Langit, Pantai Menganti, Pantai Karang Agung, Goa Barat, dan sebagainya.
Jarak dan ketidaktahuan informasi sudah bukan halangan untuk pergi liburan. Internet sudah menyediakan semua informasi yang dibutuhkan terkait lokasi-lokasi baru untuk berwisata. Sedangkan soal jarak dan kemudahan akses, bukankah makin jauh dan makin sulit ditempuh justru semakin meningkatkan likers foto Instagram kita? Wisatawan latah seperti saya akan penasaran untuk datang ke tempat baru yang fotonya saya lihat di Instagram atau media sosial lain. Para pengembang tempat wisata baik swasta maupun dinas pariwisata pemerintah mengerti betul tentang hal ini. Dengan memanfaatkan berbagai media, kini berbagai negara dan kota berlomba-lomba menarik perhatian masyarakat untuk berkunjung dan menjadi turis di wilayah mereka.
Manfaat dan Peluang Wisata Kebumen
Bukan tanpa alasan mereka berusaha mengoptimalisasi sektor pariwisata. Pembangunan sektor pariwisata dipandang sebagai rangkaian multidimensi dari suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor pariwisata erat kaitannya pada aspek sosial, budaya, ekonomi, dan politik (Spillane, 1994:14). Hal tersebut juga sejalan dengan UU nomor 10 tahun 2009 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan meratakan lapangan kerja, dan memperkenalkan serta mendayagunakan objek wisata dan memupuk rasa cinta tanah air.
Pada kenyataannya memang kegiatan pariwisata dapat mendongkrak konsumsi dan investasi serta produksi barang dan jasa. Kegiatan pariwisata menciptakan pasar baru di daerah sekitar objek wisata dan menjadi peluang ekonomi yang baik bagi masyarakat sekitarnya. Di sekitar objek wisata dapat berkembang kegiatan usaha di bidang kuliner, industri kreatif (suvenir, fashion), jasa (guide, penerjemah), dan akomodasi (transportasi, penginapan, dan perhotelan). Jika tempat wisata yang berada di pedesaan dikembangkan, maka hal tersebut secara langsung akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah dan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Marie Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) pada tahun 2014 menyatakan bahwa kini Indonesia tengah berusaha mengembangkan wisata berbasis pedesaan. Hal ini dilatarbelakangi dengan sedikitnya wisata alam yang ada di dunia dibandingkan jumlah wisata buatan (wisata belanja, wisata kecantikan, wisata olahraga, dan sebagainya). Orang-orang pun mencari suasana yang berbeda dari hingar-bingar kota. Kementerian Parekraf menganggap ini sebagai peluang Indonesia untuk memiliki daya saing dengan negara lain karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan alam tersebut justru berada di pedesaan.
Kekayaan alam pedesaan Kebumen jangan diragukan. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan salah satu daerah pertemuan lempeng Indo-Autralia dan Eurasia membuat Kebumen memiliki banyak pantai yang terpisahkan oleh bukit dan karang besar. Demikian juga sungai-sungai dan deretan bukit yang menawarkan pemandangan indah di puncak-puncaknya. Ini saja bisa menjadi modal yang cukup untuk menarik wisatawan. Belum lagi membahas sektor sosial dan budayanya.
Mengintip website pariwisata.kebumenkab.go.id, belum ada data resmi terbaru mengenai jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kebumen. Tapi banyaknya tempat wisata baru, makin ramainya sejumlah pantai yang sebelumnya sepi (Pantai Menganti, Karang Agung, Lampon, misalnya), banyaknya artikel viral di internet tentang tempat wisata di Kebumen, dan makin ramainya penggunaan tagar dengan kata “kebumen” di dalamnya, kiranya sudah cukup menggambarkan adanya peluang besar bagi pengembangan pariwisata Kebumen.
Hati-Hati Wisatawan Latah
Pada akhirnya yang berpengaruh nyata pada pengembangan pariwisata adalah jumlah wisatawan yang datang. Untuk mendatangkan wisatawan yang banyak, kegiatan promosi adalah yang utama. Seperti disinggung di awal artikel ini, media sosial menjadi jalan tercepat dan paling murah untuk mengabarkan bahwa di daerah X terdapat tempat wisata Y. Tak perlu membuat iklan di media massa jika memang tak ada dana. Tagar telah membuktikan kekuatannya untuk menggiring opini netizen dalam berbagai isu bersama dengan portal-portal informasi yang menyediakan konten-konten yang potensi viralnya tinggi. Cek saja di Google dengan kata kunci “wisata Kebumen” dan lihat berapa artikel yang telah ditulis dan berapa jumlah share-nya.
Tapi bagaimana kelanjutannya? Setelah promosi internet berhasil menggiring wisatawan “mencicipi” tempat wisata, bersediakah para wisatawan ini kembali berkunjung pada liburan depan, bulan depan, atau bahkan tahun depan? Saya sendiri ketika sudah mengunjungi suatu tempat, ya sudah, yang penting kan “sudah pernah”, sudah saya posting di Instagram misalnya. Kiranya banyak juga anak-anak muda (yang justru jadi target promosi tempat wisata baru) yang berpikiran sama. Tempat wisata yang hanya menarik dikunjungi sekali-dua kali kejayaannya tidak akan bertahan lama. Wisatawan yang latah (seperti saya) memang cepat sekali tertarik promosi atau pamer teman-teman di media sosial. Tapi berlaku juga sebaliknya: cepat bosan dan selalu ingin mencari yang baru. Jika demikian, apakah investasi yang digunakan untuk mengembangkan pariwisata sudah sampai balik modal sebelum tempat wisata tersebut jadi “membosankan”? Banyak juga lokasi wisata yang terbengkalai karena pengunjung makin sepi, kalah dari lokasi-lokasi baru.
Pengembang tempat wisata memiliki 2 pilihan: terus promosi sebesar-besarnya untuk mendatangkan wisatawan baru (sehingga meskipun satu wisatawan bosan dapat digantikan wisatawan lain yang penasaran) atau mengembangkan fasilitas dan “sajian” baru ketika law of diminishing return-nya dianggap hampir mencapai klimaks. Dengan modal yang sama, saya kira pilihan kedua lebih berdampak jangka panjang. Dan lebih masuk akal. Caranya bagaimana, terserah imajinasi pengembang.
Lalu bagaimana dengan wisatawan? Apakah jadi wisatawan latah itu salah? Apa yang harus dilakukan wisatawan untuk mengembangkan daerah wisata? Hei hei, bukankah wisatawan adalah konsumen dan konsumen adalah raja yang harus dilayani? Hehe. Tapi tentu saja wisatawan boleh ikut berinvestasi dalam pembangunannya, ikut mempromosikan tempat wisata ke teman-teman, atau minimal ikut menjaga kebersihan. Pilihan Anda.
Oleh Annisa Qurani
Alamat: Gg. Dieng RT 02 RW 2 Desa Wero, Kec. Gombong
Pekerjaan: Content Writer
Kontak: quraniannisa@gmail.com