IMAM/ESKPRES |
Di tahun 2013, terdapat 31 kasus kekerasan seksual dengan 30 korban diantaranya masih berusia anak-anak. Kasus kekerasan terhadap anak pun semakin bertambah di tahun 2014. Sesuai dengan jumlah data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Kebumen, terdapati 44 kasus dengan semuanya korbannya merupakan anak-anak. Yang bikin miris lagi, 4 orang diantaranya merupakan anak laki-laki.
Tahun berikutnya, jumlah kasusnya pun semakin meningkat yakni 67 kasus, dengan 98 persen korbannya adalah anak-anak. “Dilihat dari data tersebut, frekuensi terjadinya kekerasan seksual yang menimpa anak-anak cukup tinggi. Setiap bulannya rata-rata 3 anak menjadi korban kekerasan seksual,” tutur Direktur INDIPT Irma Suzanti, di sela-sela aksi save woman and child, Minggu (22/5/2016) di alun-alun Kebumen.
Sejumlah elemen masyarakat berpartisipasi dalam Aksi save woman and child kemarin. Mereka diantaranya, PC PMII, INDIPT, KOPRI PMII, Komunitas Diffabel, Rumah Inklusif dan Jaringan Gusdurian Kebumen.
Irma Suzanti mengatakan, tren meningkatnya kasus kekerasan seksual tampaknya juga terjadi di tahun 2016 ini. Hingga triwulan pertama di tahun 2016 saja, sudah terdapat 10 kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak. Ironisnya pelakunya sendiri merupakan orang yang dikenal dekat dengan korban, seperti teman, orang tua, tetangga, guru, maupun pacar.
Irma menyampaikan, berdasarkan data yang dihimpun Komnas Perempuan, jumlah kekerasan seksual mengalami peningkatan mencapai 11.207 kasus. Jumlah tersebut bisa jauh lebih besar, layaknya fenomena gunung es. “Kemungkinan kasus muncul, hanya yang tampak hanya di permukaannya saja. Sementara dalam kenyataannya masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak diketahui atau tidak dilaporkan,” tegasnya.
Terpisah, Ketua KOPRI PMII Kebumen Eka Setiya Rini mengatakan, tingginya kasus kekerasan seksual sudah sangat memprihatinkan. Bahkan layak disebut Kebumen
sudah dalam kondisi Darurat Kejahatan Seksual.
Melihat fakta-fakta tersebut maka negara harus melakukan upaya penanganan, pencegahan dan tindakan strategis untuk mencegah tejadinya kejahatan seksual khususnya yang menimpa anak-anak. DPR RI diharapkan untuk menghapus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pencegahan Kekerasan Seksual, karena dinilai terlalu memojokkan korban. Sebab dalam UU tersebut mengharuskan adanya saksi, padahal tindak kekerasan seksual cenderung dilakukan tanpa adanya saksi.
Maka dari itu, Pemerintah Kabupaten Kebumen harus segera melaksanakan peraturan yaitu Perda No 1 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Perda No 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak, dengan program-program strategis untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Aparat penegak hukum, harus menindak tegas dan menghukum pelaku kejahatan seksual dengan berat, serta tidak membiarkan pelaku bebas dari hukuman/sanksi pidana,” paparnya.
Irma menambahkan, Pemda Kebumen harus konsen melakukan pencegahan terkait kekerasan perempuan. “Dari dua Perda tersebut seharusnya dapat dimaksimalkan ada kebijakan turunan, sehingga kasus kekerasan pada anak dapat diminimalisir,” ucapnya. (mam)