sudarno ahmad/ekspres |
Makam pahlawan nasional Pangeran Diponegoro di Makassar, Sulawesi Selatan, setiap harinya selalu ramai dikunjungi oleh peziarah. Kebanyakan peziarah yang datang merupakan orang Jawa, yang sengaja datang maupun warga keturunan Jawa yang tinggal di wilayah Sulawesi dan sekitarnya.
--------------------------
Sudarno Ahmad, Makasar
---------------------------
JURU kunci makam Pangeran Diponegoro, Irhamsyah Diponegoro, mengatakan sebagai salah satu peninggalan sejarah, makam Pangeran Diponegoro yang juga merupakan salah seorang pahlawan nasional tersebut ramai dikunjungi berbagai kalangan. Baik para pelajar dan mahasiswa yang melakukan wisata sejarah, peneliti, sejarawan maupun dari kalangan keluarga dan cucu Pangeran Diponegoro.
Terlebih, saat malam hari komplek makam terlihat sangat ramai dan banyak dikunjungi para wisatawan yang dari berbagai daerah di Indonesia. Baik dari keturunan Keraton Yogyakarta, maupun warga biasa.
Bahkan sebagian besar pejabat di Indonesia juga sering berziarah ke makam ini, mereka diantaranya Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Wakil Mantan Presiden RI almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan beberapa pejabat militer.
"Mereka ada yang memang niat berziarah, berdoa di sekitar makam. Ada juga yang hanya ingin melihat-lihat," kata pria yang masih keturunan Pangeran Diponegoro ini.
Letak Makam Pangeran Diponegoro, di Jalan Pangeran Diponegoro Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, Kota Makassar. Komplek makam ini berdekatan dengan Benteng Rotterdam dan pusat perbelanjaan Pasar Sentral Makassar.
Makam Pangeran Diponegoro merupakan bangunan sederhana yang terdiri dari pintu gerbang, pendopo dan 66 bangunan makam. Yakni, 2 makam ukuran besar, 25 makam ukuran sedang, dan 39 makam ukuran kecil. Makam-makam tersebut adalah makam Diponegoro dan istrinya, 6 orang anaknya, 30 orang cucu, 19 orang cicit dan 9 orang pengikutnya. Di bagian dalam kompleks terdapat beberapa makam dan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai aula dengan dua kamar, berhadapan dengan musholla berukuran 6 meter persegi.
Pintu depan makam terdapat sebuah gapura berasitektur Jawa dengan bentuk simetris berdiri kokoh di bagian depan halaman, yang menjadi akses masuk pengunjung. Tulisan di bagian atas gapura tersebut sekaligus menjadi penanda identitas bangunan kecil yang bersih dan terawat itu.
Seperti halnya pemakaman umum lainnya, makam Pangeran Diponegoro juga terdapat beberapa batu nisan dengan pepohonan kamboja berukuran sedang. Makam Pangeran Diponegoro yang berdampingan dengan makam sang istrinya, Raden Ayu (RA) Ratna Ningsih cukup menonjol dibanding makam lainnya.
Tempat peristirahatan setinggi dua meter itu dilengkapi cungkup berbentuk bangunan khas Jawa yang bergaya Joglo. Kompleks makam Pangeran Diponegoro ini dibangun pada lahan seluas 25 meter persegi tampak sederhana dan terhimpit di antara kawasan padat permukiman kelurahan Melayu, kecamatan Wajo, Makassar.
Pangeran Diponegoro dibuang Belanda, setelah dijebak dalam sebuah perundingan dan akhirnya ia menyerah pada 28 maret 1830. Sebelum menyerah Pangeran Diponegoro memimpin perang perlawanan rakyat di sekitar dataran tinggi Semarang dan Magelang, menentang penindasan Belanda yang dipimpin Jan Willem Janssens, di tahun 1825-1830.
Menurut Irham, enam putra-putri Pangeran Diponegoro beranak-pinak dengan menikah dengan penduduk setempat. Hingga saat ini seluruh keturunan Pangeran Diponegoro terhimpun dalam Ikatan Keluarga Pangeran Diponegoro yang tersebar di penjuru Nusantara.
Pangeran Diponegoro dimakamkan di Makassar karena keinginan dia sendiri. Setelah bertahun-tahun ditahan Belanda, suatu ketika, Pengeran Diponegoro sakit. Sakit ini sepertinya dia punya firasat bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Karena itulah dia meminta izin kepada Belanda untuk mencari tempat dimana ia akan dikuburkan kelak.
Pangeran Diponegoro, lanjut Irham, kemudian meminta izin kepada Belanda selama tiga hari untuk mencari tempat yang cocok untuk peristirahatan terakhirnya. Belanda, lanjut keturunan generasi kelima pangeran tersebut, mengizinkan permintaan Pangeran Diponegoro. Tapi ia tidak dibiarkan bebas berjalan sendirian, melainkan dikawal opsir Belanda.
Setelah berkeliling tiga hari, akhirnya Pangeran Diponegoro menemukan perkampungan orang-orang Melayu bernama Jerak. Setelah itu, ia kembali ke Rotterdam. Di situ ia berpesan kepada kepada anak istrinya, apabila di kemudian hari ia meninggal, jasadnya tidak usah dipulangkan ke kampung halaman. Makamkan saja di Jerak.
Ketika Pangeran Diponegoro meninggal, awalnya Belanda mau mengirimkan jasadnya ke Yogyakarta, tapi anak istrinya menolaknya. Kemudian, anak istrinya pun tidak bisa pulang ke Jawa. Mereka harus tinggal di Makassar dalam pengawasan Belanda.
Salah satu pengunjung makam, Hery asal Purworejo, mengaku sengaja berkunjung ke kompleks makam untuk mengenang dan menghargai jasa-jasa Pangeran Diponegoro dalam menumpas penjajahan Belanda.(ori)